Sejumlah prajurit TNI AU berjaga di dekat badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (Antara)
Pesawat F-16 Fighting Falcon Block 52ID nomor registrasi TT-1643 gagal terbang dan terbakar di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015) pagi. Pesawat yang dipiloti oleh Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono MA itu merupakan hibah dari Amerika Serikat.
Menanggapi insiden tersebut, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin menyebut kondisi pesawat F-16 saat ini memang tidak layak pakai.
"Pesawat itu adalah pengadaan yang baru, itu dulu kami tolak mati-matian," kata Hasanuddin di DPR, Jakarta, Kamis (16/4/2015).
Pengadaan pesawat F-16, kata Hasanuddin, terjadi pada mata anggaran 2010-2011 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami dulu menolak mati-matian karena sesungguhnya dalam renstra itu mau beli enam buah pesawat full (equip) seharga 650 juta (dollar) US, baru. Itu tercanggih. Tapi kepala staf tiba-tiba berganti dan kebijakan berganti juga dan tidak setuju membeli yang baru dengan alasan hanya dapat sedikit, dan memilih membeli yang bekas dan dapat 24," katanya.
Penolakan ini, lantaran ada beberapa aspek yang perlu dilihat. Hasanuddin menerangkan, pesawat bekas yang dibeli ini merupakan pesawat-pesawat yang sudah grounded di Gurun Arizona. Bahkan, pesawat yang dibeli ini adalah kanibalan. Lalu, pesawat ini merupakan pesawat patroli dalam negeri dan bukan pesawat tempur.
"Tapi ini sudah atas persetujuan Menteri Pertahanan dan Presiden. Dan kami menyesal kenapa beli yang bekas," kata dia.
Yang disesalkan DPR lagi, kata dia, angka pembelian pesawat juga berubah. Awalnya, 650 juta dollar AS untuk pembelian 24 pesawat bekas, namun ternyata naik menjadi 800 juta dollar AS.
"Kita tidak tahu itu, ini kan rekanannya," ujar dia.
Pesawat-pesawat yang dibeli juga dianggap bermasalah karena pada upacara 5 Oktober 2014, empat pesawat yang dipamerkan ternyata tidak bisa digunakan.
"Dari empat pesawat, dua itu crack atau retak, tidak bisa dipakai," kata Hasanuddin.
Karenanya, dia berharap 24 pesawat ini diinvestigasi lagi. Sebab, kata Hasanuddin, pesawat bekas seperti itu dapat membahayakan para pilot.
"Saran saya 24 pesawat itu harus dicek ulang dan investigasi. Jadi, mari kita evaluasi, jangan lagi beli perlengkapan yang di-direct oleh rekanan. Rekanan kan pendekatannya untung, kan kasihan perwira kita. Itu senjata-senjata yang sudah rongsok, diperbaiki kemudian dijual ke kita," ujarnya.
Menanggapi insiden tersebut, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin menyebut kondisi pesawat F-16 saat ini memang tidak layak pakai.
"Pesawat itu adalah pengadaan yang baru, itu dulu kami tolak mati-matian," kata Hasanuddin di DPR, Jakarta, Kamis (16/4/2015).
Pengadaan pesawat F-16, kata Hasanuddin, terjadi pada mata anggaran 2010-2011 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kami dulu menolak mati-matian karena sesungguhnya dalam renstra itu mau beli enam buah pesawat full (equip) seharga 650 juta (dollar) US, baru. Itu tercanggih. Tapi kepala staf tiba-tiba berganti dan kebijakan berganti juga dan tidak setuju membeli yang baru dengan alasan hanya dapat sedikit, dan memilih membeli yang bekas dan dapat 24," katanya.
Penolakan ini, lantaran ada beberapa aspek yang perlu dilihat. Hasanuddin menerangkan, pesawat bekas yang dibeli ini merupakan pesawat-pesawat yang sudah grounded di Gurun Arizona. Bahkan, pesawat yang dibeli ini adalah kanibalan. Lalu, pesawat ini merupakan pesawat patroli dalam negeri dan bukan pesawat tempur.
"Tapi ini sudah atas persetujuan Menteri Pertahanan dan Presiden. Dan kami menyesal kenapa beli yang bekas," kata dia.
Yang disesalkan DPR lagi, kata dia, angka pembelian pesawat juga berubah. Awalnya, 650 juta dollar AS untuk pembelian 24 pesawat bekas, namun ternyata naik menjadi 800 juta dollar AS.
"Kita tidak tahu itu, ini kan rekanannya," ujar dia.
Pesawat-pesawat yang dibeli juga dianggap bermasalah karena pada upacara 5 Oktober 2014, empat pesawat yang dipamerkan ternyata tidak bisa digunakan.
"Dari empat pesawat, dua itu crack atau retak, tidak bisa dipakai," kata Hasanuddin.
Karenanya, dia berharap 24 pesawat ini diinvestigasi lagi. Sebab, kata Hasanuddin, pesawat bekas seperti itu dapat membahayakan para pilot.
"Saran saya 24 pesawat itu harus dicek ulang dan investigasi. Jadi, mari kita evaluasi, jangan lagi beli perlengkapan yang di-direct oleh rekanan. Rekanan kan pendekatannya untung, kan kasihan perwira kita. Itu senjata-senjata yang sudah rongsok, diperbaiki kemudian dijual ke kita," ujarnya.
Tag
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah