Suara.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menyebut putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024 tidak relevan dengan persoalan gugatan.
Hal tersebut, kata dia, karena putusan tersebut tidak didasari pada alasan pemulihan hak penggugat yang dirugikan.
"Hanya didasarkan alasan menghukum KPU, bukan alasan pemulihan hak yang dirugikan; alasan yang tidak relevan dengan persoalan," kata Nurlia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).
Menurut dia, majelis hakim tidak argumentatif dalam menafsirkan ketentuan berkaitan dengan pemilu susulan dan pemilu lanjutan, serta mekanisme penetapan penundaan pemilu sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Dia juga menilai putusan yang memerintahkan KPU RI melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari itu bermasalah karena mengangkangi konstitusi untuk menunda pemilu dengan jangka waktu yang tidak rasional atau argumentatif.
"Jika ingin mengembalikan titik semula dari awal pendaftaran partai politik peserta pemilu, kurang lebih hanya delapan bulan, dihitung dari bulan Juni 2022 ke belakang. Tidak sampai dua tahun lebih," ujarnya.
Ia lantas berkata, "Ini tentu menjadi kejanggalan dan keanehan dalam penerapan hukum yang dilakukan oleh majelis".
JPRR memandang putusan PN Jakarta Pusat itu sebagai tindakan brutal karena berdasarkan sistem hukum pemilu, Pengadilan Negeri hanya mendapatkan wewenang untuk menyelesaikan perkara tindak pidana pemilu dan penyelesaian perselisihan partai politik.
"Ini tindakan brutal jika suara penundaan pemilu itu muncul dari Pengadilan Negeri," tuturnya.
Baca Juga: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Dianggap Janggal, SBY: Jangan Ada Bermain Api, Terbakar Nanti!
Menurut dia, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) atas tindakan badan publik karena yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019.
"Jika PN tidak berwenang mengadili, itu menjadi tindakan yang melampaui kewenangan," imbuhnya.
Selain itu, dia menyayangkan pula proses gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) tidak diekspose ke publik sejak awal, terutama dengan adanya tuntutan penundaan pemilu.
Untuk itu, JPPR mendorong agar proses persidangan selanjutnya mendapatkan atensi dari Komisi Yudisial (KY) guna melakukan pemantauan persidangan secara masif sampai dengan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Untuk memastikan proses persidangan ke depan menjamin penerapan Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim (KEPPH)," katanya.
JPRR, kata dia, juga mendorong agar dilakukannya audit terhadap penerapan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) oleh KPU, sebagaimana gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) oleh Partai Prima.
"Karena dianggap dalam proses tahapan pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai politik peserta pemilu merugikan penggugat, yang dalam hal ini penggugat tidak lolos verifikasi administrasi karena penerapan Sipol yang bermasalah," terangnya.
Menurut dia, JPPR telah beberapa kali bersuara bahwa dalam penggunaannya Sipol yang dimaksudkan sebagai alat bantu itu tidak aksesibel dan tidak terbuka sehingga dapat berakibat pada status keanggotaan partai politik.
"Terkait adanya kewajiban kesesuaian antara dokumen dan keterangan dokumen yang diinput dalam Sipol," katanya pula. (Sumber: Antara)
Berita Terkait
-
Gugatan Partai Prima Dikabulkan, PN Jakarta Pusat Arahkan Tunda Pemilu, KPU: Tetap Berlanjut!
-
Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Dianggap Janggal, SBY: Jangan Ada Bermain Api, Terbakar Nanti!
-
Ketum Partai Prima Agus Jabo: Yang Kami Tuntut Bukan Tunda Pemilu, Tapi
-
Respons Santai PN Jakarta Pusat Soal Rencana KY Panggil Hakim yang Hukum KPU Tunda Pemilu
-
Imbas Putusan Tunda Pemilu 2024, KY Bakal Panggil Hakim PN Jakarta Pusat
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024