Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Ketua KPK Agus Rahardjo [suara.com/Nikolaus Tolen]
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan penyidik Polisi Militer TNI sudah menetapkan tiga perwira menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AugustaWestland (AW-101).
Ketiga perwira yaitu pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsma TNI FA, pejabat pemegang kas Letkol BW, dan penyalur dana terkait pengadaan barang ke pihak-pihak tertentu Pelda SS.
"Dari hasil pemeriksaan, penyidik POM TNI sudah memperoleh alat bukti yang cukup dan telah meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan. POM TNI sementara telah menetapkan tiga tersangka militer," katanya dalam konferensi pers bersama pimpinan KPK di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Penyelidikan kasus pengadaan helikopter bermula dari hasil investigasi yang dilakukan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Mayor Jenderal TNI Hadi Tjahjanto (yang tertuang dalam surat perintah tanggal 29 Desember 2016). Hasil investigasi dikirimkan KSAU pada tanggal 24 Februari 2017.
"Dari hasil investigasi sudah semakin jelas, tetapi ada pelaku-pelaku (lain) sebab korupsi kan konspirasi. Maka bermodal investigasi KSAU, saya bekerja sama dengan kepolisian, BPK khususnya dengan PPTAK dan KPK," kata Gatot.
Gatot menegaskan pengusutan kasus yang anggaran proyeknya mencapai Rp738 miliar tersebut tidak berhenti pada tiga tersangka.
"Nanti tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang jadi tersangka," kata Gatot.
Dalam kasus ini, POM TNI menemukan kerugian negara sekitar Rp220 miliar. Kerugian tersebut dikarenakan adanya motif pembengkakan anggaran dari yang seharusnya.
Terkait kasus tersebut, POM TNI sudah memblokir rekening BRI Britama milik sebuah perusahaan yang mengadakan helikopter tersebut. Di dalamnya terdapat uang sekitar Rp139 miliar.
"Nanti, baranga buktinya akan semakin bertambah, itu hanya untuk sementara," katanya.
Pengadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantaran rencana pembeliannya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2015.
Awalnya helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut very-very important person (VVIP), namun harganya dinilai terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.
Namun, pada 2016, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara, kembali melakukan pengadaan helikopter AW-101 dengan perubahan fungsi, sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR.
Ketiga perwira yaitu pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsma TNI FA, pejabat pemegang kas Letkol BW, dan penyalur dana terkait pengadaan barang ke pihak-pihak tertentu Pelda SS.
"Dari hasil pemeriksaan, penyidik POM TNI sudah memperoleh alat bukti yang cukup dan telah meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan. POM TNI sementara telah menetapkan tiga tersangka militer," katanya dalam konferensi pers bersama pimpinan KPK di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2017).
Penyelidikan kasus pengadaan helikopter bermula dari hasil investigasi yang dilakukan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Mayor Jenderal TNI Hadi Tjahjanto (yang tertuang dalam surat perintah tanggal 29 Desember 2016). Hasil investigasi dikirimkan KSAU pada tanggal 24 Februari 2017.
"Dari hasil investigasi sudah semakin jelas, tetapi ada pelaku-pelaku (lain) sebab korupsi kan konspirasi. Maka bermodal investigasi KSAU, saya bekerja sama dengan kepolisian, BPK khususnya dengan PPTAK dan KPK," kata Gatot.
Gatot menegaskan pengusutan kasus yang anggaran proyeknya mencapai Rp738 miliar tersebut tidak berhenti pada tiga tersangka.
"Nanti tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain yang jadi tersangka," kata Gatot.
Dalam kasus ini, POM TNI menemukan kerugian negara sekitar Rp220 miliar. Kerugian tersebut dikarenakan adanya motif pembengkakan anggaran dari yang seharusnya.
Terkait kasus tersebut, POM TNI sudah memblokir rekening BRI Britama milik sebuah perusahaan yang mengadakan helikopter tersebut. Di dalamnya terdapat uang sekitar Rp139 miliar.
"Nanti, baranga buktinya akan semakin bertambah, itu hanya untuk sementara," katanya.
Pengadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantaran rencana pembeliannya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2015.
Awalnya helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut very-very important person (VVIP), namun harganya dinilai terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.
Namun, pada 2016, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara, kembali melakukan pengadaan helikopter AW-101 dengan perubahan fungsi, sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR.
Komentar
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU