Suara.com - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional bidang lingkungan "Greenpeace" mengupayakan advokasi hukum setelah permintaannya ditolak pemerintah terkait informasi data penguasaan hutan dalam bentuk peta digital.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Teguh Surya dalam penyataan tertulis diterima, Jumat (13/11/2015), menyampaikan proses hukum itu akan dimulai dari pengadilan tingkat pertama sampai ke tingkat paling tinggi, yakni Mahkamah Agung (MA).
"Kami dan pengacara publik mengumumkan pengajuan perkara hukum, meminta pemerintah menjadikan peta digital terkait siapa yang menguasai hutan Indonesia sebagai data publik," ujarnya.
Permintaan pembukaan informasi data tersebut, ungkapnya, telah dilakukan sejak 8 September 2015. Namun, pemerintah menolak permintaan untuk membuka peta digital yang dibutuhkan.
Greenpeace meminta informasi yang dinilainya penting itu harus adalah milik publik di bawah Undang-undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Ia menjelaskan, ketersediaan data penguasa hutan di negara ini bagi publik sangat penting. Dengan demikian, publik bisa mengawasi dan memonitor praktek perusakan hutan.
Sebab, kerusakan hutan dan lahan, terutama ekosistem gambut, kabut asap dan dampak kerugian lain yang terjadi saat ini merupakan tragedi kemanusiaan.
"Indonesia saat ini sedang mencoba memulihkan diri dari kerusakan dan kehancuran akibat kebakaran dan kabut asap beracun," tuturnya.
Sementara itu, Pengacara Publik Iskandar Sonhaji menegaskan pihaknya akan mengawal proses sengketa keterbukaan peta itu sampai ke pengadilan tingfkat akhir.
Hal itu dikarenakan jutaan masyarakat di Indonesia telah terkena dampak buruk dari kabut asap selama berbulan-bulan pada tahun ini.
"Sementara, mereka memiliki hak atas informasi penting dalam rangka memastikan tidak akan terulangnya kebakaran yang menghancurkan lingkungan di masa datang," tegasnya. (Antara)
Berita Terkait
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui
-
Kenapa Harimau Masuk ke Permukiman? Pakar Beri Penjelasannya
-
Riset Auriga: Kayu Deforestasi Indonesia Masih Mengalir ke Eropa, Habitat Orangutan Terancam
-
Deforestasi Dunia Naik Lagi: Kenapa Indonesia Ikut Kembali Jadi Sorotan?
-
NHM Gelar Simulasi Tanggap Darurat Karhutla, Perkuat Kesiapsiagaan di Tambang Indonesia Timur
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Jejak Korupsi Riza Chalid Sampai ke Bankir, Kejagung Periksa 7 Saksi Maraton
-
'Tidak Dikunci, tapi Juga Tidak Dipermudah,' Dilema MPR Sikapi Wacana Amandemen UUD 1945
-
Lisa Mariana Sumringah Tak Ditahan Polisi Usai Diperiksa Sebagai Tersangka: Aku Bisa Beraktivitas!
-
Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya
-
'Apa Hebatnya Soeharto?' Sentilan Keras Politisi PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan
-
Efek Jera Tak Mempan, DKI Jakarta Pilih 'Malu-maluin' Pembakar Sampah di Medsos
-
Menas Erwin Diduga 'Sunat' Uang Suap, Dipakai untuk Beli Rumah Pembalap Faryd Sungkar
-
RDF Plant Rorotan, Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui