Gedung Komisi Yudisial di Jakarta Pusat, Kamis (14/7/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Baca 10 detik
Komisi Yudisial akan mempelajari aduan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam memvonis mati terdakwa tindak pidana kasus narkotika, Santa alias Aliang.
"Sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang diatur dalam peraturan internal KY, setiap laporan yang masuk akan diverifikasi dan dikaji," kata juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi kepada Suara.com, Rabu (8/3/2017).
Setelah verifikasi laporan dan dinyatakan sah, komisi akan memanggil mereka, terutama tiga hakim: K. Hanry Hengki Suatan (hakim), Zuhardi (anggota), dan Bestman Simarmata (anggota.
"Jika ditemukan bukti-bukti awal adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka akan diteruskan dengan investigasi dan pemeriksaan para pihak termasuk pelapor, saksi dan terlapor," kata dia.
Farid mengatakan Komisi Yudisial akan segera membentuk tim khusus.
"Saat ini yang pasti kami telah membentuk tim yang secara khusus berkonsentrasi pada kasus tersebut. Mengenai detail ke depan kami belum bisa sampaikan, mohon dimengerti" kata dia.
Tapi, untuk sekarang, Farid belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Dia tidak terburu-buru untuk menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak dalam vonis mati terhadap supir taksi tak resmi itu.
"Mengacu pada rangkaian proses penanganan perkara di KY tersebut, laporan dalam kasus tersebut saat ini masih dalam tahap verifikasi dan kajian," kata Farid.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi LBH Masyarakat Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan vonis mati dijatuhkan majelis hakim pada Jumat (3/3/2017).
Afif menyebutkan sejumlah kasus yang menurutnya janggal, di antaranya hakim tidak memberikan waktu yang memadai kepada Santa dan tim pengacara untuk melakukan pembelaan. Pengacara, kata Afif, hanya diberi waktu 30 menit untuk mengajukan pembelaan, sedangkan jaksa diberi waktu sampai tiga hari untuk menyiapkan tuntutan.
"Jadi pembacaan tuntutan, pembelaan, replik, dan duplik di lakukan dalam waktu satu hari, yaitu dihari yang sama. Vonis mati yang dijatuhkan hakim terburu-buru, tidak lama setelah pembelaan, majelis hakim langsung menjatuhkan pidana mati dengan putusan yang seolah sudah disiapkan jauh hari sebelumnya," kata Afif usai membuat laporan di kantor KY, Jalan Kramat Raya nomor 57, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017) kemarin.
Afif menduga persidangan kasus Santa hanya formalitas, bukan untuk mencari kebenaran.
Afif juga menilai jaksa penuntut umum juga tidak pernah menggali fakta persidangan.
Menurut dia putusan hukuman mati yang dibacakan hakim persis sama dengan surat tuntutan jaksa.
"Dugaan kami surat putusan yang dibacakan hakim copy paste dari surat tuntutan jaksa," ujar dia.
Santa tak menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim. Dia pun mengajukan banding.
Afif meyakini Santa menjadi korban peradilan yang cacat hukum. Dia yakin Santa sebenarnya tidak bersalah. Sebab, kata dia, tak ada bukti.
"Santa ini tidak pernah terlibat kasus narkoba. Dia juga tak pernah punya rekam jejak kasus kriminal. Dia sehari-hari bekerja sebagai supir taksi liar di kawasan Jalan Gajah Mada," tutur dia.
"Sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang diatur dalam peraturan internal KY, setiap laporan yang masuk akan diverifikasi dan dikaji," kata juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi kepada Suara.com, Rabu (8/3/2017).
Setelah verifikasi laporan dan dinyatakan sah, komisi akan memanggil mereka, terutama tiga hakim: K. Hanry Hengki Suatan (hakim), Zuhardi (anggota), dan Bestman Simarmata (anggota.
"Jika ditemukan bukti-bukti awal adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka akan diteruskan dengan investigasi dan pemeriksaan para pihak termasuk pelapor, saksi dan terlapor," kata dia.
