Terdakwa Patrialis Akbar [Suara.com/Oke Atmaja]
Baca 10 detik
Bekas hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar divonis hukuman penjara selama delapan tahun atas kasus tindak pidana suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang kesehatan hewan ternak, Selasa (4/9/2017).
"Mengadili, menyatakan Patrialis terbukti, menyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan pidana penjara tiga bulan," ujar ketua majelis hakim Nawawi saat membacakan vonis di PengadilanTipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Vonis terhadap Patrialis lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yakni 12,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp4.043.150 dan 10.000 dollar Amerika Serikat, dengan ketentuan jika dalam waktu satu bulan Patrialis tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Namun jika harta bendanya tidak mencukupi, Patrialis harus menjalani masa tahanan selama enam bulan.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim tetap mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan.
Yang memberatkan, Patrialis dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringkankan Patrialis menunjukkan sikap yang sopan dalam persidangan, masih memiliki tanggungan dan berjasa mendapatkan Satya Lencana.
"Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan terdakwa menunjukkan sikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum , memiliki tanggungan keluarga dan telah berjasa kepada negara mendapat Satya Lencana," kata Nawawi.
"Mengadili, menyatakan Patrialis terbukti, menyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan pidana penjara tiga bulan," ujar ketua majelis hakim Nawawi saat membacakan vonis di PengadilanTipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Vonis terhadap Patrialis lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yakni 12,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp4.043.150 dan 10.000 dollar Amerika Serikat, dengan ketentuan jika dalam waktu satu bulan Patrialis tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Namun jika harta bendanya tidak mencukupi, Patrialis harus menjalani masa tahanan selama enam bulan.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim tetap mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan.
Yang memberatkan, Patrialis dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringkankan Patrialis menunjukkan sikap yang sopan dalam persidangan, masih memiliki tanggungan dan berjasa mendapatkan Satya Lencana.
"Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan terdakwa menunjukkan sikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum , memiliki tanggungan keluarga dan telah berjasa kepada negara mendapat Satya Lencana," kata Nawawi.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO