Suara.com - Tradisi Apeman adalah tradisi membuat dan membagikan kue apem, terutama di masyarakat Jawa, sebagai bagian dari ritual menyambut bulan Ramadan.
Kata "apem" sendiri diadopsi dari bahasa Arab "afwun" yang berarti maaf.
Tradisi ini melambangkan permohonan maaf atas segala kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, serta sebagai pengingat untuk saling memaafkan sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
Tradisi Apeman merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.
Tradisi ini mengandung nilai-nilai luhur yang relevan sepanjang masa, seperti saling memaafkan, bersyukur, dan mempererat tali silaturahmi.
Sejarah dan Asal-usul
Asal-usul tradisi Apeman tidak terlepas dari penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Kue apem, yang terbuat dari tepung beras, gula, dan santan, merupakan hidangan yang populer di kalangan masyarakat Jawa pada masa lalu.
Selain itu, tradisi ini juga diyakini memiliki keterkaitan dengan tradisi Ruwahan, di mana masyarakat Jawa mengirimkan makanan kepada leluhur yang telah meninggal dunia.
Berkaitan Dengan Hubungan Sosial
Baca Juga: Masih Punya Utang Puasa? Begini Aturan Qadha yang Benar
Tradisi Apeman mengandung nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keagamaan dan sosial. Secara spiritual, tradisi ini menjadi momentum untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan, serta mempererat tali silaturahmi antar sesama.
Selain itu, tradisi Apeman juga menjadi simbol syukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT, serta sebagai ungkapan kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadan.
Dibagikan ke Tetangga
Tradisi Apeman biasanya dilakukan pada bulan Sya'ban atau Ruwah, yaitu bulan sebelum Ramadan. Masyarakat akan berkumpul untuk membuat kue apem bersama-sama.
Setelah selesai, kue apem akan dibagikan kepada tetangga, kerabat, dan masyarakat sekitar. Beberapa daerah juga memiliki tradisi khusus dalam pelaksanaan Apeman, seperti arak-arakan kue apem atau ritual khusus lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, tradisi Apeman mengalami beberapa penyesuaian. Meskipun demikian, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap dipertahankan. Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Berapa Tarif Manggung Raisa? Diva Pop Indonesia Ceraikan Hamish Daud
-
Masih Bingung Harus Pakai Sunscreen SPF Berapa? Ini Jawaban Dokter Spesialis Kulit
-
2 Promo G-DRAGON IN CINEMA CGV, Ada Poster Eksklusif 4DX dan Paket Combo Tiket
-
Apakah Tanggal 28 Oktober Termasuk Libur Nasional? Ini Jawabannya
-
Beauty Beyond Boundaries, Ruang Baru untuk Merayakan Kecantikan
-
Sumpah Pemuda 2025 yang ke Berapa? Ini Tema Resmi dan Makna di Balik Logonya
-
7 Parfum Lokal yang Wanginya Meninggalkan Jejak untuk Pria dan Wanita
-
6 Sabun Cuci Muka untuk Mengatasi Flek Hitam Usia 40-an, Harga Mulai Rp20 Ribuan
-
Rekomendasi 5 Sepatu Lokal Harga Rp200 Ribuan: Nyaman, Nggak Bikin Pegal saat Berdiri di KRL
-
Terpopuler: Raisa dan Hamish Sepakat Cerai, Warganet Debat Makan Pakai Tangan