Suara.com - Tindakan represif aparat kepolisian di Kota Makassar dalam melakukan pengamanan aksi demonstrasi mahasiswa menolak rencana kenaikan harga BBM kembali menuai kecaman. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar mengutuk aksi polisi yang menyebabkan tujuh wartawan dari sejumlah media tanah air terindikasi mengalami cedera.
"Polisi menyerang masuk ke dalam kampus dan menganiaya mahasiswa, melakukan aksi vandal dengan merusak banyak sepeda motor mahasiswa yang saat itu pemiliknya sedang mengikuti kuliah. Sikap sporadis polisi tak berhenti di situ. Mereka bahkan mulai berbalik menyerang jurnalis yang meliput kejadian tersebut," tulis AJI Kota Makassar dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Jumat (14/11/2014).
AJI mengungkap, hingga malam tadi, sudah 7 jurnalis yang teridentifikasi mengalami kekerasan. Satu di antaranya, yakni Waldy dari Metro TV, mengalami luka robek dan pendarahan di bagian kepala kiri depan. Ia terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan serius.
Enam wartawan lainnya masing-masing Iqbal Lubis (Koran Tempo), dan Ikrar Assegaf (Celebes TV), Asep (Rakyat Sulsel), Zulkarnain "Aco" (TV One), Rifki (Celebes Online), serta Fadly (media online kampus). Rata-rata, mereka dianiaya dengan cara ditendang, ditinju, dijambak, dan peralatan kerja jurnalistik dirampas, disita, lalu dirusak dan disabotase.
Iqbal, kartu memori kameranya direbut lalu dibawa kabur dan kameranya juga dirampas. Kameranya kini tanpa kartu memori dan kondisinya rusak. Ikrar juga demikian, saat mengambil gambar, beberapa kali kameranya dihantam oleh aparat kepolisian. Akibatnya, kamera milik Ikrar rusak dan tidak bisa lagi fokus.
Asef pun sama. Ia sempat terperangkap di tengah polisi, mendapatkan tendangan dan pukulan. Ia juga membawa kamera dan saat kejadian mengenakan kartu identitas. Zulkarnaen, Rifki, dan Fadly, sama-sama dipukuli, ditendang, dan dianiaya. Mereka tak bisa melawan. Dilaporkan, masih ada jurnalis lain yang mengalami kekerasan serupa namun belum teridentifikasi.
Kekerasan ini bermula dari bentrokan yang dipicu demo menentang kenaikan BBM oleh mahasiswa di Kampus Universitas Negeri Makassar Jalan AP Pettarani, Kamis, 13 November.
Atas kejadian ini, ada dua hal mendasar yang menjadi catatan AJI.
"Pertama, kasus penyerangan hingga ke dalam kampus. Ini merupakan aksi kelewat batas yang menginjak-injak wilayah otonom kampus, terlepas luka yang dialami Wakalporestabes Makassar, AKBP Toto Lisdiarto. Perusakan sepeda motor mahasiswa yang sedang kuliah dan penyiksaan dengan sistem pukul rata, merupakan aksi vandal, sabotase, dan patut diduga melanggar HAM," sebut AJI dalam rilis persnya.
Kedua, menurut AJI, polisi melakukan penganiayaan kepada jurnalis. AJI sangat menyayangkan, polisi yang mengklaim diri pengayom, justru melakukan pelanggaran terhadap regulasi, terutama UU Nomor 40/1999 tentang Pers.
"Seenaknya mereka merampas, menyita, memukul, dan menyiksa wartawan yang secara regulasi, dilindungi oleh undang-undang. Tentu saja, para pelaku juga melanggar KUHP karena melakukan penganiayaan," sebut AJI.
"Polisi melewati batas dan patut diduga telah melakukan tindakan di luar standart operasional procedure (SOP). Tak ada aturan yang membolehkan polisi menyerang wartawan saat melakukan pengamanan. Apalagi, saat itu, jurnalis sedang melaksanakan tugas, pada dasarnya juga melaksanakan amanah undang-undang.
Dalam konteks ini, polisi bukan hanya menghalang-halangi kerja jurnalis, tetapi lebih dari itu, sudah merusak peralatan mereka, hingga menganiaya. Bagi kami, perilaku polisi seperti ini sudah sangat di luar batas dan cenderung barbar. Ini tak boleh dibiarkan dan kami meyakini banyak pihak yang harus bertanggung jawab".
Atas kejadian tersebut, AJI menyatakan sikap:
1. Mengutuk kekerasan tindakan dilakukan polisi Makassar yang kelewatan dalam menangani unjuk rasa, hingga jurnalis pun dianiaya.
Berita Terkait
-
Penganiayaan Jurnalis di Jaktim Berakhir Damai, Pelaku Meminta Maaf dan Tempuh Restorative Justice
-
'Percuma Ganti Orang, Sistemnya Bobrok', Kritik Keras YLBHI di Tengah Isu Ganti Kapolri
-
Yakin Ganti Kapolri Cukup? KontraS Sebut Masalah Polri Jauh Lebih Dalam dari Sekadar Pimpinan
-
Tragis! Pelajar Kritis Disambit Helm Polisi, Bripda Abi Kurniawan Pasrah Kena Hukuman Ini
-
Ungkit 'Ikan Busuk Mulai dari Kepala', Fedi Nuril Nekat Tantang Kapolri Listyo: Makanya Mundur Pak!
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
Polisi Masih Dalami Sosok 'Bjorka' yang Ditangkap di Minahasa, Hacker Asli atau Peniru?
-
Rano Karno Sebut Penting Sedot Tinja 3 Tahun Sekali: Kalau Tidak bisa Meledak!
-
Korban Tewas Ponpes Al Khoziny Ambruk Jadi 14 Orang, Tim DVI Terus Identifikasi Santri Belasan Tahun
-
Diragukan Bjorka Asli, Dalih Polisi Ciduk WFH Pemuda Tak Lulus SMK yang Diklaim Bobol Data Bank
-
Viral Korban Kecelakaan Diduga Ditolak Puskesmas, Dibiarkan Tergeletak di Teras
-
Ombudsman RI Saran RUU Perampasan Aset Harus Perjelas Kerugian Akibat Korupsi dan Langgar HAM
-
Detik-detik Artis Keturunan Indonesia Ardell Aryana Disandera Tentara Israel saat Live TikTok
-
Rocky Gerung Pasang Badan Bebaskan Aktivis Kasus Demo Agustus: Mereka Bukan Kriminal!
-
Pastikan Serapan Anggaran MBG Membaik, Luhut: Menkeu Tak Perlu Ambil Anggaran yang Tak Terserap
-
Ngeri! Jakarta Masuk 5 Besar Kota dengan Udara Terburuk di Dunia