Suara.com - Paus Fransiskus, pada Minggu (26/6/2016), mengatakan bahwa orang-orang Kristen dan Gereja Katolik harus meminta maaf kepada orang-orang dan komunitas homoseksual, karena telah menjadi bagian dari pihak-pihak yang mendiskriminasi mereka.
Dalam bincang-bincang selama satu jam dengan wartawan dalam pesawat kepausan yang membawanya dari Armenia ke Roma, Fransiskus ditanya tentang komentarnya terhadap pernyataan seorang kardinal Jerman yang mengatakan bahwa gereja harus minta maaf pada komunitas homoseksual.
"Kelompok homoseksual tidak boleh didiskriminasi. Mereka harus dihormati dan dilayani secara pastoral," jawab Fransiskus.
"Menurut saya, Gereja tak hanya harus minta maaf pada kelompok homoseksual yang diserangnya, tetapi juga harus meminta maaf kepada orang miskin, kepada perempuan yang dieksploitasi, kepada anak-anak yang dipaksa bekerja. Gereja harus minta maaf karena telah memberkati banyak senjata," tegas Fransiskus.
Ia mengatakan bahwa menurut ajaran Gereja perilaku berhubungan seksual dengan sesama jenis adalah dosa, tetapi homoseksualitas itu sendiri bukanlah dosa.
"Pertanyaannya adalah, jika seseorang memiliki kondisi itu (homoseksualitas), ia memiliki niat baik, dan ingin menemukan Tuhan, siapakah kita sehingga berhak menghakimi dia?," ujar Paus Fransiskus.
Juru bicara Vatikan, Romo Federico Lombardi, mengatakan paus menggunakan kata "memiliki kondisi itu" bukan untuk menggambarkan kondisi medis, tetapi "orang yang berada dalam keadaan homoseksualitas." Dalam bahasa Italia, "kondisi" juga bisa berarti "keadaan".
"Kami orang-orang Kristen harus minta maaf untuk banyak hal. Bukan hanya dalam soal perlakuan terhadap komunitas homoseksual. Kami juga harus meminta ampunan (Tuhan), bukan hanya maaf. Ya Tuhan, ini adalah kata yang sering kami lupakan," imbuh dia,
Paus tak menjelaskan lebih jauh tentang apa yang dia maksud dengan "gereja telah memberkati banyak senjata". Tetapi menurut The Guardian, ia tampaknya mengacu pada banyaknya pimpinan gereja yang di masa lalu sangat aktif mendukung perang. (The Guardian)
Berita Terkait
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Heboh Elon Musk Ancam Boikot, Giliran Komdigi Ikut Awasi Film LGBT Netflix
-
Warisan Hijau Paus Fransiskus: Vatikan Buka Sekolah Pertanian Berkelanjutan Pertama
-
Raih Penghargaan di MTV VMAs, Ariana Grande: Terima Kasih Kaum Gay
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional