-
- Program “Petani Keren” yang digagas FAO membekali generasi muda dengan keterampilan modern dan pola pikir inovatif demi membangun pertanian produktif dan berkelanjutan.
- Pelatihan mengajarkan penerapan teknologi smart farming, praktik ramah lingkungan, serta pengelolaan bisnis agribisnis yang profesional.
- Harapannya mampu menumbuhkan minat generasi muda menjadi “agripreneur keren” yang berdaya saing dan berperan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
Suara.com - Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menggagas program pelatihan intensif bertajuk "Pelatihan Pertanian Petani Keren." Tujuannya membekali generasi muda dengan keterampilan dan pola pikir inovatif demi menciptakan sektor pertanian yang lebih produktif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Program ini hadir untuk menjawab tantangan nyata: berkurangnya populasi petani dan melorotnya minat generasi muda untuk turun ke sawah. Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia turut ambil bagian dalam program ini, khususnya dengan berbagi pengalaman dan strategi penerapan penghasilan tani yang berkeadilan.
Pelatihan "Petani Keren" digelar di Jakarta, Selasa (7/10). Program ini dirancang secara komprehensif dengan beragam materi krusial yang relevan bagi kebutuhan pertanian modern. Peserta dibekali teknologi smart farming, yakni pendekatan modern yang memungkinkan penggunaan sumber daya secara efisien untuk meningkatkan produktivitas.
Praktik pertanian ramah lingkungan juga menjadi fokus utama. Peserta diajak menerapkan metode budidaya yang menjaga kelestarian alam sekaligus meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem.
Tak hanya itu, aspek kewirausahaan dan pengelolaan bisnis agribisnis turut diajarkan secara mendalam. Para peserta dilatih untuk mengelola usaha pertanian secara profesional, mulai dari tahap perencanaan, produksi, hingga strategi pemasaran produk.
Keberhasilan program "Petani Keren" ini merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak strategis. Mulai dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, hingga Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), semua turut bergandengan tangan mendukung inisiatif ini. Tujuannya jelas: membangkitkan semangat kepemudaan agar terjun kembali ke sektor pertanian.
Sebanyak 30 anak muda terpilih menjadi peserta dalam pelatihan ini. Mereka berusia antara 17 hingga 29 tahun dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Pekanbaru, Lampung, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Keberagaman asal daerah ini mencerminkan potensi besar pertanian Nusantara yang tersebar di berbagai wilayah.
Latar belakang mereka pun beragam. Nggak cuma dari keluarga petani yang sudah akrab dengan dunia pertanian, banyak pula yang merupakan lulusan jurusan pertanian, agribisnis, agroteknologi, dan bidang lain yang relevan. Perpaduan latar belakang ini menciptakan suasana belajar yang dinamis dan interaktif, membuka ruang pertukaran ide serta perspektif antarpeserta.
Fokus utama pelatihan ini adalah membekali para pemuda agar mampu menerapkan sistem pertanian modern. Dalam praktiknya, peserta diajarkan memanfaatkan teknologi terkini tanpa meninggalkan prinsip keberlanjutan lingkungan.
Lebih dari itu, mereka juga dilatih untuk mengembangkan rencana bisnis yang inovatif. Jadi bukan semata mengincar cuan, tapi juga memaksimalkan potensi tanaman lokal serta memahami dinamika permintaan pasar. Dengan pendekatan ini, peserta diharapkan tumbuh menjadi "agripreneur" yang cerdas dan bertanggung jawab.
Dalam salah satu sesi pelatihan, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, yang juga mewakili Yayasan Bina Usaha Lingkungan (YBUL), menyampaikan studi kasus mengenai pengembangan strategi penghasilan yang adil dan berkelanjutan bagi petani, dengan fokus khusus pada pertanian lada.
Pendekatan tersebut diharapkan menjadi model inspiratif untuk meningkatkan kesejahteraan petani secara holistik. Alhasil, mereka nggak hanya memperoleh penghasilan yang layak, tetapi juga berpartisipasi dalam praktik pertanian yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Lada memang menjadi salah satu komoditas perdagangan penting bagi Indonesia. Khususnya di Bangka Belitung, Lada Muntok telah lama dikenal mendominasi pasar lada dunia. Tapi, perubahan pola pertanian yang kini banyak menggunakan input kimia malah bikin biaya produksi membengkak. Kualitas tanah pun melorot jika tidak digunakan secara bijak.
Lebih jauh lagi, petani lada harus menghadapi masa pengembangan lahan yang panjang. Bayangkan, mereka harus menunggu hingga tiga tahun tanpa panen. Kondisi ini tak pelak membuat pendapatan mereka tidak sebanding dengan upaya yang dikeluarkan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Sidi menjelaskan, “Butuh adanya transisi dari pertanian konvensional ke pertanian agroekologi atau organik yang mengedepankan pada kualitas tanah. Nah, penggunaan pestisida alami dan pupuk organik bisa menjadi solusi mengembalikan kembali unsur hara dalam tanah dan juga lebih murah dalam implementasinya.”
Berita Terkait
-
BPJS Kesehatan Angkat Duta Muda: Perkuat Literasi JKN di Kalangan Generasi Penerus
-
Keren! Dosen Polines Ajak Petani Demak Bertani Pakai IoT, Wujud Nyata Program Diktisaintek Berdampak
-
10 Fakta Kereta Petani di China yang Disebut-sebut Menginspirasi Indonesia
-
YES 2025: Berbagi Tips Investasi Bagi Generasi Muda Termasuk Sandwich Generation
-
Youth Economic Summit 2025 Dorong Generasi Muda Percepat Transformasi Ekonomi Indonesia
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
OJK Lapor Bunga Kredit Perbankan Sudah Turun, Cek Rinciannya
-
Profil PT Abadi Lestari Indonesia (RLCO): Saham IPO, Keuangan, dan Prospek Bisnis
-
Profil Hans Patuwo, CEO Baru GOTO Pengganti Patrick Walujo
-
Potret Victor Hartono Bos Como 1907 Bawa 52 Orang ke Italia Nonton Juventus
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
Terkini
-
7 Skincare Viva Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga, Ampuh Atasi Tanda Penuaan
-
Biodata dan Agama Fiki Naki, Resmi Menikahi Tinandrose
-
5 Rekomendasi Sunscreen Pria untuk Kulit Kusam, Wajah Auto Cerah dan Glowing
-
Arti Mimpi Potong Rambut Menurut Primbon Jawa, Pertanda Baik atau Buruk?
-
Promo Superindo Hari Ini: Panduan Hemat Belanja 24-27 November 2025
-
Petugas Haji Dibayar Berapa? Ini Kisaran Gaji dan Jadwal Rekrutmen 2026
-
9 Rekomendasi Cushion Minim Oksidasi, Semakin Lama Semakin Bagus di Wajah
-
Biodata Tinandrose, Penulis Buku dan Pebisnis Sukses yang Dinikahi Fiki Naki
-
5 Rekomendasi Bedak Tabur Ringan Buat Makeup Minimalis Usia 40 Tahun
-
Ramalan Zodiak 24 November 2025: Peluang Besar & Tantangan untuk 12 Bintang