Suara.com - Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menunda rencana pemberlakuan peraturan yang mewajibkan setiap maskapai melacak keberadaan pesawat mereka, hingga tahun 2018. Padahal, semula, badan bentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu berencana memberlakukan peraturan tersebut pada bulan November 2016.
Dengan peraturan tersebut, seluruh pesawat penumpang besar diwajibkan melaporkan posisi mereka paling tidak sekali setiap 15 menit. Peraturan ini dibuat sebagai salah satu langkah untuk mencegah terulangnya kembali insiden hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370.
Namun, sebuah badan komite di ICAO menyarankan agar pemberlakuan peraturan itu ditunda hingga bulan November 2018. Alasannya, ICAO ingin memberi waktu lebih banyak kepada maskapai untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Komite tersebut juga menyarankan agar ICAO mempertimbangkan sistem pelacakan otomatis. Dengan demikian, beberapa maskapai dipastikan harus memasang perangkat baru pada pesawat mereka.
Saat pertama kali peraturan tersebut diajukan, ICAO mengatakan, sebagian pesawat jarak jauh yang tidak memiliki alat pelacak, harus melaporkan posisi mereka lewat radio.
Namun, menurut komite penasihat ICAO yang dinamakan Normal Aircraft Tracking Implementation Initiative (NATII), jika pilot harus melaporkan posisi mereka secara manual, maka hal itu bisa mengganggu kerja pilot, dan menimbulkan masalah keselamatan.
Sebuah sumber dari ICAO menyebut, beberapa negara menyatakan keberatan dengan batas waktu yang ditetapkan oleh ICAO. Mereka menilai, tahun 2016 masih terlalu dini, karena butuh dilakukan perancanaan dan pelatihan.
Pesawat Malaysia Airlines MH370 hilang saat melakukan penerbangan dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Beijing, Cina, pada 8 Maret 2014. Pesawat jenis Boeing tersebut hilang bersama 239 penumpang dan krunya. (Reuters)
Berita Terkait
-
Satu Dekade Berlalu, Malaysia Kembali Cari Pesawat MH370 yang Hilang Misterius
-
Broken Ridge Dimana? Diduga Kuat Jadi Lokasi Jatuhnya Pesawat MH370
-
Sinopsis MH370: The Plane That Disappeared, Tayang di Netflix
-
Netflix Ungkap Misteri Besar Hilangnya MH370 dalam Sebuah Dokumenter
-
Temuan Puing MH370 Kuatkan Indikasi Pilot Sengaja Jatuhkan Pesawat
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
Imbas Insiden Mobil Terabas Pagar, Siswa SDN Kalibaru 01 Belajar Daring
-
RSUD Aceh Tamiang Kembali Buka, Warga Keluhkan Penyakit Kulit dan Gangguan Pernapasan Pascabanjir
-
BGN Tegaskan Mitra MBG Jangan Ambil Untung Berlebihan: Semangka Jangan Setipis Tisu!
-
Plus Minus Kapolri Ditunjuk Presiden Tanpa Restu DPR, Solusi Anti Utang Budi atau Sama Saja?
-
Polisi Buka Peluang Tersangka Baru dalam Tragedi Kebakaran Ruko Terra Drone
-
Puslabfor 'Bongkar' Ulang TKP Kebakaran, Buru Bukti Jerat Bos Terra Drone
-
Korban Tewas Bencana di Agam Tembus 192 Orang, 72 Masih Hilang
-
Lonjakan Pemilih Muda dan Deepfake Jadi Tantangan Pemilu 2029: Siapkah Indonesia Menghadapinya?
-
MKMK Tegaskan Arsul Sani Tak Terbukti Palsukan Ijazah Doktoral
-
Polisi Kembali Lakukan Olah TKP Terra Drone, Apa yang Dicari Puslabfor?