Suara.com - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan Undang-Undang Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3) sah menjadi UU. Pemerintah telah memberi nomor atas UU tersebut meski Presiden Joko Widodo belum menandatangani.
"Sudah ada nomornya. Itu nomor 2 tahun 2018. Sudah sah menjadi UU," kata Yasonna di DPR, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Publik diminta gugat ke Mahkamah Konstitusi jika masih protes dengan penerbitan UU itu.
"Jadi sekarang sudah mulai bisa menggugatnya. Karena sudah ada nomornya dan sudah sah menjadi undang-undang. Jadi kalau ada sekarang mau mengajukan judicial review, silahkan," ujar Yasonna.
Yasonna memastikan Jokowi sudah tahu mengenai penomoran atas UU tersebut. Sebab, pemberian nomor dilakukan oleh Sekretariat Negara.
Dengan disahkannya UU tersebut, ia berharap masyarakat pun menaaati ketentuan yang ada di dalamnya.
"Setiap warga negara harus menaati Undang-Undang. Untuk protes terhadap Undang-Undang masyarakat dapat judicial review. Saya dengar beberapa organisasi langsung melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi," tutur Yasonna.
Presiden Jokowi enggan menandatangani UU MD3 yang disahkan DPR melalui rapat paripurna pada 12 Februari 2018. Jokowi menilai UU tersebut masih mengandung pasal-pasal yang kontroversial.
Pasal kontroversial yang dimkasud yaitu pasal 73, 122, dan 245.
Baca Juga: Jokowi Tak Mau Teken, UU MD3 Akhirnya Berlaku Tanpa Nomor
Pasal 73 yaitu terkait pemanggilan paksa terhadap pihak-pihak yang mangkir dari panggilan DPR. Dalam hal ini, DPR mewajibkan Polri untuk melakukan pemanggilan paksa, bahkan bisa melakukan penahanan terhadap pihak yang mangkir dari panggilan DPR.
Sedangkan Pasal 122 yaitu terkait penghinaan terhadap lembaga DPR dan anggota DPR. Dalam pasal itu diatur Mahkamah Kehormatan Dewan bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Sementara Pasal 245 yaitu terkait hak imunitas anggota DPR. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemanggilan penyidikan terhadap anggota DPR oleh aparat penegak hukum, harus mendapatkan persetujuan Presiden.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting