Suara.com - Keputusan Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wapres mendampingi bakal calon Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan. Pasalnya Gibran diusung oleh Golkar, bukan PDIP yang merupakan partai yang menaunginya. Seperti yang sudah diketahui, Gibran awalnya merupakan kader Partai PDIP. Lantas, bisakah kader partai mencalonkan diri dari partai lain? Bagaimana nasib Gibran di partai PDIP?
Berdasarkan beberapa kasus yang sudah ada, mencalonkan diri dari partai lain itu bisa saja, tetapi harus sesuai dengan aturannya. KPU mengonfirmasi bahwa duet pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU), nomor 19 tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Berkaca dari beberapa caleg yang mencalonkan diri bukan dari partai asalnya, pencalonan diri Gibran menjadi bacawapres yang diusung oleh Golkar itu bisa saja, sesuai dengan ketentuan Pasal 139 ayat (2) huruf i dan Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Nomor 23 tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah, Anggota DPRD yang menjadi caleg bukan dari partai terakhirnya, tetapi melalui partai lain berarti statusnya diberhentikan antar waktu.
Khusus untuk kasus Gibran Rakabuming Raka yang bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) statusnya sebagai anggota partai PDIP dikonfirmasi bahwa otomatis dicabut sesuai dengan mandat Ketua Umum Megawati Soekarno Putri bahwa kader partai tidak boleh main dua kaki.
Gibran resmi diusung sebagai cawapres berpasangan dengan Prabowo berdasarkan kesepakatan Ketum Parpol Koalisi Indonesia Maju. Ini tidak biasa terjadi.
Biasanya, presiden dan wakil presiden diusung oleh parpol yang saling berkoalisi. Dilihat dari duet pasangan ini, Gibran yang diketahui merupakan kader PDIP tidak diutus langsung oleh partai tersebut. Secara mendadak ia dikabarkan diusung oleh Parpol Koalisi Indonesia Maju.
Situasi ini mengundang kritik dari publik. Duet Prabowo-Gibran menunjukkan sekali lagi adanya kader partai politik (parpol) yang tiba-tiba pindah Parpol menjelang pemilihan umum (Pemilu). Pengamat politik menyebut, kader yang berpindah dan mencalonkan diri melalui partai lain menandakan bahwa penegakan etika politik di Indonesia masih lemah. Jika hal ini terus terjadi, maka itu berarti parpol dianggap hanya sebagai kendaraan untuk membuat dirinya mendapatkan jabatan politik. Kasarnya orang yang melakukan itu disebut "kutu loncat".
Pencalonan Gibran sebagai Bacawapres menjadikan media internasional ikut meliput betapa keruh demokrasi perpolitikan di Indonesia. Berbagai media menyebut jika pemilihan putra sulung Presiden Jokowi sebagai cawapres dapat merusak demokrasi Indonesia. Pendapat itu bermunculan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia minimal syarat pencalonan diri sebagai capres dan cawapres di Indonesia.
Seperti yang kita tahu, Gibran baru berusia 36 tahun. Dalam ketentuan sebelumnya batas minimal capres cawapres Indonesia adalah 40 tahun. Namun keputusan MK seakan memberikan jalan mulus kepada Gibran.
Baca Juga: Teriak-teriak Politik Dinasti Tapi Tetap Dipilih Juga, Ini Catatan Pengamat Politik Unsrat
Putusan tersebut mendapatkan kritik pedas dari kalangan masyarakat Indonesia hingga pengamat politik luar negeri. Media seperti Asia News Network sampai menyoroti dinasti politik Jokowi. Presiden Jokowi dianggap sedang membangun politik dinasti sebelum masa jabatannya habis. Jokowi ingin penggantinya adalah orang yang dapat meneruskan agenda-agendanya.
Alasan lain kenapa Jokowi disebut sedang membangun politik dinasti adalah karena tak hanya Gibran saja yang melaju ke kontestasi pejabat pemerintahan. Selain Gibran, ada Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi yang sekarang telah resmi menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kemudian menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, menjabat sebagai Wali Kota Medan, Sumatera Utara.
Kontributor : Mutaya Saroh
Berita Terkait
-
Wasekjen PDIP Singgung Soal Etika saat Ditanya Hubungan Jokowi dan Megawati
-
Ditanya Soal Nasib Gibran di PDIP, Utut Adianto: Kita Tunggu Aja
-
Masih Nyeleneh, Gaya Politik Gibran Jadi Sorotan: Belum Tampak Keseriusan Jadi Cawapres Prabowo
-
Keresahan Ernest Praksa soal Gibran dan Pilres 2024 Didukung Alissa Wahid: Intelegensi Kalian di Atas Rata-Rata
-
Teriak-teriak Politik Dinasti Tapi Tetap Dipilih Juga, Ini Catatan Pengamat Politik Unsrat
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Investor Mundur dan Tambahan Anggaran Ditolak, Proyek Mercusuar Era Jokowi Terancam Mangkrak?
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024