Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menggelar prarekontruksi kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin di Restoran Olivier, Grand Indonesia, Jakarta, Senin (11/1). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Anggota Dewan Pers dari unsur tokoh masyarakat Yosep Stanley Adi Prasetyo menilai pemberitaan media massa tentang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin (27) yang melanggar presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah dan trial by press atau menghakimi dapat digugat.
"Tentu, bisa digugat," kata Stanley kepada Suara.com, Selasa (3/2/2016).
Stanley sendiri sekarang sedang menunggu adanya anggota masyarakat yang menggugat pemberitaan media massa terkait kasus yang sekarang menjerat teman Mirna, Jessica Kumala Wongso (27), menjadi tersangka. Tapi, sejauh ini belum ada yang datang ke Dewan Pers.
"Terlepas nanti terbukti misalnya dia pelakunya, tapi apa yang diberitakan sekarang sudah melampaui fakta dan sudah mengarah-arahkan (ke pelaku)," kata Stanley seraya mengingatkan saat ini kasus tersebut masih tahap penyidikan.
Secara profesional, Stanley menilai pengemasan berita kasus Mirna sejak penyelidikan sampai penyidikan cenderung melanggar presumption of innocence dan trial by press.
Ketika ditanya media mana yang paling banyak melanggar, Stanley menyebut televisi.
"Menurut saya paling banyak televisi karena televisi membuat siaran secara ada yang tunda dan ada juga yang live wawancara dengan saksi-saksi, analisa-analisa. Itu tidak pada tempatnya. Tempatnya mestinya di pengadilan," kata Stanley seraya mengatakan kesaksian-kesaksian dan analisa-analisa bisa mempengaruhi independensi penyidik dan hakim.
Dalam meliput kasus Mirna, kata Stanley, seharusnya wartawan cukup memberitakan bahwa Mirna meninggal dan pencernaannya ditemukan ada pendarahan yang disebabkan sianida. Lalu, polisi sedang mengusut kasus tersebut. Cukup.
"Harusnya tidak boleh wawancara ahli, bikin analisis, bahkan ada Kompolnas segala," kata dia seraya mengatakan kesaksian-kesaksian itu kemudian direkonstruksi untuk membuat kesimpulan seakan-akan media sudah jadi pengadilan.
Stanley menyebut sebagian media massa cenderung tidak sabar menunggu proses pengadilan.
"Media cenderung membuat pengadian sendiri, merasa sangat hebat," kata Stanley.
"Tentu, bisa digugat," kata Stanley kepada Suara.com, Selasa (3/2/2016).
Stanley sendiri sekarang sedang menunggu adanya anggota masyarakat yang menggugat pemberitaan media massa terkait kasus yang sekarang menjerat teman Mirna, Jessica Kumala Wongso (27), menjadi tersangka. Tapi, sejauh ini belum ada yang datang ke Dewan Pers.
"Terlepas nanti terbukti misalnya dia pelakunya, tapi apa yang diberitakan sekarang sudah melampaui fakta dan sudah mengarah-arahkan (ke pelaku)," kata Stanley seraya mengingatkan saat ini kasus tersebut masih tahap penyidikan.
Secara profesional, Stanley menilai pengemasan berita kasus Mirna sejak penyelidikan sampai penyidikan cenderung melanggar presumption of innocence dan trial by press.
Ketika ditanya media mana yang paling banyak melanggar, Stanley menyebut televisi.
"Menurut saya paling banyak televisi karena televisi membuat siaran secara ada yang tunda dan ada juga yang live wawancara dengan saksi-saksi, analisa-analisa. Itu tidak pada tempatnya. Tempatnya mestinya di pengadilan," kata Stanley seraya mengatakan kesaksian-kesaksian dan analisa-analisa bisa mempengaruhi independensi penyidik dan hakim.
Dalam meliput kasus Mirna, kata Stanley, seharusnya wartawan cukup memberitakan bahwa Mirna meninggal dan pencernaannya ditemukan ada pendarahan yang disebabkan sianida. Lalu, polisi sedang mengusut kasus tersebut. Cukup.
"Harusnya tidak boleh wawancara ahli, bikin analisis, bahkan ada Kompolnas segala," kata dia seraya mengatakan kesaksian-kesaksian itu kemudian direkonstruksi untuk membuat kesimpulan seakan-akan media sudah jadi pengadilan.
Stanley menyebut sebagian media massa cenderung tidak sabar menunggu proses pengadilan.
"Media cenderung membuat pengadian sendiri, merasa sangat hebat," kata Stanley.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Cerita Polisi Bongkar Kedok Klinik Aborsi di Apartemen Basura Jaktim, Janin Dibuang di Wastafel
-
Telepon Terakhir Anak 9 Tahun: Apa Pemicu Pembunuhan Sadis di Rumah Mewah Cilegon?
-
Pramono Sebut UMP Jakarta 2026 Naik, Janji Jadi Juri Adil Bagi Buruh dan Pengusaha
-
Polda Metro Bongkar Bisnis Aborsi Ilegal Modus Klinik Online: Layani 361 Pasien, Omzet Rp2,6 Miliar
-
Beda dengan SBY saat Tsunami Aceh, Butuh Nyali Besar Presiden Tetapkan Status Bencana Nasional
-
Kronologi Pembunuhan Bocah 9 Tahun di Cilegon, Telepon Panik Jadi Awal Tragedi Maut
-
Gubernur Bobby Nasution Serahkan Bantuan KORPRI Sumut Rp2 Miliar untuk Korban Bencana
-
Gubernur Bobby Nasution Siapkan Lahan Pembangunan 1.000 Rumah untuk Korban Bencana
-
Misteri Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon, Polisi Periksa Maraton 8 Saksi
-
Rencana Sawit di Papua Dikritik, Prabowo Dinilai Siapkan Bencana Ekologis Baru