Farid mengatakan Komisi Yudisial akan segera membentuk tim khusus.
"Saat ini yang pasti kami telah membentuk tim yang secara khusus berkonsentrasi pada kasus tersebut. Mengenai detail ke depan kami belum bisa sampaikan, mohon dimengerti" kata dia.
Tapi, untuk sekarang, Farid belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Dia tidak terburu-buru untuk menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak dalam vonis mati terhadap supir taksi tak resmi itu.
"Mengacu pada rangkaian proses penanganan perkara di KY tersebut, laporan dalam kasus tersebut saat ini masih dalam tahap verifikasi dan kajian," kata Farid.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi LBH Masyarakat Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan vonis mati dijatuhkan majelis hakim pada Jumat (3/3/2017).
Afif menyebutkan sejumlah kasus yang menurutnya janggal, di antaranya hakim tidak memberikan waktu yang memadai kepada Santa dan tim pengacara untuk melakukan pembelaan. Pengacara, kata Afif, hanya diberi waktu 30 menit untuk mengajukan pembelaan, sedangkan jaksa diberi waktu sampai tiga hari untuk menyiapkan tuntutan.
"Jadi pembacaan tuntutan, pembelaan, replik, dan duplik di lakukan dalam waktu satu hari, yaitu dihari yang sama. Vonis mati yang dijatuhkan hakim terburu-buru, tidak lama setelah pembelaan, majelis hakim langsung menjatuhkan pidana mati dengan putusan yang seolah sudah disiapkan jauh hari sebelumnya," kata Afif usai membuat laporan di kantor KY, Jalan Kramat Raya nomor 57, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017) kemarin.
Afif menduga persidangan kasus Santa hanya formalitas, bukan untuk mencari kebenaran.
Afif juga menilai jaksa penuntut umum juga tidak pernah menggali fakta persidangan.
Menurut dia putusan hukuman mati yang dibacakan hakim persis sama dengan surat tuntutan jaksa.
"Dugaan kami surat putusan yang dibacakan hakim copy paste dari surat tuntutan jaksa," ujar dia.
Santa tak menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim. Dia pun mengajukan banding.
Afif meyakini Santa menjadi korban peradilan yang cacat hukum. Dia yakin Santa sebenarnya tidak bersalah. Sebab, kata dia, tak ada bukti.
"Santa ini tidak pernah terlibat kasus narkoba. Dia juga tak pernah punya rekam jejak kasus kriminal. Dia sehari-hari bekerja sebagai supir taksi liar di kawasan Jalan Gajah Mada," tutur dia.
Komentar
Berita Terkait
-
Kepala BNN Beberkan Ciri-Ciri Anak Pengguna Narkoba: Mata Merah hingga Pola Tidur Terbalik
-
Polda Metro Jaya Bongkar Sindikat Narkoba Internasional, 516 Kg Sabu Disita
-
Dari Berantas Narkotika hingga Kemerdekaan Palestina, Ini Poin Penting Kesepakatan Peru-Indonesia
-
CEK FAKTA: Info 100 Ton Narkotika Masuk dari Kapal Pesiar Hanyalah Rekayasa
-
Amnesti Prabowo untuk Napi Narkotika di Rutan Serang, Rizki Kembali Hirup Udara Bebas
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
Terkini
-
Cinta Segitiga Berujung Maut: Pemuda Cilincing Tewas Ditikam Pisau 30 Cm oleh Rival Asmara
-
Narasi Prabowo - Gibran Dua Periode Disorot: Orientasi Kekuasaan Jauh Lebih Dominan?
-
Imbas Pasutri di Cakung Ribut: Rumah Ludes Dibakar, Suami Dipenjara, Istri-Mertua Luka-luka!
-
Rocky Gerung Bongkar Borok Sistem Politik!
-
Wahyudin Moridu Ternyata Mabuk saat Ucap 'Mau Rampok Uang Negara', BK DPRD Gorontalo: Langgar Etik!
-
Indonesia di Ambang Amarah: Belajar dari Ledakan di Nepal, Rocky Gerung dan Bivitri Beri Peringatan!
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?