Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Teddy Anggoro menilai jawaban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal ketidakmauan untuk membuka bukti dasar penetapan mantan Dirut Plindo II RJ Lino sebagai tersangka dalam sidang pra peradilan yang dipimpin oleh Hakim Udjianti adalah bentuk penghinaan kepada pengadilan.
“Praperadilan berwenang membuka alat bukti. Jika Penyidik tidak membuka dengan alasan riskan hal ini merupakan bentuk ketidakpercayaan kepada hakim dan merupakan bentuk contemp of court atau penghinaan kepada pengadilan,” kataTeddy dalam pernyataan resmi, Selasa (19/1/2016).
Dalam hal ini, lanjutnya, KPK kontradiktif karena di satu sisi menyebut bahwa bukti dikumpulkan sejak penyelidikan tapi di sisi lain menyebutkan hakim tidak berwenang menghentikan perkara sekalipun alat bukti belum lengkap. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK telah melanggar Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan due process of law dalam penegakan hukum.
Menurut dia, soal praperadilan sudah jelas dipaparkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memuat prinsip-prinsip/ asas hukum. Diantaranya prinsip legalitas, prinsip keseimbangan, asas praduga tidak bersalah, prinsip pembatasan penahan, asas ganti rugi dan rehabilitasi, penggabungan pidana dan tuntutan ganti rugi, asas unifikasi, prinsip diferensiasi fungsional, prinsip saling koordinasi, asas keadilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, dan prinsip peradilan terbuka untuk umum.
Sementara tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan Pasal 80 KUHAP yang menegaskan bahwa tujuan dari pada praperadilan adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal.
”Esensi dari praperadilan itu untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, agar tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum,” tegasnya.
Sehingga tujuan atau maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas aqusatoir dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan.
Teddy menilai kegagapan KPK di depan sidang pra peradilan dengan termohon mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino hanya menegaskan ketidaksiapan lembaga anti rasuah tersebut dalam penetapan status tersangka pada kasus pengadaan 3 (tiga) unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tahun 2010.
Dia mencatat pada awal Oktober 2015 Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP kepada media mengatakan kasus dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) masih dalam tahap penyelidikan. Johan mengakui KPK mengalami kendala dalam penyelidikan kasus tersebut.
Padahal kasus ini telah dimulai ditindaklanjuti KPK Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin Lidik 12/01/03/2014 tanggal 5 Maret 2014 untuk melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 3 (tiga) unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) tahun 2010.
“Bayangkan sejak 2014! KPK sudah minta keterangan pada 18 orang termasuk RJ Lino, ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ternyata sampai awal Oktober 2015, KPK belum menemukan dua bukti. Lalu kenapa bisa dalam waktu singkat, bahkan di akhir masa jabatan diteken penetapan status tersangka?” ujarnya.
Berita Terkait
-
KPK Bongkar Modus 'Jatah Preman' Gubernur Riau, Proyek Dinas PUPR Dipalak Sekian Persen
-
Nasib Gubernur Riau di Ujung Tanduk, KPK Umumkan Status Tersangka Hari Ini
-
Alamak! Abdul Wahid jadi Gubernur ke-4 Terseret Kasus Korupsi, Ini Sentilan KPK ke Pemprov Riau
-
Nasib Diumumkan KPK Hari Ini, Gubernur Riau Wahid Bakal Tersangka usai Kena OTT?
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
Terkini
-
PSI Puji Prabowo yang Siap Tanggung Utang Whoosh: Sikap Negarawan Bijak
-
Hindari Jerat Penipuan! Kenali dan Cegah Modus Catut Foto Teman di WhatsApp dan Medsos
-
Mahasiswa Musafir Tewas Dikeroyok di Masjid Sibolga: Kemenag Murka, Minta Pelaku Dihukum Berat
-
KPK Bongkar Modus 'Jatah Preman' Gubernur Riau, Proyek Dinas PUPR Dipalak Sekian Persen
-
Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Hari Ini, Daerah Anda Termasuk yang Waspada? Cek di Sini!
-
Kabar Gembira! Utang BPJS 23 Juta Orang Bakal Lunas, Cak Imin Umumkan Pemutihan Iuran di 2025
-
'Keramat', Nasib Sahroni hingga Uya Kuya Ditentukan di Sidang MKD Hari Ini, Bakal Dipecat?
-
MKD Gelar Sidang Putusan Anggota DPR Nonaktif Hari Ini, Uya Kuya Hingga Ahmad Sahroni Hadir
-
Identitas 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Diumumkan Besok, Polda Undang Keluarga Reno, Ada Apa?
-
Berdayakan UMKM dan Keuangan Inklusif Desa, BNI Raih Outstanding Contribution to Empowering MSMEs