Ilustrasi KPK [suara.com/Nikolaus Tolen]
Jika nanti dipanggil panitia khusus hak angket terhadap KPK, pimpinan KPK diminta jangan memenuhi panggilan. Sebab, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz, pansusnya tersebut hanyalah panggung politik.
"Dia sudah sebutkan bahwa isunya bisa melebar kemana-mana termasuk Miryam, ya nggak bisa. Karena kasus Miryam kan kasus yang sedang disidik oleh KPK. KPK tidak boleh membocorkan hasil penyelidikan dan DPR tidak boleh mengintervensi proses penyidikan," katanya di Restoran Tjikini Lima, Menteng, Jakarta Pusat.
Dia yang dimaksud Donal adalah wakil ketua pansus Risa Mariska yang menyebutkan pansus bisa saja membahas banyak hal, termasuk rekaman pemeriksaan tersangka kasus memberikan keterangan palsu Miryam S. Haryani. Miryam merupakan anggota Fraksi Hanura yang pernah menjadi saksi kasus korupsi e-KTP yang menyebut ditekan anggota DPR, kemudian mengoreksi keterangan, lalu dia mencabut kesaksian di pengadilan dengan alasan ditekan penyidik KPK.
Penggunaan hak angket KPK dilatari oleh kasus korupsi e-KTP. Komisi III DPR meminta KPK membuka rekaman hasil pemeriksaan Miryam, tetapi ketika itu KPK tidak bersedia. Setelah itu muncul wacana penggunaan hak angket.
Donal mengatakan rekaman pemeriksaan Miryam tidak boleh disampaikan ke pansus. Rekaman tersebut hanya bisa dibuka di persidangan.
"Angket itu kan panggung politik, bukan panggung penegakan hukum. Karena kesimpulan secara statis, 1+1=2, kalau logika politik 1+1 itu belum tentu dua," kata Donal.
Donal menyebutkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi. Pasal 17 menyebutkan informasi dalam penyelidikan dan penyidikan adalah informasi yang dikecualikan.
"Justru ada sanksi pidana bagi orang yang membuka informasi dalam penyelidikan dan penyidikan itu. Dan informasi tentang Miryam, informasi siapa yang mengintervensi Miryam sehingga mengubah BAP (Berita Acara Pemeriksaan), itu informasi di dalam penyidikan, ya nggak boleh dibuka," katanya.
KPK mempunyai dasar menolak panggilan pansus. Dasar tersebut sudah diatur dalam UU MD3, UU KPK yang mengatakan KPK bekerja secara independen, dan UU keterbukaan informasi.
Menurut Donal tidak ada dasar hukum bagi pansus untuk memanggil KPK.
"Nggak bisa (panggil paksa), dia tidak punya kekuatan hukum, karena sejak awal dia sudah cacat hukum. Maka tindakan-tindakan yang terkait dengan pansus itu tidak bisa dibenarkan secara hukum," kata Donal.
Donal juga menyoroti ketua pansus, anggota Fraksi Golkar Agun Gunanjar. Agun merupakan salah satu saksi kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Agun Gunanjar pimpinan pansus angket misalnya disebut terima uang satu juta dollar Amerika dalam kasus e-KTP. Ini pihak yang punya kepentingan, dan KPK dilarang bertemu dengan pihak yang berkepentingan terkait perkara," katanya.
Lebih jauh, Donal curiga tujuan pansus bukan untuk memperkuat KPK, melainkan melumpuhkan.
"Menurut kami, angket ini sebenarnya punya tujuan lain, satu, untuk mengganggu kerja KPK , dua, untuk memperoleh data dan informasi dari KPK yang sebenarnya akan membantu penyelidikan dan penyidikan, dan ketiga, memperlambat kerja KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi," katanya.
"Dia sudah sebutkan bahwa isunya bisa melebar kemana-mana termasuk Miryam, ya nggak bisa. Karena kasus Miryam kan kasus yang sedang disidik oleh KPK. KPK tidak boleh membocorkan hasil penyelidikan dan DPR tidak boleh mengintervensi proses penyidikan," katanya di Restoran Tjikini Lima, Menteng, Jakarta Pusat.
Dia yang dimaksud Donal adalah wakil ketua pansus Risa Mariska yang menyebutkan pansus bisa saja membahas banyak hal, termasuk rekaman pemeriksaan tersangka kasus memberikan keterangan palsu Miryam S. Haryani. Miryam merupakan anggota Fraksi Hanura yang pernah menjadi saksi kasus korupsi e-KTP yang menyebut ditekan anggota DPR, kemudian mengoreksi keterangan, lalu dia mencabut kesaksian di pengadilan dengan alasan ditekan penyidik KPK.
