Suara.com - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang juga merupakan tim Advokasi Selamatkan Teluk Jakarta, Tigor Hutapea, mengaku alasan pihaknya tidak menggugat PT Kapuk Naga Indah yang menjadi pengembang pulau C dan D ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, karena terkendala batasan waktu yang ditentukan untuk mengajukan gugatan. Menurutnya aturan di undang-undang hanya diberikan selama 90 hari sejak surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait izin reklamasi Teluk Jakarta.
"Kalau Pulau C dan D SK kan di 2012, kalau kita menggugat SK-nya itu sudah tidak mungkin kan sudah lewat waktu karena hanya diberikan 90 hari sejak SK itu keluar," kata Tigor usai menggelar jumpa pers bertema Selamatkan Teluk Jakarta di kawasan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (22/5/2016).
Namun demikian, pihaknya bakal melakukan gugatan ke pengadilan negeri dengan alasan kerusakan lingkungan yang diakibatkan adanya pembangunan pulau C dan D yang digarap anak perusahaan Agung Sedayu Group.
"Cara apa yang akan kami lakukan kalau pulau C dan D? Yang bisa dilakukan adalah menggungat ke pengadilan negeri dengan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan pulau C dan pulau D," kata dia.
Dikatakan Tigor, gugatan itu akan diajukan yakni agar pemerintah dan pengembang bisa memperbaiki adanya kerusakan lingkungan akibat dapat pembuatan pulau buatan tersebut.
"Itu kita ajukan pengadilan negeri, supaya PN bisa memutuskan pemerintah maupun pengembang bisa memulihkan yang diakibatkan dari pembangunan pulau C dan pulau D," ucap Tigor.
Tigor mengatakan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah menyegel kedua pulau tersebut pasca pemerintah pusat telah sepakat untuk memoratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta. Upaya penyegelan tersebut, kata Tigor bentuk sanksi yang dikeluarkan pemerintah terhadap aturan yang dilanggar dan sejumlah prosedur yang belum dipenuhi pihak pengembang.
"Kemen-LHK menyebutkan bahwa di SKnya ada berbagai dampak lingkungan yang diakibatkan dari pembangunan pulau c dan d. tindakan hukumnya berupa sanksi yaitu penyegelan dan juga tindakan nya yaitu bagaimana melengkapi hal-hal yang kurang," katanya.
Namun, Tigor menilai, seharusnya pemerintah berani mengajukan gugatan kepada PT Kapuk Naga Indah yang menjadi pihak pengembang pulau C dan D. Pasalnya, dia mengatakan upaya penyegelan tersebut belum bisa memberikan kepastian dalam penyelamatan lingkungan di kawasan pesisir pantai Utara Jakarta.
"Seharusnya pemerintah bs lebih jauh lagi melakukan gugatan terhadap pengembang-pengembang itu agar memulihkan kerusakan lingkungan yang ada akibat pulau C dan D. nah itu yang harus dilakukan pemerintah tidak hanya sekedar sanksi administrasi,"
"Kalau pemerintah tdk mau melakukan itu, berdasarkan UU 31 Tahun 2008, masyraakat sipil berhak mengajukan gugatan itu ke PN," katanya.
Tigor mengatakan saat ini pihaknya masih mengumpulkan data-data terkait dugaan kerusakan lingkungan agar segera bisa menggugat PT Kapuk Naga Indah sebagai pengembang proyek reklamasi.
"Kita masih kaji terus. Karena ada banyak hal yang harus kami kumpulkan data-datanya sebab pulau C dan pulau D ini betul-betul seperti misteri karena sangat tertutup sekali data-datanya," kata Tigor.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Drone Misterius, Serdadu Diserang: Apa yang Terjadi di Area Tambang Emas Ketapang?
-
Wujudkan Kampung Haji Indonesia, Danantara Akuisisi Hotel Dekat Ka'bah, Ikut Lelang Beli Lahan
-
Banyak Terjebak Praktik Ilegal, KemenPPPA: Korban Kekerasan Seksual Sulit Akses Aborsi Aman
-
Sejarah Baru, Iin Mutmainnah Dilantik Jadi Wali Kota Perempuan Pertama di Jakarta Sejak 2008
-
Yusril Beri 33 Rekomendasi ke 14 Kementerian dan Lembaga, Fokus Tata Kelola Hukum hingga HAM Berat
-
Cerita Polisi Bongkar Kedok Klinik Aborsi di Apartemen Basura Jaktim, Janin Dibuang di Wastafel
-
Telepon Terakhir Anak 9 Tahun: Apa Pemicu Pembunuhan Sadis di Rumah Mewah Cilegon?
-
Pramono Sebut UMP Jakarta 2026 Naik, Janji Jadi Juri Adil Bagi Buruh dan Pengusaha
-
Polda Metro Bongkar Bisnis Aborsi Ilegal Modus Klinik Online: Layani 361 Pasien, Omzet Rp2,6 Miliar
-
Beda dengan SBY saat Tsunami Aceh, Butuh Nyali Besar Presiden Tetapkan Status Bencana Nasional