Lifestyle / Female
Senin, 06 Oktober 2025 | 09:38 WIB
Audy Item yang kembali memiliki tubuh langsing. [Instagram]
Baca 10 detik
  • Audy Item berbagi kisah melawan obesitas dan menegaskan bahwa kondisi ini bukan soal malas, tapi penyakit kompleks yang perlu dukungan medis.
  • Obesitas butuh penanganan menyeluruh—dari gaya hidup hingga terapi medis seperti GLP-1 yang membantu menurunkan berat badan dan risiko penyakit.
  • Kampanye “Harapan yang Meringankan” hadir untuk mematahkan stigma obesitas dan mendorong masyarakat lebih empatik serta terbuka mencari bantuan.

Suara.com - Bagi penyanyi Audy Item, hidup sehat bukan sekadar menjaga penampilan. Di balik senyumnya saat ini, ada perjalanan panjang melawan sesuatu yang sering disalahpahami banyak orang: obesitas

Istri aktor laga Iko Uwais itu mengaku, perjuangan melawan obesitas bukan hal mudah baginya, terutama karena stigma sosial yang kerap melekat.

“Hidup dengan obesitas tidak mudah. Orang sering berpikir itu sekadar mengurangi makan atau berolahraga lebih banyak, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks,” ujar Audy. 

“Saya ingin orang lain tahu bahwa mereka tidak sendirian dan bahwa mencari bantuan adalah hal yang wajar,” tambah pelantun Di Balas dengan Dusta tersebut.

Kisah seperti yang dialami Audy memang mencerminkan realitas jutaan orang Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 1 dari 4 orang dewasa di Indonesia hidup dengan obesitas, angka yang terus meningkat setiap tahun. 

Kondisi ini bukan sekadar masalah penampilan atau gaya hidup, melainkan penyakit kronis multifaktorial yang melibatkan faktor genetik, biologis, lingkungan, dan sosial.

Menurut penjelasan dr. Sreerekha, perwakilan medis Novo Nordisk Indonesia, obesitas tidak dapat disederhanakan menjadi “kurang disiplin” atau “kurang olahraga”.

“Obesitas adalah penyakit, bukan kegagalan. Kami ingin mematahkan stigma itu. Pola makan sehat dan olahraga memang penting, tapi tidak selalu cukup karena banyak faktor lain yang berperan,” ujarnya.

dr. Sreerekha juga menambahkan bahwa penanganan obesitas idealnya dilakukan secara komprehensif dan multidisiplin, menyesuaikan kebutuhan tiap individu. 

Baca Juga: Benarkah Berat Badan Naik Saat Kurang Tidur dan Stres? Waspada Risiko Obesitas

Pendekatan ini kini diperkuat lewat Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Obesitas, yang menjadi panduan resmi dalam pengelolaan obesitas di Indonesia. 

Di dalamnya, terdapat empat pilar utama, modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis, intervensi bedah bariatrik, dan dukungan psikologis.

Dalam beberapa tahun terakhir, inovasi medis juga memberikan harapan baru. Salah satunya melalui terapi berbasis GLP-1, yang bila dikombinasikan dengan pola hidup sehat, dapat membantu 1 dari 3 pasien menurunkan berat badan hingga 20% dan mengurangi risiko penyakit jantung sebesar 20%.

Hasilnya bukan hanya berat badan yang lebih ideal, tapi juga kualitas hidup yang meningkat—terutama bagi mereka dengan riwayat gagal jantung atau osteoartritis lutut.

Kesadaran ini penting karena banyak pasien masih merasa bersalah atau malu dengan kondisinya. Studi global ACTION menunjukkan bahwa sebagian besar penderita obesitas merasa masalah berat badan sepenuhnya tanggung jawab pribadi.

Sementara tenaga kesehatan sering ragu membahas topik ini karena stigma yang ada. Padahal, diskusi terbuka dan penuh empati adalah langkah awal menuju pemulihan.

Load More