Suara.com - Selama pandemi Covid-19, segala yang bermotif tie dye kembali menjadi tren fesyen yang populer dan diminati oleh masyarakat.
Motif yang dihasilkan dari teknik ikatan ini bisa dengan mudah kita temui di berbagai item fesyen mulai dari kemeja, kaos, dress hingga sweater.
Pakaian ini pun lebih menjangkau masyarakat secara luas, tak hanya dewasa, tapi juga anak-anak. Ya, warna dan motif tak terduganya memang cocok dikenakan siapa saja.
Nah, untuk mengenal apa itu motif tie dye dan seperti apa sejarahnya, simak penjelasannya berikut, seperti yang Suara.com lansir dari Heroine.
1. Sebagai bentuk ekspresi diri dan penolakan terhadap kemapanan
Tie dye memiliki tempat yang tak terbantahkan dalam sejarah maupun masa depan Amerika Serikat (AS). Motif ini menjadi bentuk ekspresi diri selama berabad-abad.
Hingga pada tahun 1960-1970-an berfungsi sebagai lambang penolakan terhadap norma-norma sosial yang ketat yang diberlakukan pada masyarakat di tahun 1950-an.
Masyarakat menolak kekerasan, kapitalisme, materialisme, dan keseragaman. Hingga akhirnya muncul lah budaya hippie yang menyebarkan cinta, kasih sayang dan mencari individualisme melalui penggunaan teknik tie dye pada pakaian mereka.
2. Telah dikenal sejak 4000 SM
Bentuk seni tie dye telah digunakan di seluruh dunia sejak 4000 SM. Indian Bandhani adalah jenis pewarnaan ikat yang digunakan untuk menghias tekstil melalui pewarna dan penggunaan kuku untuk mencabut kain menjadi ikatan kecil untuk membentuk desain figuratif.
Istilah bandhani berasal dari kata kerja Sansekerta bandh, yang berarti "mengikat". Teknik Bandhani terkait erat dengan agama dan acara-acara seremonial seperti pernikahan atau bangun tidur, dan sering menggunakan pewarna alam tertentu yang mewakili acara tersebut.
Baca Juga: Fesyen Muslim Jadi Prioritas dalam Modest Fashion ISEF 2020
3. Budaya Jepang mengenalnya sebagai teknik shibori
Teknik pewarna ikat tertua kedua yang dikenal manusia bernama Shibori yang dipopulerkan oleh masyarakat Jepang Timur. Shibori Jepang pertama kali dicatat pada abad kedelapan dan masih dipraktikkan hingga saat ini.
4. Banyak musisi rock yang menggunakan motif tie dye Festival Woodstock 1969
RIT Dyes melihat peluang untuk berkembang dan mendanai beberapa seniman untuk memproduksi beberapa ratus kemeja tie dye unik untuk dijual selama Festival Woodstock 1969 di Bethel Woods, New York.
Musisi rock populer seperti John Sebastian, Jimi Hendrix, dan Janis Joplin menjadi simbol gerakan Woodstock, dengan mengenakan motif unik psikedelik. Bagi mereka yang menemukan rumah dalam budaya, tie dye mewakili penolakan kebiasaan moral masyarakat yang mapan.
Namun bagi mereka yang menolak cita-cita budaya hippie, tie dye adalah simbol penyalahgunaan narkoba, kebodohan, dan pemberontakan yang tidak beralasan.
5. Tradisi jual beli pewarna dan pakaian unik yang dilakukan Deadhead
Pada pertengahan 1980an, tie dye dan motif psikedelik mulai memudar popularitasnya. Namun, ada satu subkultur yang tetap setia pada motif warna-warni ini, yakni band Deadhead.
Penggemar setia Grateful Dead terus menggunakannya, memanfaatkan konser sebagai tempat untuk berdagang dan mendistribusikan pewarna dan pakaian yang unik. Saat band dibubarkan pada tahun 1995, aliran klasik kultus lainnya seperti Phish meneruskan tradisi tersebut.
6. Tie dye kini 'naik kelas'
Meski kita tahu, bahwa tie dye merupakan simbol penolakan terhadap kemapanan dari sejarahnya, namun kini semua motif dan teknik tersebut ramah bagi semua kaum.
Bahkan, pada Musim Semi 2019, peragaan busana mewah fashion kelas atas mulai menunjukkan bentuk yang lebih tinggi dari cetakan psikedelik dalam siluet yang canggih.
Catwalk Ready-to-Wear R13 Spring 2019 Chris Leba mendemonstrasikan hubungan antara politik dan mode kelas atas, dengan memadukan motif tentara dan pewarna cerah.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Hasil Survei Sebut Gen Z Lebih Percaya Bank Digital, Ini Alasannya!
-
Nonton Bola Lebih Seru, Pikachu Turun ke Lapangan Temani Anak-Anak di AFF U23
-
Nonton Drakor Sampai WFH, Gaya Hidup Digital Kian Butuh Internet Kencang
-
Golden Black Coffee Milik Tasya Farasya Ada Berapa Cabang? Jual Kopi Susu dengan 5 Tingkat Kafein
-
Apa Tugas Ratu Tisha Selama di PSSI? Dicopot Erick Thohir dari Jabatan Ketua Komite
-
5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung Glycolic Acid, Bikin Wajah Cerah dan Halus Mulai Rp25 Ribu
-
Hubungan Darah Dony Oskaria dengan Nagita Slavina, Baru Ditunjuk Jadi Plt Menteri BUMN
-
Viral Gadis Unboxing Upah Motol Bawang, Dibayar Rp12 Ribu untuk 16 Kg, Tetap Bahagia dan Bersyukur
-
Furnitur Kayu Naik Kelas: Estetik, Berbudaya, dan Ramah Lingkungan
-
Apakah Yurike Sanger dan Soekarno Punya Anak? Ini Fakta Lengkap Hubungan Mereka