Suara.com - Teknologi pangan saat ini sudah semakin pesat. Contohnya, kini hadir padi biofortifikasi yang digadang-gadang bisa jadi solusi hidden hunger alias kelaparan tersembunyi di Indonesia.
Hidden hunger atau kelaparan tersembunyi adalah masalah kekurangan gizi mikro yang tidak bisa dilihat berdasarkan kondisi fisik, melainkan menganggu pola pikir dan kemampuan menyelesaikan tugas maupun pekerjaan sehari-hari.
Gizi mikro alias mikronutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, tetapi memiliki peran penting bagi kesehatan tubuh. Mikronutrien terdiri dari vitamin dan mineral seperti zat besi, vitamin A, vitamin D, iodin, folat, zinc yang diukur dalam satuan miligram (mg), mikrogram (mcg), atau IU.
Medical dan Science Director Danone Indonesia, Dr.dr.Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam kegiatan Jelajah Gizi 2024 di Banyuwangi baru-baru ini menjelaskan seseorang yang alami hidden hunger bisa jadi sudah memiliki tinggi dan berat badan, yang ideal seolah terlihat sehat dan bugar.
Ini karena kondisi hidden hunger harus melalui pengecekan darah yang komprehensif untuk mengetahuinya.
"Jadi orang mungkin karena kalori cukup banyak makan karbohirat dan protein juga dapet, tapi selnya itu butuh zat gizi yang namanya vitamin dan mineral, karena metabolismenya itu nggak bisa nggak kalau gak ada vitamin dan mineral. Orang itu kalau dia badannya berat cukup, tapi kurang zat gizi mikro itu yang namanya hidden hunger, jadi lapar tersembunyi," jelas Dr. Ray kepada suara.com di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (6/11/2024).
Menariknya, lewat hasil kerjasama Danone Indonesia bersama Pandawara Agri dan Bulog untuk program binaan budidaya padi sehat, berhasil menginiasi padi biofortifikasi yang mengandung zat besi, zinc (seng) 3 kali lebih banya hingga vitamin yang mampu bantu memenuhi kebutuhan dasar mikronutrien alias zat gizi mikro masyarakat Indonesia.
"Sekarang banyak diteliti dan terbukti efektif namanya biofortifikasi. Jadi bukan berasnya yang udah jadi, begitu jadi padi, begitu mulai dibenihkan, benihnya itu yang difortifikasi. Ini namanya biofortifikasi, jadi lebih natural alami dan tidak merusak siklus tanam," papar dr. Ray.
Petani Padi Biofortifikasi, Suryantoko, di Desa Benelan Kidul, Banyuwangi bercerita kalau tidak ada yang berbeda dengan proses penanaman hingga waktu panen, yaitu selama 90 hingga 95 hari.
Baca Juga: Bandingkan Harga Gorengan Jakarta dengan Bandung, RK Mau Siapkan Dana Mitigasi Pangan Rp 1 Triliun
Suryantoko yang sudah mengalami satu kali panen padi biofortifikasi bercerita sudah melihat masa tanam generatif dan vegetatif dengan hasil yang cukup baik.
Apalagi Suryantoko meyakini, program padi fortifikasi ini nantinya mampu memiliki jangkauan yang semakin luas dan semakin banyak petani yang dilibatkan.
"Saya pribadi setelah dapat penjelasan Ibu Profesor (Staf Khusus Badan Gizi Nasional, Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS) dan Pak Dokter (Wagiu Basrowi), saya jadi pikirannya terbuka, dan lebih optimis padi biofortifikasi ini nanti ke depannya jadi lebih bagus lagi dan lebih luas, dan harapannya saya sebagai pribadi petani seperti itu," ungkap Suryantoko.
Di sisi lain, Staf Khusus Badan Gizi Nasional, Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS mengingatkan tantangan dari beras biofortifikasi biasanya tidak mudah dijangkau masyakarat karena harganya yang mahal. Hasilnya, keluarga pra sejahtera dengan anggota keluarga anemia dan stunting sulit membelinya.
"Fortifikasi beras itu bagus, tapi yang saya tanyakan itu, apakah harga bisa masuk (sesuai harga pasaran) atau tidak? Ternyata kalau beras biasa itu Rp 12.000 per kilogram, kalau premium Rp 13.500, kan kalau makan sekali beras 100 gram, kalau dua kali minimal jadi 200 gram karena nasi 100 gram 1.350 kalori, nah itu sudah masuk sesuai kebutuhan harian," papar Prof. Ikeu.
Namun terakhir Dr. Ray mengingatkan, mengonsumsi beras hasil biofortifikasi tidak lantas menghilangkan kewajiban makan bergizi seimbang.
"Justru pangan fortifikasi ini mengisi gap (jurang), potensi gap mikronutrien yang kurang tapi diisi dengan fortifikasi. Walaupun begitu, dengan adanya pangan fortifikasi kita harus tetap makan biasa dengan gizi seimbang," pungkas Dr. Ray.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
Terkini
-
Liburan Mewah Kini Milik Semua: Cruise Rp1 ke Mediterania? Ini Caranya!
-
Karya dan Ide Siswa SMA Indonesia yang Menginspirasi, Dari Sains Hingga Seni Kreatif
-
Profil Jeon Hye Bin: Artis Korea Kemalingan di Bali, Rugi Ratusan Juta
-
Dari Posyandu Hingga Maggot: Kisah Inspiratif Gerakan Masyarakat Ciptakan Lingkungan Sehat
-
Nagita Slavina Makan Cokelat Louis Vuitton, Harganya Fantastis tapi Tetap Dibagi-bagi
-
Siapa Irfan Ghafur? Trending usai Bikin Video 10 Menit bareng Ariel Tatum
-
Aceh Mati Listrik 3 Hari: Bisakah Warga Menuntut Ganti Rugi?
-
MDIS Ranking Universitas Berapa di Dunia? Diklaim Jadi Kampus Wapres Gibran
-
Apa Itu Golden Time Penyelamatan? Ramai DIbahas dalam Tragedi Ponpes Al Khoziny
-
Promo Superindo Hari Ini: Panduan Lengkap Belanja Hemat 3-5 Oktober 2025