Suara.com - Setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus penodaan agama Islam, wacana penghapusan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penodaan Agama menguat. Di DPR terjadi pro dan kontra yang intinya sebelum diputuskan harus dilakukan pengkajian dalam segala konteks.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan pasal tentang penodaan agama masih relevan. Pasal tersebut, katanya, merupakan perangkat hukum agar setiap orang tidak sembarangan melakukan penghinaan terhadap agama.
"Ini bukan persoalan satu agama, dua agama saja. Ini menyangkut semua agama. Tidak boleh ada orang melakukan penodaan agama terhadap agama manapun. Apalagi dia berbeda agama. Terhadap yang agamanya sama saja, bisa menjadi masalah," kata Fadli di DPR, Senayan, Rabu (24/5/2017).
Pasal tentang penodaan agama, kata Fadli, hakikanya untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.
"Supaya orang tidak sembarangan untuk menistakan agama, menodai agama. Kan kalau tidak ada koridor hukum, berbahaya," ujar Fadli.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra mengungkapkan resiko jika pasal tersebut dicabut. Nanti, orang bisa dengan gampang melakukan tindakan-tindakan sepihak.
"Termasuk teror, mungkin dia main hakim sendiri. Kalau tidak ada saluran dalam hukum. Misalnya dihapuskan, terus orang nanti tidak bisa mengajukan gugatan hukum. Orang bisa seenaknya menghakimi sendiri. Jadi kita perlu pasal ini," kata Fadli.
Peneliti dari lembaga Saiful Mujani Research & Consulting, Sirojudin Abbas, beranggapan pasal tentang penodaan agama bisa digunakan untuk membungkam lawan dalam persaingan politik. Hal itu pula, kata Sirojudin, yang terjadi dalam gelaran pilkada Jakarta periode 2017-2024.
"Karena itu sangat rentan digunakan suatu kelompok politik tertentu untuk meringkus kebebasan dan ruang gerak lawan politiknya," kata Sirojudin, saat dihubungi Suara.com di Jakarta, Kamis (11/5/2017).
Itu sebabnya dia sepakat dengan desakan dunia internasional yang meminta pemerintah mencabut pasal tersebut. Sebab bila tidak, pasal ini dinilai akan berbahaya untuk harmoni antar kelompok beragama. Penghilangan pasal ini, kata Sirojudin, bisa juga dilakukan untuk melindungi setiap risiko proses kriminalisasi terhadap tokoh politik tertentu.
"Bagusnya, saran saya, pemerintah dan DPR meninjau pasal itu dan membuangnya. Itu sehat untuk menjamin keberlangsungan demokrasi dan memastikan hubungan baik antar kelompok dan agama, mayoritas dan minoritas, (supaya) berjalan secara lebih alamiah," katanya.
Sirojudin menambahkan isu SARA seperti ini cukup signifikan dalam menjatuhkan lawan politik. Dalam catatannya, isu SARA bisa membuat Zairullah Azhar kalah pada Pilkada Kalimantan Selatan tahun 2015. Zairullah kalah setelah diserang isu kesukuan yang menyebut dirinya bukanlah berasal dari suku pribumi Kalimantan Selatan lantaran dia berasal dari Makasar.
"Di tiga minggu terakhir dia diserang oleh isu suku, bahwa dia bukan orang Banua, orang asli Kalimantan Selatan. Dan itu berefek juga, turun banyak itu. Kalah dia," tuturnya.
Ke depannya, Sirojudin berharap pemerintah bisa mengajak partai politk dan tokoh-tokoh politik nasional untuk berkomitmen dalam setiap kompetisi demokrasi di mana pun, supaya lebih hati-hati untuk tidak menggunakan isu SARA.
"Ini sangat rentan memecah-belah. Jadi, parpol harus punya komitmen bersama untuk tidak menggunakan isu SARA untuk memenangkan persaingan politik. Juga partai politik dan organisasi masyarakat agama, diminta untuk tidak menggunakan sarana ibadah sebagai tempat mobilisasi opini dan dukungan," kata dia.
Berita Terkait
-
Warisan Abadi Bing Slamet: Pemerintah Tetapkan 27 September Sebagai Hari Komedi Nasional
-
Fadli Zon Digugat ke Pengadilan, Korban Pemerkosaan 1998 Titipkan Pesan Mendalam!
-
Penyangkalan Pemerkosaan Massal 1998 Berbuntut Panjang, Fadli Zon Digugat ke Pengadilan
-
Geger! Fadhil Zon Digugat ke PTUN Jakarta soal Pernyataan Kontroversial Peristiwa Mei 1998
-
Arca Ganesha Raib Saat Museum Kediri Dijarah Saat Demo, Fadli Zon Minta Polisi Bertindak
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
Terkini
-
Gubernur Bobby Nasution Beri Pesan ke Pendawa Indonesia: "Nek Wani Ojo Wedi-wedi" Berantas Narkoba
-
Skandal Korupsi Haji Rp1 Triliun, Kapan KPK Umumkan Tersangka Agar Tak Rusak Reputasi NU?
-
Menteri dan Anggota DPR Malaysia Terima Surat Ancaman, Pelaku Minta Tebusan 100.000 Dolar AS
-
Gus Yaqut Terima Aliran Dana Korupsi Haji Rp1 Triliun Lewat Perantara?
-
Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
-
Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
-
Pemda NTB Diminta Segera Pulihkan Kondisi dan Aktifkan Siskamling oleh Wamendagri
-
Roy Suryo Bawa 'Jokowis White Paper' ke DPR, Ijazah SMA Gibran Disebut 'Dagelan Srimulat'
-
Laskar Cinta Jokowi Sebut Pergantian Kapolri Listyo Bisa Jadi Bumerang, Said Didu: Makin Jelas
-
TNI Nyatakan Terbuka Bekerja Sama dengan Tim Investigasi Kerusuhan Agustus