Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa Ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarno tidak pernah mengatakan memiliki keinginan membubarka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ibu Mega tidak pernah bilang begitu (membubarkan KPK),” kata JK saat ditemui pembukaan pameran IIMS 2015 di JIexpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (19/8/2015).
JK menjelaskan, pernyataan Presiden RI kelima tersebut adalah jika tindak korupsi sudah tidak ada lagi, maka KPK bisa dibubarkan.
“Ibu Mega tidak pernah bilang begitu (Bubarkan KPK). Bu mega mengatakan kalau korupsi sudah habis (KPK tidak diperlukan). Kita kan korupsi sekarang sudah menurun tapi tentu belum, masih ada. Bu Mega tidak pernah bilang bubarkan tapi kalau tindak korupsinya sudah habis,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri menyoroti keberadaan lembaga ad hoc, khususnya keberadaan KPK yang sebenarnya dapat dibubarkan karena sifatnya sementara.
"Dan seharusnya kita harus menghentikan yang namanya korupsi sehingga komisi yang sebetulnya sifatnya ad hoc ini harus sementara saja dapat dibubarkan," kata Megawati saat menjadi pembicara kunci di Seminar Konstitusi "Mengkaji Wewenang MPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia" yang digelar MPR, Selasa (18/8/2015).
Mega mengatakan dibentuknya KPK memiliki alasan yang kuat saat dibentuk, yaitu untuk memberantas korupsi. Menurut dia, keberadaan institusi itu tidak diperlukan apabila korupsi sudah ditangani dengan baik.
"Kalau sekarang putar-putar terus maka sampai kapan (keberadaan) KPK, padahal pembentukannya memiliki alasan," ujarnya.
Mega menyadari pernyataannya itu akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, dan bahkan dirinya bisa di "bully" (dipersoalkan) karena dinilai sebagai sebuah atraksi. Mega menilai ucapannya sangat logis karena apabila tidak ada korupsi maka tentu saja KPK tidak ada lagi.
"Kalau seperti ini, saya di media sosial akan di-'bully' sebagai sebuah atraksi. Kalau tidak korupsi ya tentu saja KPK dong yang tidak ada lagi dan itu pemikiran yang logis," katanya.
Selain itu, Megawati menyoroti keberadaan lembaga ad hoc yang jumlahnya sekitar 80, namun perlu dikaji ulang. Hal itu, menurut dia, karena lembaga ad hoc itu banyak menyerap budget dari negara.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun