Suara.com - Pengamat Penerbangan Chappy Hakim memaparkan kondisi di mana pesawat bisa mengalami "stall" atau kehilangan daya angkat (loss of lift).
Chappy dalam "media gathering" yang bertajuk "Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia terkait dengan Carut Marut Penerbangan Penerbangan Nasional" di Jakarta, Rabu (21/1/2015) menjelaskan pesawat bisa terbang karena adanya kecepatan dan "angle of attack" (sudut dengan kemiringan tertentu dalam pesawat).
"Kalau 'angle of attack' itu terlalu tinggi atau rendah ditambah speed-nya (kecepatannya) habis, terjadilah 'loss of lift' atau 'stall'," katanya.
Dia menjelaskan pada umumnya posisi kritis dari "angle of attack", yakni 15 derajat dari "nose up" atau posisi hidung pesawat berada jauh lebih tinggi dari badan.
Dalam posisi normal, seharusnya kemiringan sudut "angle of attack" hanya sekitar lima derajat.
"Keadaan pesawat jatuh karena kehilangan daya angkat itu bisa terjadi pada 'high speed' (kecepatan tinggi) atau 'low speed' (kecepatan rendah)," katanya.
Untuk kasus pesawat AirAsia QZ8501, Chappy enggan menyimpulkan bahwa jatuhnya pesawat tersebut di Selat Karimata karena kondisi "stall".
Dia mengatakan hasil yang lebih akurat bisa dilihat dari hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Penerbangan (KNKT).
"Setiap pesawat punya 'performance' sendiri, kita tidak akan pernah tahu sebelum 'black box' itu dianalisis oleh KNKT," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Mantan Pilot Garuda Indonesia Shadrach Nababan mengatakan "stall" bukan satu-satunya penyebab pesawat bisa jatuh dengan fatal.
Ia juga mengatakan kondisi "stall" masih bisa dikendalikan oleh pilot karena tekanan udara di kabin dan dalam kokpit telah diatur sedimikan rupa hingga dalam ketinggian 30.000 kaki pun, pilot dan penumpang masih bisa bernapas.
"Ketinggian di kabin pesawat itu berbeda, misalkan kalau pesawat berada di 34.000 kaki, 'cabin pressure' dibuat seolah-olah masih di 7.000 kaki," katanya.
Pasalnya, dia mengatakan, batas adanya oksigen hanya sampai di ketinggian 10.000 kaki.
"Kalau dibuat sama, di atas 10.000 kaki itu sudah tidak ada oksigen," katanya.
Dia mengatakan perbedaan antara ketinggian sebenarnya pesawat dengan kabin pesawat tersebut dinamakan "differential pressure", yakni normalnya dalam kabin sekitar delapan "pound square inch" (Psi).
Shadrach mengatakan kecelakaan pesawat bisa dilihat dari analisis "cheese swiss model", yakni kesalahan manusia atau "human error/accident" bukan satu-satunya berada di tangan pilot, namun telah terjadi kesalahan laten sejak di pemilik maskapai itu sendiri.
Tahapan kesalahan tersebut dimulai dari kelalaian organisasi (organizational influences), kemudian diteruskan kepada kelalaian pengawasan (unsafe supervision), persiapan (preconditions for unsafe acts) dan ketika terbang (unsafe acts).
"Jika di semua tahapan itu terjadi bolong-bolong layaknya keju swiss, maka terjadi lah kecelakaan," katanya.
Namun, dia mengatakan hal itu pun masih bisa dihindari oleh pilot, namun jika potensi kecelakaan itu bisa diminimalisasi dari hulu, maka akan jauh lebih aman.
"Bahaya laten ini sudah ada peluang untuk celaka tapi tidak diantisipasi dari maskapai, sehingga yang terjadi pada kecelakaan itu berfokus di pilot," katanya. (Antara)
Tag
Berita Terkait
-
Bandara Ahmad Yani Semarang Kembali Buka Rute Internasional
-
Promo AirAsia Diskon Hingga 33 Persen untuk Semua Penerbangan!
-
Kronologi Jatuhnya Pesawat Latih yang Merenggut Nyawa Marsma TNI Fajar Adriyanto
-
Misteri Jatuhnya Pesawat Latih FASI: Prosedur Praterbang Sempurna, Apa Penyebab Marsma Fajar Gugur?
-
Saksi Mata Ungkap Detik-Detik Pesawat Miring Sebelum Hantam Tanah di Ciampea: Suaranya Mengerikan
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
FSGI Kecam Rencana Perbaikan Ponpes Al Khoziny Pakai Dana APBN: Lukai Rasa Keadilan Korban!
-
Krisis Politik di Madagaskar Memanas, Presiden Rajoelina Sebut Ada Upaya Kudeta Bersenjata
-
Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan: Para Petinggi PT Telkom Mulai Diselidiki Kejagung
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi
-
GIPI Soroti Pungutan Wisman dalam Revisi UU Kepariwisataan: Industri Wisata Bisa Terdampak
-
Momen Tepuk Sakinah Wali Kota Tegal Bikin Jokowi Ngakak, Nikahi Gadis Solo dengan Saksi Presiden
-
Mendorong Pertumbuhan Industri Halal yang Inklusif dan Berdaya Saing di ISEF 2025
-
Driver Ojol Ditemukan Tewas di Rumahnya, Warga Cium Bau Tak Sedap dari Dalam Kamar
-
Truk Tangki Pertamina Meledak di Kemanggisan, Warga Panik dan Kocar-Kacir Tengah Malam
-
Advokat Senior Sorot Kasus Dugaan Korupsi Digitalisasi Pendidikan Nadiem Makarim: Banyak Kejanggalan