Suara.com - Seseorang disebutkan benar-benar bisa merasakan baik atau buruk karena suasana hati temannya. Meski begitu, bukan berarti kita harus berhenti bergaul dengan teman-teman yang sedang mengalami kesedihan.
Studi baru dalam jurnal Royal Society Open Science ini menunjukkan, kebahagiaan dan kesedihan serta faktor gaya hidup dan perilaku seperti merokok, minum, obesitas, kebiasaan menjaga kebugaran, dan kemampuan untuk berkonsentrasi dapat memengaruhi jejaring sosial, baik online maupun dalam kehidupan nyata.
Penelitian ini mampu menunjukkan bagaimana pertalian pertemanan benar-benar saling memengaruhi. Penelitian ini sendiri dilakukan pada siswa sekolah yang mengalami depresi, dan menjawab pertanyaan tentang teman terbaik mereka.
Secara keseluruhan, 2.194 siswa dimasukkan dalam analisis dengan menggunakan model matematika untuk mencari koneksi di antara jaringan teman.
Anak-anak yang teman-temannya mengalami bad mood lebih cenderung melaporkan mood buruk pada mereka sendiri. Ketika orang memiliki lebih banyak teman bahagia, sebaliknya, suasana hati mereka cenderung membaik seiring berjalannya waktu.
Beberapa gejala yang terkait dengan ketidakberdayaan seperti depresi, kelelahan, dan kehilangan minat juga tampaknya mengikuti pola ini, yang oleh para ilmuwan disebut "penularan sosial".
"Namun, ini bukan sesuatu yang berbahaya dan orang perlu khawatirkan," kata penulis utama Robert Eyre, yang juga seorang mahasiswa doktoral di University of Warwick's Centre for Complexity Science.
Sebaliknya, ini kemungkinan hanya sebuah "Respons empati normal yang kita semua kenal, dan sesuatu yang kita kenali oleh akal sehat."
Dengan kata lain, ketika seorang teman sedang mengalami masalah parah, masuk akal jika seseorang merasa sakit, dan itu jelas bukan alasan untuk menjauh.
Baca Juga: Tidur Nyenyak dan Seks atau Naik Gaji, Mana yang Membahagiakan?
"Kabar baik dari pekerjaan kami adalah bahwa mengikuti saran berbasis bukti untuk memperbaiki olahraga seperti mood, tidur nyenyak dan mengatasi stres - dapat membantu teman Anda juga," ujarnya.
Studi tersebut juga menemukan bahwa memiliki teman yang depresi secara klinis tidak meningkatkan risiko peserta menjadi depresi pada diri mereka sendiri.
"Teman-teman Anda tidak membuat Anda berisiko sakit. Jadi tindakan yang baik hanyalah mendukungnya," kata Eyre.
Untuk meningkatkan mood, Eyre menyarankan melakukan sesuatu bersama-sama yang bisa nikmat untuk menyebarkan perasaan baik. (Time)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
-
Rupiah Bangkit Perlahan, Dolar AS Mulai Terpojok ke Level Rp16.760
Terkini
-
6 Perawatan Wajah Populer di Klinik Kecantikan, Terbaik untuk Kulit Sehat dan Bersinar
-
5 Sepatu Boots Lokal Setara Timberland, Bahan Kulit dan Tahan Lama
-
6 Sabun Cuci Muka Lagi Diskon di Sociolla, Hemat hingga Rp200 Ribu
-
5 Rekomendasi Sepatu Lari Lokal dengan Cushion Empuk, agar Tidak Nyeri Lutut saat Jogging
-
Mahsuri Hadirkan Booth Interaktif dan Promo Seru di Konser Kerlap Kerlip Festival 2025
-
5 Shio Paling Beruntung Jelang Hari Natal, Kamu Termasuk?
-
Promo Skincare Anti Aging Viva Spesial Natal 2025, Harga Rp80 Ribu Dapat 3 Serum!
-
30 Twibbon Natal 2025 dengan Desain Terbaru Kekinian, Gratis Buat PP Medsosmu!
-
5 Spot Wisata Kuliner Jogja: Asli Sedap, Bukan Efek Marketing FOMO
-
20 Ucapan Selamat Natal 2025, Cocok Buat Caption di Medsos atau Status WA