Suara.com - Koalisi rakyat untuk Pilkada Jujur yang menamakan dirinya Teman Rakyat, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan dalam membahas gugatan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, berdasarkan temuan yang didapat oleh KPK dan BPk di lapangan, sebagian besar kepala daerah yang mencalonkan diri kembali cenderung menyalagunakan kewenangannya.
"Kami memahami, mungkin niat bapak Ahok, baik untuk tidak cuti. Tetapi yang perlu kita ingat Pemilukada bukan hanya di Jakarta. Misalnya, ada temuan BPK sebutkan pengunaan Bansos meningkat menjelang Pemilukada yang nilainya mencapai puluhan triliun. Kalau kepala daerah dibolehkan tidak cuti, maka kasus petahana menjadi sinterkelas di Pemilukada akan terulang lagi di banyak daerah,” kata Koordinator Teman Rakyat, John Irvan melalui keterangan tertulisnya, Kamis (8/9/2016).
Berdasarkan data BPK, pentolan aktivis 98 dari Front Aksi Mahasiswa Untuk Demokrasi (Famred) tersebut menyebutkan, data penggunaan bansos (Bantuan Sosial) yang menunjukan peningkatan. Pada periode 2005 - 2008, menjelang Pemilukada dana hibah dan Bansos yang dibelanjakan mencapai Rp10,4 triliun. Kemudian, pada pelaksanaan Pemilukada dana hibah dan Bansos dibelanjakan sebesar Rp18,33 triliun. Sedangkan, usai Pemilukada Rp10,27 triliun.
"Kemudian, pada periode 2009 - 2013, pembelanjaan dana hibah dan Bansos menjelang Pemilukada sebesar Rp27,04 triliun. Sedangkan pada pelaksanaannya, mencapai sebesar Rp33,32 triliun. Lalu, setelah pelaksanaan Pemilukada, tren belanja dana hibah dan Bansos sebesar Rp10,21 triliun," kata John.
Selain dana Bansos, dia mengatakan, petahana tidak cuti rawan melakukan penyimpangan kewenangan. Antara lain, obral izin pengelolaan kekayaan alam.
“KPK dalam kajiannya menyebutkan, sejumlah oknum kepala daerah yang melakukan penyalagunaan kewenangan pemberian izin tambang untuk mendapatkan modal untuk kampanye,” ungkapnya.
Penyimpangan tersebut belum termasuk potensi penyimpangan lainnya seperti memanfaatkan birokrasi dan penggunaan aset milik negara. John meminta, MK dalam mengambil keputusan memperhatikan kepentingan yang lebih besar untuk menyelamatkan negara
"Alangkah lebih baiknya Mahkamah Konsitutisi mengundang BPK dan KPK untuk bicara agar keputusannya komperhensif," kata John.
Diketahui, Ahok mengajukan gugatan ke MK untuk melakukan pengujian UU Pilkada Pasal 70 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, mengenai cuti selama masa kampanye Pilkada. Pasal itu mewajibkan calon petahana untuk cuti di luar tanggungan negara atau tanpa gaji mulai sejak dinyatakan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sampai sesudah pemilihan. Petahana juga dilarang menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye.
Dalam gugatannya, Ahok menginginkan kampanye bersifat pilihan, artinya para calon boleh tidak menggunakan haknya untuk berkempanye. Dan bagi calon petahana yang tidak mengambil jatah kampanyenya boleh tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.
Menurut Ahok, dalam periode wajib cuti tersebut dirinya harus melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2017. Ahok takut jika dirinya tidak hadir dan mengawasi dengan ketat, maka akan terjadi penyelewengan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPBD).
Dia juga menganggap cuti wajib menyalahi haknya sebagai gubernur yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat 4, di mana tertulis bahwa gubernur berhak menjalankan pemerintahan sebagai hasil pemilihan yang demokratis.
“Saya merasakan ketidakadilan apabila tanggung jawab saya sebagai gubernur dirampas oleh penafsiran terhadap norma dalam UU Pilkada," kata Ahok.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
Terkini
-
Wamenkum: Penyadapan Belum Bisa Dilakukan Meski Diatur dalam KUHAP Nasional
-
Hindari Overkapasitas Lapas, KUHP Nasional Tak Lagi Berorientasi pada Pidana Penjara
-
Kayu Hanyutan Banjir Disulap Jadi Rumah, UGM Tawarkan Huntara yang Lebih Manusiawi
-
Video Viral Badan Pesawat di Jalan Soetta, Polisi Ungkap Fakta Sebenarnya
-
Libur Natal dan Tahun Baru, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan Tiga Hari!
-
KemenHAM: Pelanggaran HAM oleh Perusahaan Paling Banyak Terjadi di Sektor Lahan
-
Pemerintah Terbitkan PP, Wahyuni Sabran: Perpol 10/2025 Kini Punya Benteng Hukum
-
Komisi III DPR Soroti OTT Jaksa, Dorong Penguatan Pengawasan
-
Perpres Baru Bisnis dan HAM Masih Menunggu Teken Menko Airlangga
-
Rawan Roboh Selama Cuaca Ekstrem, Satpol PP DKI Jakarta Tertibkan 16 Reklame Berbahaya