Suara.com - PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat kembali 'perang'. Kali ini, keduanya saling sindir soal sistem pemilu. Awalnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanyakan urgensi pengujian sistem pemilu yang ada di Mahkamah Konstutusi (MK).
"Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?” tulis SBY melalui akun Facebook-nya, Sabtu (18/2/2023).
MK saat ini tengah mendalami perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pemilu. Para penggugat meminta adanya perubahan pada sistem pemilu, yang semula proporsional terbuka menjadi tertutup. PDIP menjadi satu-satunya partai yang mendukung hal tersebut.
Mengetahui pernyataan SBY, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto angkat bicara dan menilai Presiden RI ke-6 itu tidak konsisten. Sebab, di masa pemerintahannya, yakni pada tahun 2008 juga terdapat gugatan sistem pemilu di MK.
Di mana tujuannya agar caleg yang menang dipilih berdasarkan suara terbanyak, bukan nomor urut. Hasto menyindir SBY lupa dengan judicial review atau uji materiil yang dilakukan empat bulan menjelang Pemilu 2009. Ia lantas menuduh Demokrat curang.
"Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," ujar Hasto kepada wartawan di Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2/2023).
Di sisi lain, Hasto mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka dapat memicu liberalisasi politik serta mendominasi peran kapital. Oleh karenanya, PDIP lebih mendukung sistem proporsional tertutup.
Perdebatan antar dua kubu partai ini lantas membuat rekam jejak gugatan sistem pemilu kerap memicu rasa penasaran. Untuk itu, Suara.com telah merangkumnya, yakni soal gugatan yang dimaksud Hasto.
Rekam Jejak Gugatan Sistem Pemilu
Baca Juga: Awal Mula 'Perseteruan' Megawati dan SBY, Berdampak Pada PDIP dan Demokrat?
Gugatan sistem pemilu di era SBY yang dimaksud Hasto itu didaftarkan sebagai perkara nomor 22/PUU-VI/2008 dan 24/PUU-VI/2008. Penggugat perkara nomor 22 adalah M. Sholeh, calon legislatif (caleg) dapil 1 Jawa Timur dari PDIP.
Sementara untuk perkara nomor 24, penggugatnya berasal dari Partai Demokrat yang menjadi caleg dapil VIII Jawa Timur. Mereka adalah Sutjipto dan Septi Notariana. Lalu, Jose Dima Satria sebagai pemilih pada Pemilu 2009 pun turut serta.
Adapun aturan yang difokuskan, yakni Pasal 214 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Jika pemilihan caleg ditentukan berdasarkan nomor urut, maka yang menerima suara terbanyak, belum tentu bisa memperoleh kursi di DPR.
Kala itu, sistem pemilihan masih memakai Kuota Hare yang identik dengan bilangan pembagi pemilih (BPP). Di mana untuk meraih kursi di DPR, caleg pun wajib mengumpulkan BPP lebih dari 30 persen.
Sholeh dan penggugat lainnya merasa keberatan dengan sistem pemilihan seperti ini. Mereka khawatir, penentuan caleg tidak lagi murni atas pilihan rakyat, namun berdasarkan dari kesukaan petinggi partai politik. Gugatan itu lantas menerima kontra.
Namun, partai yang saat itu berkuasa, yakni Demokrat bersama Golkar, PAN, dan Hanura mendukung penuh gugatan agar caleg dipilih berdasarkan suara terbanyak. SBY pun memiliki pandangan bahwa caleg harus berkomitmen dengan rakyat, bukan hanya untuk partai semata.
Berita Terkait
-
Awal Mula 'Perseteruan' Megawati dan SBY, Berdampak Pada PDIP dan Demokrat?
-
Ribut Proporsional Terbuka atau Tertutup Berlanjut, Bamsoet: Saya Tawarkan Campuran, Seperti di Jerman
-
PDIP Vs Demokrat Panas Lagi: Kini Saling Sindir Soal Sistem Pemilu, Singgung Harun Masiku
-
SBY Buka Suara Soal Sistem Pemilu Tertutup: Jangan Seenaknya Mengubah, Rakyat Perlu Diajak Bicara
-
PKS Janji Deklarasikan Anies Baswedan Jadi Calon Presiden Akhir Februari 2023
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024