Gedung Komisi Yudisial di Jakarta Pusat, Kamis (14/7/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Komisi Yudisial akan mempelajari aduan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam memvonis mati terdakwa tindak pidana kasus narkotika, Santa alias Aliang.
"Sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang diatur dalam peraturan internal KY, setiap laporan yang masuk akan diverifikasi dan dikaji," kata juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi kepada Suara.com, Rabu (8/3/2017).
Setelah verifikasi laporan dan dinyatakan sah, komisi akan memanggil mereka, terutama tiga hakim: K. Hanry Hengki Suatan (hakim), Zuhardi (anggota), dan Bestman Simarmata (anggota.
"Jika ditemukan bukti-bukti awal adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka akan diteruskan dengan investigasi dan pemeriksaan para pihak termasuk pelapor, saksi dan terlapor," kata dia.
Farid mengatakan Komisi Yudisial akan segera membentuk tim khusus.
"Saat ini yang pasti kami telah membentuk tim yang secara khusus berkonsentrasi pada kasus tersebut. Mengenai detail ke depan kami belum bisa sampaikan, mohon dimengerti" kata dia.
Tapi, untuk sekarang, Farid belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Dia tidak terburu-buru untuk menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak dalam vonis mati terhadap supir taksi tak resmi itu.
"Mengacu pada rangkaian proses penanganan perkara di KY tersebut, laporan dalam kasus tersebut saat ini masih dalam tahap verifikasi dan kajian," kata Farid.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi LBH Masyarakat Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan vonis mati dijatuhkan majelis hakim pada Jumat (3/3/2017).
Afif menyebutkan sejumlah kasus yang menurutnya janggal, di antaranya hakim tidak memberikan waktu yang memadai kepada Santa dan tim pengacara untuk melakukan pembelaan. Pengacara, kata Afif, hanya diberi waktu 30 menit untuk mengajukan pembelaan, sedangkan jaksa diberi waktu sampai tiga hari untuk menyiapkan tuntutan.
"Jadi pembacaan tuntutan, pembelaan, replik, dan duplik di lakukan dalam waktu satu hari, yaitu dihari yang sama. Vonis mati yang dijatuhkan hakim terburu-buru, tidak lama setelah pembelaan, majelis hakim langsung menjatuhkan pidana mati dengan putusan yang seolah sudah disiapkan jauh hari sebelumnya," kata Afif usai membuat laporan di kantor KY, Jalan Kramat Raya nomor 57, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017) kemarin.
Afif menduga persidangan kasus Santa hanya formalitas, bukan untuk mencari kebenaran.
Afif juga menilai jaksa penuntut umum juga tidak pernah menggali fakta persidangan.
Menurut dia putusan hukuman mati yang dibacakan hakim persis sama dengan surat tuntutan jaksa.
"Dugaan kami surat putusan yang dibacakan hakim copy paste dari surat tuntutan jaksa," ujar dia.
Santa tak menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim. Dia pun mengajukan banding.
Afif meyakini Santa menjadi korban peradilan yang cacat hukum. Dia yakin Santa sebenarnya tidak bersalah. Sebab, kata dia, tak ada bukti.
"Santa ini tidak pernah terlibat kasus narkoba. Dia juga tak pernah punya rekam jejak kasus kriminal. Dia sehari-hari bekerja sebagai supir taksi liar di kawasan Jalan Gajah Mada," tutur dia.
"Sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur) yang diatur dalam peraturan internal KY, setiap laporan yang masuk akan diverifikasi dan dikaji," kata juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi kepada Suara.com, Rabu (8/3/2017).
Setelah verifikasi laporan dan dinyatakan sah, komisi akan memanggil mereka, terutama tiga hakim: K. Hanry Hengki Suatan (hakim), Zuhardi (anggota), dan Bestman Simarmata (anggota.
"Jika ditemukan bukti-bukti awal adanya dugaan pelanggaran kode etik, maka akan diteruskan dengan investigasi dan pemeriksaan para pihak termasuk pelapor, saksi dan terlapor," kata dia.
Farid mengatakan Komisi Yudisial akan segera membentuk tim khusus.
"Saat ini yang pasti kami telah membentuk tim yang secara khusus berkonsentrasi pada kasus tersebut. Mengenai detail ke depan kami belum bisa sampaikan, mohon dimengerti" kata dia.
Tapi, untuk sekarang, Farid belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Dia tidak terburu-buru untuk menyimpulkan apakah ada pelanggaran atau tidak dalam vonis mati terhadap supir taksi tak resmi itu.
"Mengacu pada rangkaian proses penanganan perkara di KY tersebut, laporan dalam kasus tersebut saat ini masih dalam tahap verifikasi dan kajian," kata Farid.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi LBH Masyarakat Muhammad Afif Abdul Qoyim mengatakan vonis mati dijatuhkan majelis hakim pada Jumat (3/3/2017).
Afif menyebutkan sejumlah kasus yang menurutnya janggal, di antaranya hakim tidak memberikan waktu yang memadai kepada Santa dan tim pengacara untuk melakukan pembelaan. Pengacara, kata Afif, hanya diberi waktu 30 menit untuk mengajukan pembelaan, sedangkan jaksa diberi waktu sampai tiga hari untuk menyiapkan tuntutan.
"Jadi pembacaan tuntutan, pembelaan, replik, dan duplik di lakukan dalam waktu satu hari, yaitu dihari yang sama. Vonis mati yang dijatuhkan hakim terburu-buru, tidak lama setelah pembelaan, majelis hakim langsung menjatuhkan pidana mati dengan putusan yang seolah sudah disiapkan jauh hari sebelumnya," kata Afif usai membuat laporan di kantor KY, Jalan Kramat Raya nomor 57, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2017) kemarin.
Afif menduga persidangan kasus Santa hanya formalitas, bukan untuk mencari kebenaran.
Afif juga menilai jaksa penuntut umum juga tidak pernah menggali fakta persidangan.
Menurut dia putusan hukuman mati yang dibacakan hakim persis sama dengan surat tuntutan jaksa.
"Dugaan kami surat putusan yang dibacakan hakim copy paste dari surat tuntutan jaksa," ujar dia.
Santa tak menerima vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim. Dia pun mengajukan banding.
Afif meyakini Santa menjadi korban peradilan yang cacat hukum. Dia yakin Santa sebenarnya tidak bersalah. Sebab, kata dia, tak ada bukti.
"Santa ini tidak pernah terlibat kasus narkoba. Dia juga tak pernah punya rekam jejak kasus kriminal. Dia sehari-hari bekerja sebagai supir taksi liar di kawasan Jalan Gajah Mada," tutur dia.
Komentar
Berita Terkait
-
Onad Resmi Direhabilitasi: Bukan Pengedar, Ini Alasan BNNP DKI
-
Tertunduk Lesu, Onad Kirim Pesan Cinta untuk Istri Usai Asesmen Narkoba
-
Onad Ajukan Rehabilitasi Akibat Penyalahgunaan Narkotika, Polisi Masih Tunggu Assessment
-
Ditemukan Ganja Sisa Hisap, Polisi Sebut Onad Merupakan Korban Penyalahgunaan Narkotika
-
Potret Presiden Prabowo Musnahkan 214,84 Ton Narkoba Senilai Rp29,37 Triliun
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru