Suara.com - Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr DW Thadeus berpendapat tidak perlu dilakukan diplomasi dengan negara lain terkait penenggelaman kapal "illegal fishing" asing yang masuk ke perairan Indonesia.
"Hukumnya sudah jelas. Tidak perlu harus minta izin atau diplomasi segala karena memang para 'illegal fishing' itu datang ke wilayah kita dengan tahu. Mereka tahu kalau tindakan tersebut adalah tindakan melanggar hukum tetapi terus dilakukan," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.
Hal tersebut disampaikannya menyusul rencana penenggelaman 16 kapal "illegal fishing" oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada pekan depan yang berpatokan pada Kemen-KKP UU/45/2009 tentang Perikanan yang mengizinkan penenggelaman kapal asing yang memasuki perairan Indonesia.
Menurut dia hal yang akan dilakukan oleh pihak KKP tersebut harus mendapat dukungan penuh dari pihak terkait, seperti TNI AL serta PolAirud. Nelayan-nelayan asing tersebut telah masuk dan menerobos daerah teritorial wilayah yang pada intinya melanggar daerah teritorial negara Indonesia.
Di samping menerobos wilayah perairan Indonesia tanpa memiliki dokumen yang lengkap, kapal-kapal asing itu juga tentu saja melakukan kegiatan 'illegal fishing' di wilayah Indonesia dengan cara mencari dan mengeruk habis hasil-hasil laut Indonesia, bahkan juga merusak ekosistem laut Indonesia.
"Mereka sudah masuk secara ilegal, bagaimana mungkin sudah masuk secara ilegal, terus mereka juga melakukan kegiatan-kegiatan lain yang melanggar hukum. Karena itu tindakan dari KKP itu harus dilakukan, kalau perlu secepatnya," ujarnya.
Menurut pria yang juga dosen hukum internasional di Undana tersebut, dengan terus dilakukan penenggelaman kapal-kapal nelayan asing yang melanggar kedaulatan NKRI dan mencuri ikan, maka perlahan-lahan akan memberikan efek jera kepada nelayan-nelayan asing lainnya.
Dia mengatakan, secara hukum internasional tindakan seperti itu merupakan tindakan bernegara. Indonesia sebagai sebuah negara berkembang perlu menjaga dan mempertahankan negaranya dari berbagai hal yang berkaitan dengan pencurian hasil alam yang dilakukan oleh nelayan-nelayan negara lain.
"Pemerintah kita juga seharusnya bisa menyampaikan soal 'illegal fishing' sebab sebagai negara yang berkembang, kita juga harus bisa berperilaku sebagai negara yang mengakui hukum internasional, seperti yang dilakukan oleh negar-negara yang lainnya," tuturnya. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Agenda Natal di Katedral Jakarta: Misa Pontifikal hingga Misa Lansia
-
Sampah Jadi Listrik Dinilai Menjanjikan, Akademisi IPB Tekankan Peran Pemilahan di Masyarakat
-
Wapres Gibran ke Jawa Tengah, Hadiri Perayaan Natal dan Pantau Arus Mudik Akhir Tahun
-
Jurnalisme Masa Depan: Kolaborasi Manusia dan Mesin di Workshop Google AI
-
Suara.com Raih Top Media of The Year 2025 di Seedbacklink Summit
-
147 Ribu Aparat dan Banser Amankan Misa Malam Natal 2025
-
Pratikno di Gereja Katedral Jakarta: Suka Cita Natal Tak akan Berpaling dari Duka Sumatra
-
Kunjungi Gereja-Gereja di Malam Natal, Pramono Anung: Saya Gubernur Semua Agama
-
Pesan Menko Polkam di Malam Natal Katedral: Mari Doakan Korban Bencana Sumatra
-
Syahdu Misa Natal Katedral Jakarta: 10 Ribu Umat Padati Gereja, Panjatkan Doa untuk Sumatra