Penggunaan hak angket KPK dilatari oleh kasus korupsi e-KTP. Komisi III DPR meminta KPK membuka rekaman hasil pemeriksaan Miryam, tetapi ketika itu KPK tidak bersedia. Setelah itu muncul wacana penggunaan hak angket.
Donal mengatakan rekaman pemeriksaan Miryam tidak boleh disampaikan ke pansus. Rekaman tersebut hanya bisa dibuka di persidangan.
"Angket itu kan panggung politik, bukan panggung penegakan hukum. Karena kesimpulan secara statis, 1+1=2, kalau logika politik 1+1 itu belum tentu dua," kata Donal.
Donal menyebutkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi. Pasal 17 menyebutkan informasi dalam penyelidikan dan penyidikan adalah informasi yang dikecualikan.
"Justru ada sanksi pidana bagi orang yang membuka informasi dalam penyelidikan dan penyidikan itu. Dan informasi tentang Miryam, informasi siapa yang mengintervensi Miryam sehingga mengubah BAP (Berita Acara Pemeriksaan), itu informasi di dalam penyidikan, ya nggak boleh dibuka," katanya.
KPK mempunyai dasar menolak panggilan pansus. Dasar tersebut sudah diatur dalam UU MD3, UU KPK yang mengatakan KPK bekerja secara independen, dan UU keterbukaan informasi.
Menurut Donal tidak ada dasar hukum bagi pansus untuk memanggil KPK.
"Nggak bisa (panggil paksa), dia tidak punya kekuatan hukum, karena sejak awal dia sudah cacat hukum. Maka tindakan-tindakan yang terkait dengan pansus itu tidak bisa dibenarkan secara hukum," kata Donal.
Donal juga menyoroti ketua pansus, anggota Fraksi Golkar Agun Gunanjar. Agun merupakan salah satu saksi kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Agun Gunanjar pimpinan pansus angket misalnya disebut terima uang satu juta dollar Amerika dalam kasus e-KTP. Ini pihak yang punya kepentingan, dan KPK dilarang bertemu dengan pihak yang berkepentingan terkait perkara," katanya.
Lebih jauh, Donal curiga tujuan pansus bukan untuk memperkuat KPK, melainkan melumpuhkan.
"Menurut kami, angket ini sebenarnya punya tujuan lain, satu, untuk mengganggu kerja KPK , dua, untuk memperoleh data dan informasi dari KPK yang sebenarnya akan membantu penyelidikan dan penyidikan, dan ketiga, memperlambat kerja KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi," katanya.
Komentar
Berita Terkait
-
Tetap Berstatus Kader, Golkar Senang Setnov Bebas: Secara Prosedur Semuanya Memenuhi Syarat
-
Blak-blakan! Ketua KPK Sebut Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Kurang Adil, Kenapa?
-
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
-
Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Dosa Korupsi E-KTP: Itu Kejahatan Serius!
-
KPK Tegaskan Penangguhan Penahanan Paulus Tannos Belum Dikabulkan Pengadilan Singapura
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
Pilihan
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
-
Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
Terkini
-
Bukan soal Whoosh, Ini Isi Percakapan Dua Jam Prabowo dan Ignasius Jonan di Istana
-
KontraS Pertanyakan Integritas Moral Soeharto: Apa Dasarnya Ia Layak Jadi Pahlawan Nasional?
-
Viral Pria Gelantungan di Kabel Jalan Gatot Subroto, Ternyata Kehabisan Ongkos Pulang Kampung
-
Dorong Kedaulatan Digital, Ekosistem Danantara Perkuat Infrastruktur Pembayaran Nasional
-
AJI Gelar Aksi Solidaritas, Desak Pengadilan Tolak Gugatan Mentan Terhadap Tempo
-
Temuan Terbaru: Gotong Royong Lintas Generasi Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
-
PSI Kritik Pemprov DKI Pangkas Subsidi Pangan Rp300 Miliar, Dana Hibah Forkopimda Justru Ditambah
-
Penerima Bansos di Jakarta Kecanduan Judi Online, DPRD Minta Pemprov DKI Lakukan Ini!
-
Pecalang Jakarta: Rano Karno Ingin Wujudkan Keamanan Sosial ala Bali di Ibu Kota
-
5 Fakta OTT KPK Gubernur Riau Abdul Wahid: Barang Bukti Segepok Uang