Suara.com - Perempuan calon Presiden Prancis dan juga pemimpin partai sayap kanan bertendensi neo-fasis Front National, Marine Le Pen, kembali melakukan aksi kontroversial. Ia membatalkan persamuhan dengan seorang ulama Lebanon karena tak mau memakai jilbab.
Pemakaian jilbab merupakan syarat yang diberikan ulama kepada Le Pen, kalau yang bersangkutan benar-benar ingin bertemu dalam sebuah kunjungan kampanyenya.
Insiden itu terjadi ketika Le Pen akan memasuki gerbang masuk kantor Imam Besar Muslim Sunni Lebanon, Sheikh Abdel-Latif Derian, Selasa (21/2/2017). Penjaga gerbang memintanya memakai jilbab kerudung sebagai syarat menemui sang imam.
Alih-alih menerima, seperti dilansir The Washington Post, Le Pen yang dikenal sebagai ”Donald Trump versi wanita” ini justru menolak dan memilih pergi dari tempat tersebut.
”Tidak terima kasih. Kalian bisa menyampaikan salam hormatku kepada ulama besar, tapi aku aku tak akan mengenakan jilbab atau kerudung,” tutur Le Pen.
Sebelum kembali memasuki mobilnya, Le Pen sempat mengatakan kepada staf mufti tersebut bahwa pertemuan tersebut seharusnya tidak mensyaratkan apa pun seperti ketika dirinya melakukan tatap muka dengan Imam besar Al Azhar Mesir, Syekh Ahmed el-Tayyib.
Le Pen melakukan kunjungan selama tiga hari pada pekan ini ke Lebanon, untuk memperkuat dukungan internasional terhadap dirinya saat pemilihan presiden nanti. Lebanon merupakan bekas negara protektorat Prancis.
Kunjungannya itu juga mendapat protes dari organisasi-organisasi beraliran kiri di Lebanon. Sejumlah demonstrasi yang menentang kunjungan tersebut menggambarkan Le Pen—bersama Presiden Rusia Vladimir Putin serta Presiden AS Donald Trump—sebagai pemimpin neo-fasis.
Sama seperti Donald Trump, putri pendiri Front National Jean Marie Le Pen menjadi kandidat Presiden Prancis dengan sejumlah program kontroversial. Ia menjanjikan Prancis lebih ketat dalam peraturan imigran, terutama dari kawasan Timur Tengah.
Baca Juga: Ayah Pelaku Curiga Huong Diperalat Bunuh Kim Jong Nam
Selain itu, Le Pen bersumpah menggelar referendum untuk menentukan keluar atau tidaknya Prancis dari Uni Eropa yang dianggap sebagai penjajahan. Ia juga berkampanye Prancis di bawah kepemimpinannya tak lagi memakai mata uang Euro, keluar dari pakta pertahanan NATO yang ada dalam hegemoni Amerika Serikat. Le Pen meyakini semua program tersebut mampu mengembalikan kejayaan Prancis di masa lampau.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf