Arkeolog dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Agus Aris Munandar di acara beda buku tentang Majapahit [suara.com/Dian Rosmala]
Arkeolog dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Agus Aris Munandar mengkritik kesimpulan buku berjudul Fakta Mengejutkan, Majapahit Kerajaan Islam yang ditulis oleh Herman Sinung Janutama.
"Pertama adalah harus memperhatikan universal data. Jangan menggunakan data yang hanya sedikit, melainkan gunakanlah data tentang Majapahit yang paling semaksimal mungkin," kata Agus dalam diskusi bertema Jangan Lupakan Sejarah, Tolak Rekayasa Sejarah Majapahit, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017).
Data tersebut, kata Agus, harus dikomparasikan dengan berbagai data lainnya sehingga memperoleh kesimpulan yang kuat.
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Nasional Peradah dan Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Darma Indonesia, Agus juga meminta Herman menunjukkan sumber yang ia gunakan untuk menulis buku, seperti manuskrip baru diklaim sebagai sumber yang tidak pernah dijamah oleh peneliti sebelumnya.
"Harus disebutkan manuskrip apa, disimpan di mana. Jadi jangan ditutupi supaya kita bisa akses bersama. Jangan-jangan dia salah tafsir terhadap data itu. Jadi jangan menutupi menyembunyikan data, karena ilmiah nggak boleh menyembunyikan data," tutur Agus.
Buku berjudul Fakta Mengejutkan, Majapahit Kerajaan Islam Buku Majapahit, Kerajaan Islam diterbitkan pada 2010. Buku diterbitkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Daerah Muhammadiyah, Kota Yogyakarta.
Hasil pengkajian yang dilakukan Herman dipertanyakan oleh arkeolog setelah dibahas di media sosial baru-baru ini.
Warganet ketika itu memperdebatkan informasi yang menyebutkan Mahapatih Gajah Mada sebagai penganut Islam dengan nama asli Gaj Ahmada atau Syaikh Mada.
Agus juga menyoroti informasi tersebut. Dia menilai penyebutan nama Gajah Mada menjadi Gaj Ahmada tendensius. Sebab, menurut dia, sumber sejarah tidak pernah mencatat nama Gaj Ahmada.
"Ga Ahmada itu tendensius. Penyebutan seperti itu tidak ada, yang ada ya dari sumber-sumber otentik ya Gajah Mada. Kita percaya Negarakertagama atau tafsiran plesetan seperti itu? Dari prasasti-prasastinya, dia bilang Gajah Mada. Prasasti otentik, nggak ada Gaj Ahmada itu," kata Agus.
"Pertama adalah harus memperhatikan universal data. Jangan menggunakan data yang hanya sedikit, melainkan gunakanlah data tentang Majapahit yang paling semaksimal mungkin," kata Agus dalam diskusi bertema Jangan Lupakan Sejarah, Tolak Rekayasa Sejarah Majapahit, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2017).
Data tersebut, kata Agus, harus dikomparasikan dengan berbagai data lainnya sehingga memperoleh kesimpulan yang kuat.
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Nasional Peradah dan Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Darma Indonesia, Agus juga meminta Herman menunjukkan sumber yang ia gunakan untuk menulis buku, seperti manuskrip baru diklaim sebagai sumber yang tidak pernah dijamah oleh peneliti sebelumnya.
"Harus disebutkan manuskrip apa, disimpan di mana. Jadi jangan ditutupi supaya kita bisa akses bersama. Jangan-jangan dia salah tafsir terhadap data itu. Jadi jangan menutupi menyembunyikan data, karena ilmiah nggak boleh menyembunyikan data," tutur Agus.
Buku berjudul Fakta Mengejutkan, Majapahit Kerajaan Islam Buku Majapahit, Kerajaan Islam diterbitkan pada 2010. Buku diterbitkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Daerah Muhammadiyah, Kota Yogyakarta.
Hasil pengkajian yang dilakukan Herman dipertanyakan oleh arkeolog setelah dibahas di media sosial baru-baru ini.
Warganet ketika itu memperdebatkan informasi yang menyebutkan Mahapatih Gajah Mada sebagai penganut Islam dengan nama asli Gaj Ahmada atau Syaikh Mada.
Agus juga menyoroti informasi tersebut. Dia menilai penyebutan nama Gajah Mada menjadi Gaj Ahmada tendensius. Sebab, menurut dia, sumber sejarah tidak pernah mencatat nama Gaj Ahmada.
"Ga Ahmada itu tendensius. Penyebutan seperti itu tidak ada, yang ada ya dari sumber-sumber otentik ya Gajah Mada. Kita percaya Negarakertagama atau tafsiran plesetan seperti itu? Dari prasasti-prasastinya, dia bilang Gajah Mada. Prasasti otentik, nggak ada Gaj Ahmada itu," kata Agus.
Komentar
Berita Terkait
-
Laundry Majapahit: Tradisi Jadi Modal Ekonomi Kreatif Baru
-
Menjelajahi Masjid Ampel: Filosofi 16 Pilar hingga Pasar Bernuansa Arab
-
Mengenang Peristiwa 19 September 1945, Perobekan Bendera di Hotel Yamato
-
Serukan Perdamaian, UGM: Stop Kebijakan Tidak Adil
-
UGM Ungkap Alasan Ogah Tunjukkan Ijazah Jokowi ke Roy Suryo cs
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
5 Fakta PNS Probolinggo Memperkosa Keponakan Hingga Korban Depresi
-
Inovasi AI yang Mendorong Kualitas Riset dan Akademik Indonesia
-
Terseret Kasus Ekspor CPO, Dua Raksasa Sawit Bayar Uang Pengganti Triliunan dengan Cara Dicicil!
-
MBG ala Jusuf Hamka, Makan Gratis yang Bikin Anak-Anak SD Tambora Senyum Ceria
-
Gubernur Riau Diduga Pakai Uang Pemerasan untuk Jalan-Jalan ke Inggris dan Brasil
-
KPK Lamban Ungkap Tersangka Korupsi Gubernur Riau, Apa Alasannya?
-
Wamenkomdigi: Pemerintah Harus Hadir untuk Memastikan AI Jadi Teknologi yang Bertanggung Jawab
-
Gubernur Riau Jadi Tersangka KPK! Kemendagri Siapkan Pengganti Sementara
-
Pramono Anung Rombak Birokrasi DKI: 1.842 Pejabat Baru, Janji Pelayanan Publik Lebih Baik
-
Gubernur Riau Jadi Tersangka, PKB Proses Status Kader Abdul Wahid Secara Internal