Suara.com - Pihak keamanan Turki, pada Minggu (17/7/2016), menangkap sekitar 6000 orang yang diduga terlibat dalam upaya kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 15 Juli kemarin.
Erdogan sendiri dalam pidato dihadapn ribuan pendukungnya mengatakan akan mempertimbangkan untuk menerapkan kembali hukuman mati terhadap mereka yang terbukti terlibat dalam kudeta yang menewaskan nyaris 300 orang itu.
Turki sendiri telah menghapus penerapan hukuman mati pada 2004 silam.
Menurut Kementerian Kehakiman Turki dari 6.000 orang yang ditangkap beberapa di antaranya adalah perwira senior angkatan bersenjata, hakim, haksa, dan bahkan seorang penasehat militer Erdogan.
"Dalam demokrasi, keputusan dibuat berdasarkan kehendak rakyat. Menurut saya pemerintah akan berdiskusi dengan oposisi untuk menentukan keputusan," kata Erdogan menanggapi teriakan ribuan pendukungnya yang menuntut hukuman mati terhadap para pelaku kudeta.
"Kita tak bisa menunda lagi, karena di negeri ini mereka yang melancarkan kudeta harus membayar harga dengan harga mahal," tegas dia.
Sebelumnya dalam upacara pemakaman korban kudeta, Erdogan yang telah 13 tahun berkuasa di Turki, menuding Fethullah Gulen, ulama Turki yang mengasingkan diri di Amerika Serikat sebagai orang yang merancang pengkhianatan itu. Ia bersumpah akan menumpas habis para pemberontak.
"Kita akan terus berupaya membersihkan virus dari semua lembaga negara karena virus ini telah menyebar. Sayangnya seperti kanker, virus ini telah membungkus negeri ini," kata Erdogan.
Lebih dari 290 orang tewas, termasuk 100an pelaku kudeta, dalam peristiwa yang berlangsung Jumat malam itu. Hingga Minggu beberapa bentrokan singkat masih terjadi di sebagian wilayah Turki, antara pihak keamanan dengan terduga pendukung kudeta yang berusaha melarikan diri. (AFP)
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO