Lifestyle / Komunitas
Selasa, 09 September 2025 | 18:18 WIB
Ilustrasi korban pembunuhan (freepik)
Baca 10 detik
  • Kasus mutilasi di Mojokerto, melibatkan pasangan belum sah yang dipicu oleh tekanan ekonomi dan konflik asmara.
  • Psikolog Forensik Reza Indragiri menyebut, mutilasi bisa terjadi karena tiga motif.
  • Setiap kasus mutilasi memiliki latar berbeda, sehingga sulit disimpulkan dengan satu penjelasan tunggal.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Kasus mutilasi di Mojokerto, tengah menyita perhatian publik dalam beberapa hari terakhir. Seorang perempuan tewas mengenaskan setelah dimutilasi oleh kekasihnya sendiri.

Korban bernama Tiara Angelina Saraswati, sementara pelaku adalah Alvi Maulana. Pasangan yang belum sah ini tinggal di sebuah kos di kawasan Lidah Wetan, Surabaya.

Aksi keji tersebut diduga dipicu oleh tekanan ekonomi serta konflik asmara. Emosi pelaku disebut memuncak setelah lama terpendam terhadap korban.

Dilaporkan, terdapat sekitar 310 potongan tubuh korban yang ditemukan di sejumlah lokasi berbeda. Temuan pertama kali diketahui oleh seorang warga.

Lantas, terlepas dari kasus mutilasi di Mojokerto, apa sebenarnya motif seseorang melakukan tindakan mutilasi yang begitu mengerikan?

Ilustrasi Korban Pembunuhan - Kronologi Pembunuhan Ibu Muda di Cianjur (Freepik)

Psikolog Forensik, Reza Indragiri, mengungkapkan bahwa ada beberapa kemungkinan motif di balik fenomena mutilasi.

Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan yang dapat melatarbelakangi aksi tersebut.

"Sayangnya tidak ada penjelasan tunggal tentang fenomena mutilasi, karena paling tidak ada dua kemungkinan bahkan mungkin tiga kemungkinan," kata Reza dikutip dari kanal YouTube PSYCHOLOGY pada Selasa, 9 September 2025.

Motif pertama, mutilasi dapat muncul sebagai bentuk ledakan emosional susulan dari pelaku yang tidak cukup puas hanya dengan melampiaskan amarah.

Baca Juga: Pilunya Kisah Orang Tua Tiara Korban Mutilasi Mojokerto, Jualan Sempol Demi Biayai Kuliah

"Satu, bahwa mutilasi dilakukan sebagai sebuah ekspresi ledakan emosional susulan. Jadi, tidak cukup bagi orang ini mengekspresikan amarahnya, dendamnya, sakit hatinya dengan cara menghabisi korban," terang Reza.

Setelah itu, muncul tindakan lanjutan berupa memotong atau mencacah tubuh korban untuk memperoleh rasa lega.

"Tapi harus diikuti dengan aksi susulan, yaitu memotong-motong, mencacah-cacah korbannya agar perasaan lega itu muncul. Itu kemungkinan pertama," beber Reza.

Kemungkinan kedua, mutilasi dilakukan untuk tujuan instrumental, misalnya untuk menghindari hukuman atau meraih keuntungan tertentu.

"Kemungkinan kedua adalah mutilasi dilakukan untuk tujuan instrumental. Untuk mendapatkan manfaat tertentu," terang Reza.

"Mulai dari lolos dari hukum karena berhasil menghilangkan barang bukti, atau juga untuk kepentingan mendapatkan kesaktian, mendapatkan uang, dan seterusnya, dan seterusnya," sambungnya.

Adapun motif ketiga, jika pelaku ternyata merupakan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ), maka dua asumsi sebelumnya menjadi tidak relevan.

"Atau yang ketiga, kalau pelaku ternyata orang yang tidak waras, maka berbagai macam asumsi tentang dua motif itu tadi terabaikan," terang Reza.

"Kenapa? Kalau sudah bicara tentang orang tidak waras, rasionalitas tidak berjalan, akal sehat tidak berfungsi," tandasnya.

Load More