Suara.com - Pemilihan kepala daerah secara langsung lebih banyak menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Hal itu dikatakan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay.
"Yang menang pilkada belum tentu merasa nyaman sebab yang kalah kadang-kadang melakukan protes. Bahkan hampir seluruh pilkada gubernur dan pilkada bupati/walikota diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Saleh Partaonan Daulay dihubungi di Jakarta, Senin (8/9/2014).
Akibatnya, kata Saleh, peluang untuk melakukan korupsi dan suap pun semakin besar. Bahkan mantan ketua MK juga terbukti melakukan korupsi besar-besaran terkait kasus-kasus sengketa pemilihan kepala daerah yang ditangani.
Saleh juga menilai pemilihan kepala daerah secara langsung telah banyak menyita perhatian dan energi masyarakat. Pada 2015 saja, tercatat lebih dari 260 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada.
Sementara dalam setahun hanya ada 365 hari. Itu artinya, kata Saleh, hampir setiap hari terjadi pemilihan kepala daerah.
"Semestinya, pemerintah, anggota legislatif, dan masyarakat lebih fokus untuk melaksanakan program pembangunan. Jika ada pilkada, fokus akan terbelah. Birokrasi di pemerintahan pun tidak jarang terpecah. Bahkan ada banyak pejabat karir atau birokrat yang dimutasi dan dinon-jobkan sebagai ekses pilkada," tuturnya.
Bila pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, Saleh menilai akan berimbas pada kinerja kepala daerah pada masa dua tahun atau satu tahun terakhir masa jabatannya.
Alih-alih fokus membangun daerah, para kepala daerah akan mengalihkan perhatiannya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pemilihan berikutnya. Akhirnya, program pembangunan pada masa itu hanya diarahkan dalam konteks pemenangannya dalam pilkada.
Karena itu, Saleh mengajak untuk berpikir secara objektif, yaitu apakah efek positif pemilihan kepala daerah secara langsung lebih banyak dari efek negatifnya. Itu harus direnungkan secara bersama-sama sebagai anak bangsa.
"Pilihan untuk menetapkan pilkada oleh anggota legislatif tidak boleh dilihat dari sudut politis saja, tetapi harus dilihat secara komprehensif dalam konteks kepentingan bangsa Indonesia secara keseluruhan," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka