Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakart mengecam keras sejumlah pengunjuk rasa yang mengintimidasi, memukul, menghapus gambar dan merampas memori card jurnalis Kompas TV Muhammad Guntur saat dia meliput unjuk rasa besar di dekat Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2016). AJI Jakarta juga mendesak Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat untuk segera mengusut pelaku kekerasan yang menimpa jurnalis Kompas TV itu.
Selain kasus jurnalis Kompas TV, di saat bersamaan di lokasi yang berbeda seorang jurnalis perempuan Kompas.com juga diintimidasi saat dia meliput unjuk rasa yang menuntut Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama diproses hukum dalam kasus dugaan penistaan agama. Beberapa pengunjuk rasa sempat menggeledah Kartu Tanda Penduduk jurnalis perempuan ini dan menanyakan agamanya. Intimidasi ini membuat jurnalis ini tidak leluasa meliput unjuk rasa tersebut.
Menurut AJI Jakarta, tindakan para pengunjuk rasa tersebut jelas melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers. Padahal, jurnalis yang sedang meliput dilindungi oleh undang-undang untuk menyajikan fakta kepada publik. “Kekerasan dan intimidasi tersebut tidak bisa dibenarkan. Tindakan-tindakan anti kebebasan pers itu tidak bisa dibiarkan. Harus dilawan. Kami mendesak polisi untuk mengusut pelakunya sampai diajukan ke pengadilan,” kata Ahmad Nurhasim, Ketua AJI Jakarta, dalam keterangan resmi, Minggu (6/11/2016).
Kekerasan itu bermula saat kamerawan Guntur dan reporter Kompas TV sedang live merekam aksi saling dorong antara pengunjuk rasa dan polisi di depan Gedung Mahkamah Agung sekitar pukul 18.30. Tidak terima diambil gambarnya, mereka meminta Guntur mematikan kameranya dan menanyakan dari media mana. Kejadian berlangsung cepat: Guntur digelandang di tengah massa, dipukuli kepalanya, dihapus gambarnya, dan dirampas memori card-nya. Kabel alat untuk live juga diputus. ID card pers milik Guntur dirampas oleh pengunjuk rasa. Kekerasan itu berhenti setelah polisi melindungi Guntur.
Saat ini, Guntur telah melaporkan tindakan para pengunjuk rasa tersebut ke Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Tindakan para pengunjuk rasa itu bukan hanya merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur dalam KUHP, tapi juga melanggar Undang-Undang Pers.
Karena itu, AJI Jakarta mendesak Kepolisian Resor Jakarta Pusat untuk segera mengusut kekerasan yang menimpa jurnalis Kompas TV ini sampai tuntas sehingga pelakunya dihukum oleh pengadilan. “Hukum harus ditegakkan agar ada keadilan dan memberikan efek jera kepada pelaku serta pendidikan kepada masyarakat,” kata Nurhasim. “Bila tidak diusut sampai tuntas, akan memberikan pelajaran buruk bagi masyarakat dan menyuburkan kekerasan terhadap pers.”
Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mengatakan selain pelaku bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, pasal Pasal 18 Undang-Undang Pers juga bisa ditambahkan untuk menjerat pelaku. Pasal ini menyatakan, siapapun yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik diancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta. “Pelakunya harus diusut. Polisi harus serius mengusut kasus kekerasan yang menimpa jurnalis, apalagi ini terjadi di depan Istana Negara,”kata Erick dalam kesempatan yang sama.
Sebagai catatan, sampai saat ini kasus-kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Jakarta dan dilaporkan ke kepolisian jarang sekali sampai ke pengadilan dan pelakunya dihukum.
AJI Jakarta mengimbau para jurnalis untuk tetap bekerja secara independen, menaati Kode Etik Jurnalistik, dan menjaga keselamatan saat meliput unjuk rasa yang melibatkan massa besar.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf