- Laki-laki sering dibilang lebih manja dan dramatis dibanding perempuan saat terserang sakit seperti demam.
-
Menurut Dokter Saraf, rasa sakit atau nyeri lebih berhubungan dengan emosi dan ekspresi individu, bukan dengan jenis kelamin.
-
Ekspresi wajah yang tidak datar atau cemberut saat sakit menunjukkan bahwa tingkat nyeri yang dirasakan memang tinggi.
Suara.com - Viral di media sosial kelakar perempuan jatuh sakit masih bisa beraktivitas mengerjakan pekerjaan rumah hingga mengurus anak, berbanding terbalik dengan lelaki yang jatuh sakit cenderung manja. Pertanyaannya, benarkah toleransi nyeri perempuan lebih tinggi daripada lelaki?
Dokter Spesialis Saraf sekaligus Chairman Siloam Neuroscience Summit (SNS), Prof. Yusak Mangara Tua Siahaan, MD, PhD, FIPP, CIPS, FMIN mengatakan alih-alih berhubungan dengan jenis kelamin, nyeri atau rasa sakit sangat berhubungan dengan emosi yang terlihat dari ekspresi pasien.
“Jadi akhirnya tidak ada urusan yang laki sama perempuan. Tapi sebenarnya bahwa skala nyerinya itu memang tergantung nyeri yang dialami. Sehingga skala nyeri yang tinggi menunjukkan derajat penyakitnya mungkin berat,” ujar Prof. Yusak dalam acara SNS 2025 oleh Siloam International Hospitals di Shangri-La Hotel, Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
Prof. Yusak menjelaskan saat melihat pasien, dokter akan melihat bagaimana pasien berekspresi saat merasakan rasa sakit. Bahkan, dokter yang berkiprah di bidang saraf lebih dari 15 tahun ini mengaku bisa melihat jika pasien keliru dalam menilai rasa sakitnya.
“Kita sih bilangnya begini. Bahwa memang kalau orang sakit itu harus ada emosinya. Sekarang gini, kalau kamu sakit. Tapi mukanya, saya sakit banget. Saya sakit sekarang tapi mukanya datar. Itu tadi bohongan,” paparnya.
“Jadi ada kata, jadi definisi nyeri itu adalah gangguan sekarang yang berhubungan dengan emosi. Semakin sakit kita, semakin wajahnya cemberut,” sambung Prof. Yusak.
Ia menambahkan, pandangan dan kepercayaan inilah yang akhirnya jadi dasar terciptanya alat visual analog scale, yang bisa mendeteksi rasa sakit dan menilai kadar nyeri yang dirasakan pasien agar bisa terukur. Sehingga alat tersebut akan mengetahui seberapa terganggu kehidupan pasien dengan adanya rasa nyeri itu.
“Makanya ada alat yang namanya visual analog scale. Jadi gini, kamu sakit nih. Lalu wajahnya itu dicocokin dengan gambar. Oh mukanya kayak begini. Oh berarti sakitnya segini. Jadi sebenarnya ada tuh namanya visual analog scale,” paparnya.
Adapun umumnya dokter secara manual akan bertanya kadar rasa nyeri pasien dari angka 1 yang berarti tidak sakit hingga 10 yaitu sakit sekali. Sehingga cara kerja alat itu mendeteksi skala kesakitan tersebut.
Baca Juga: Singgung Soal Pekerjaan, Marshanda Bongkar Alasan Banyak Orang Sembunyikan Masalah Mental Health
Meski begitu, Prof. Yusak yang berpraktik di Siloam Hospitals Lippo Village tidak menampik ada dugaan perempuan lebih tahan menghadapi kehidupan dibanding lelaki. Namun dari sisi toleransi nyeri menurutnya sampai saat ini belum ada penelitiannya.
“Tahan menghadapi kehidupan mungkin. Jadi jangan sakit,” ungkapnya dengan wajah bersahabat.
Profesor yang juga jadi pembicara bidang neurosains tentang pain management di perhelatan SNS 2025 pada 19 hingga 20 September ini mengungkap, mengonsumsi parasetamol cukup sebagai pertolongan pertama nyeri dan bisa diakses dengan mudah. Bahkan parasetamol tidak menimbulkan efek samping berarti di tubuh.
“Cukup kadang-kadang. Karena parasetamol cukup untuk mengobati. Makanya sebenarnya kita beruntung ya, parasetamol itu tidak merusak ginjal, tidak merusak lambung,” sambung Prof. Yusak.
Dari sisi dosis penggunaan parasetamol, menurut Prof. Yusak boleh digunakan dalam jumlah maksimal 1.000 mg per hari.
“Sehingga pemberian dosis maksimal pada parasetamol itu sudah menolong kita semua. 1.000 mg, sekali makan sudah aman,” pungkas Prof. Yusak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Mengupas MDIS: Kampus Singapura Tempat Gibran Raih Gelar Sarjana, Ijazahnya Ternyata dari Inggris!
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
-
Menkeu Bakal Temui Pengusaha Rokok Bahas Cukai, Saham-saham 'Tembakau' Terbang
-
Jurus Menkeu 'Koboi' Bikin Pasar Cemas Sekaligus Sumringah
-
IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Saham-saham Rokok Jadi Pendorong
Terkini
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!
-
Padel Court Pertama Hadir di Dalam Mal, Bawa Olahraga Jadi Makin Fun!
-
Nyaris Setengah Anak Indonesia Kekurangan Air Minum: Dampaknya ke Fokus dan Belajar
-
Event Lari Paling Seru! 8.500 Pelari Pulang Happy dengan Goodie Bag Eksklusif