Tahanan KPK Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di KPK, Jakarta, Kamis (30/11).
Dalam sidang praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017), penasihat hukum Setya Novanto mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik yang menangani perkara dugaan kasus korupsi KTP berbasis elektronik.
"Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan pemohon tidak sah dan catat hukum karena penyelidik dan penyidik yang ditunjuk melakukan penyelidikan, penyidikan terhadap pemohon adalah bukan penyelidik dan penyidik yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan undang-undang," kata pengacara Ketut Mulya Arsana.
Menurut Ketut penyelidik dan penyidik mestinya berasal dari Polri, Kejaksaan atau pejabat pegawai negeri sipil. Sementara penyidik yang menangani perkara Novanto, Ambarita Damanik, sudah diberhentikan dari Polri.
Setelah Ambarita bukan anggota Polri, katanya, otomatis tidak lagi memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Ketut mendasarkan pada UU KPK Pasal 39 ayat 3 Tentang Pengangkatan Penyidik KPK, seseorang yang telah diangkat sebagai penyidik KPK adalah orang yang diberhentikan sementara dari kepolisian dan kejaksaan, bukan yang telah diberhentikan selamanya.
"Dengan demikian termohon dalam penerbitan Sprindik serta SPDP terhadap pemohon tidak sesuai dengan ketentuan pengangkatan penyidik KPK. Sehingga Sprindik dan SPDP yang diterbitkan termohon jelas tidak sah menurut hukum," kata Ketut.
Saat ini, sidang praperadilan yang diajukan Novanto masih berlangsung. Novanto mengajukan praperadilan untuk kedua kalinya atas penetapan dirinya tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP berbasis elektronik.
Kemarin, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tim biro hukum KPK sudah siap menghadapi gugatan. Semua persiapan, katanya, sudah matang.
Febri mengatakan seluruh argumentasi Novanto dan pengacara akan dijawab dengan bukti dan argumentasi yang kuat. KPK sudah menyiapkan penjelasan untuk pertanyaan pengacara Novanto yang menyebutkan penetapan kembali Novanto menjadi tersangka melanggar asas ne bis in idem. Atau seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Tag
Komentar
Berita Terkait
-
Mengintip Rumah Setya Novanto di Kupang yang Dilelang KPK, Harganya Miliaran!
-
Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Digugat! Cacat Hukum? Ini Kata Penggugat
-
Setnov Bebas Bersyarat, Arukki dan LP3HI Ajukan Gugatan ke PTUN Jakarta: Kecewa!
-
Terpopuler: Anak Setya Novanto Menikah, Gaji Pensiunan PNS Bakal Naik Oktober 2025?
-
Biodata dan Agama Rheza Herwindo, Anak Setya Novanto yang Nikahi Kerenina Sunny
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan