Kasus suap Hakim dan Panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu. [suara.com/ Oke Atmaja]
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Hakim Pengadilan Tindak pidana korupsi Bengkulu, Dewi Suryana sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait putusan perkara korupsi Kegiatan Rutin di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bengkulu Tahun anggaran 2013. Selain Dewi, status tersangka juga disematkan KPK kepada seorang Panitera Pengganti PN Bengkulu bernama Hendra Kurniawan dan keluarga dari terdakwa Wilson bernama Syuhadutal Islamy yang turut ditangkap dalam OTT kemarin.
Penetapan ini dilakukan setelah KPK menangkap Dewi yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (6/7) diperiksa secara intensif dan dilakukan gelar perkara.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Bengkulu maka KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan serta menetapkan tiga orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (7/9/2017).
Dewi dan Hendra diduga menerima suap dengan kesepakatan sebesar Rp125 Juta dari Syuhadatul agar Pengadilan Tipikor Bengkulu meringankan hukuman terhadap Wilson yang menjadi terdakwa perkara korupsi Kegiatan Rutin di DPPKAD Kota Bengkulu. Dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp590 juta tersebut, Wilson yang merupakan Plt Kepala BPKAD Pemkot Bengkulu telah divonis Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan hukuman satu tahun tiga bulan penjara oleh pengadilan pada 14 Agustus 2017.
"Putusan terhadap Wilson sendiri dijatuhkan pidana 1 tahun 3 bulan penjara, dimana dakwaan primer tidak terbutki dan subsidernya terbukti," katanya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Dewi dan Hendra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 UU Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Sementara Syuhadatul yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 6 ayat (1) huruf b dan/atau Pasal 13 UU Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Komentar
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional