Suara.com - Masjid Nur Khilafat, Ciamis, Jawa Barat disegel oleh Pemerintah Ciamis sejak 26 Juni 2014. Penyegelan masjid ini membuat Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) tidak bisa menjalankan ibadahnya, apalagi menyambut bulan Ramadan.
Mubaligh JAI Muhammad Syaiful Uyun, mengatakan, akibat penyegelan ini, JAI Ciamis tidak bisa melangsungkan ibadah tarawih dengan optimal.
"Kami hanya bisa tarawih di teras masjid. Memang, untuk sementara aman dan tidak ada yang mengganggu. Kami pun cukup semangat menjalankan ibadah ini," kata Syaiful dalam konfrensi persnya di Kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Minggu (29/6/2014).
Dia mengatakan, penyegelan ini membuktikan negara ikut berperan dalam membentuk intoleran, karena melibatkan Bupati Ciamis, Iing Syam Arifin.
"Masjid ini disegel dan dipasangi poster 'larangan musyawarah pimpinan daerah (Muspida) plus Kabupaten Ciamis," tambahnya.
Sementara itu, LBH Bandung, Arip Yogiawan, mengatakan, negara seharusnya menjamin warga negaranya untuk menjalankan aktivitas keyakinannya seperti diatur dalam UUD 1945. Karena itu, dia meminta supaya segel itu dicopot dan peran Bupati Ciamis perlu dievaluasi.
"Karena itu, kita akan adukan Bupati Ciamis Iing Syam Arifin karena fungsinya melaksanakan pelayanan publik ke lembaga pengawas yang terkait. Kita akan dorong untuk dievaluasi fungsi pelayanan publik yang dilakukan Bupati Ciamis ini," kata Yogi.
Sementara itu, Kordinator Advokasi Wahid Institute, Subhi Azhari menerangkan, peristiwa di Ciamis ini merupakan ratusan kasus intoleran. Dengan kasus ini, kata Subhi, membuktikan Indonesia negara darurat intoleran.
"Kasus ini tidak lepas dari situasi, kondisi, di mana negara tidak pernah bersikap tegas dan berpihak kepada hukum," tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Tambun, Bekasi, Palti Panjaitan, juga menceritakan peristiwa intoleran yang dirasakannya. Menurutnya, kasus yang menimpa kelompok kecil seperti ini kerap terjadi dan akan terus berdampak kepada kelompok keagamaan lainnya.
Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia mengatakan, banyaknya tindakan diskriminatif yang dilakukan pemerintah ini malah dapat membentuk perpecahan.
"Bila seperti ini tentunya akan membuat perpecahan antar umat beragama," kata Putri.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?
-
Eks Wakapolri Cium Aroma Kriminalisasi Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi: Tak Cukup Dilihat
-
Nasib 2 Anak Pengedar Narkoba di Jakbar: Ditangkap Polisi, 'Dilepas' Gara-gara Jaksa Libur
-
Mendiktisaintek: Riset Kampus Harus Bermanfaat Bagi Masyarakat, Tak Boleh Berhenti di Laboratorium
-
Dengarkan Keluhan Warga Soal Air Bersih di Wilayah Longsor, Bobby Nasution Akan Bangunkan Sumur Bor
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
Warga Bener Meriah di Aceh Alami Trauma Hujan Pascabanjir Bandang
-
Mutasi Polri: Jenderal Polwan Jadi Wakapolda, 34 Srikandi Lain Pimpin Direktorat dan Polres