Suara.com - Duduk di bangku luar rumah berpapan kayu, dan acuh tak acuh pada rinai hujan yang turun, Diane, nama perempuan Kamerun itu, lancar menceritakan bagaimana dia membunuh putranya yang baru berusia lima tahun.
Ia masih benar-benar mengingat gambaran detail sosok sang bayi. Orok yang menderita sakit parah sepanjang lima tahun berada di dunia. Dia lemah dan kurus, kata perempuan yang meminta Reuters tak menulis nama aslinya.
Seperti kebiasaan warga di negara Afrika Tengah, Diane dan suami berkonsultasi kepada dukun yang dikenal sebagai ”marabout”, untuk mengetahui bagaimana nasib sang anak.
"Nyonya, anakmu adalah seorang tukang sihir," kata marabout yang didatangi Diane.
"Dia datang ke dunia untuk menyiksamu. Dia akan mati suatu hari nanti," tutur si dukun yang diutarakan kembali Diane. Marabout itu menegaskan, tak ada gunanya mencari bantuan medis.
Jadi, pada Kamis pagi di bulan Februari tahun lalu, ketika ayam jantan berkokok, Diane mencekik putranya memakai dua bantal. Sang bayi mati.
"Saya terus menekan bantal itu ke wajahnya, seperti dalam film, dan dia meninggal," kata Diane kepada Thomson Reuters Foundation, tanpa tanda penyesalan.
"Aku membunuh anakku karena dia akan mati juga. Sebelumnya, dia sangat menderita. Sekarang dia dalam kedamaian."
Apa yang benar-benar diderita bocah itu adalah penyakit anemia sel sabit, kondisi genetik yang menyebabkan sel-sel darah merah tidak normal dan berbagai komplikasi. Ini bisa diobati, tetapi tidak sembuh.
Baca Juga: Polisi Kebut Berkas Kasus Remaja Pengancam Presiden Jokowi
Sebelum hamil, Diane dan suami sebenarnya pernah berkonsultasi ke dokter. Ketika itu, ia diberitahu bahwa kalau ia mengandung anak, maka turut mewarisi penyakit langka.
”Mereka menyarankan aku dan suami tak memunyai anak. Sebab, kami akan mewarisi anak-anak kami penyakit langka. Tapi menurut marabout, kami harus punya anak dan tak perlu khawatir. Kami terlalu percaya pada marabout, sehingga aku berani mengandung dan melahirkan bayiku,” jelasnya.
Butuh tujuh bulan bagi Diane untuk setuju menceritakan kisahnya kepada Reuters, dengan syarat bahwa nama dan lokasinya yang sebenarnya tidak diungkapkan. Kisahnya ini diterbitkan Reuters pada Senin (28/5/2018).
Reuters mewawancarai sebanyak 19 orang anak-anak yang mengidap penyakit sel sabit. Dalam wawancara, 16 orang di antaranya mengakui distigma sebagai “penyihir” maupun “setan”.
Belasan anak yang hidup dengan penyakit sel sabit itu juga ditinggalkan oleh ayah mereka, dan dipaksa mengikuti ritual “demistifikasi” yang dapat membunuh.
Sedangkan sebelas ibu yang diwawancarai Reuters mengatakan, percaya bahwa anak-anak mereka adalah ahli sihir.
"Di Kamerun, penyakit sel sabit identik dengan diskriminasi, penyakit memalukan, sesuatu yang mistis," kata Fernand Tekoua, presiden asosiasi nasional orang-orang dengan penyakit sel sabit.
"Ini tertanam dalam kebiasaan masyarakat. Bahkan keluarga berpikir Anda tidak berharga dan hanya menunggu hari Anda untuk mati," katanya.
Mayat Hidup
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anemia sel sabit paling umum di Afrika, dan memengaruhi hingga dua persen dari populasi di negara-negara tropis seperti Kamerun.
Gejala utamanya adalah, penderita sering merasa nyeri tak tertahan selama sepekan, rentan terhadap infeksi, anemia sehingga menyebabkan kelemahan serta kelelahan.
Dalam catatan WHO, sebagian besar anak-anak yang menderita penyakit itu hanya bertahan hidup sampai 5 tahun sejak lahir.
Seperti Diane, orang tua lain yang diwawancarai menggambarkan anak-anak mereka terus menerus sakit sejak lahir. Bagi orang tua, memunyai anak seperti itu bakal menghabiskan seluruh harta beda, sama seperti Diane dan suaminya.
"Per pekan, biaya untuk pengobatan anemia sel sabit mencapai 200 ribu Kamerun Franc atau setara USD 350. Padahal, mayoritas keluarga di Kamerun tak punya uang untuk makan,” tutur Tekoua.
"Anak dengan penyakit sel sabit dengan demikian dilihat sebagai orang yang menghancurkan keluarga."
Meskipun tidak ada bukti bahwa anak-anak dengan penyakit sel sabit secara teratur dibunuh di Kamerun, sejumlah dokter, pasien, dan orang tua mengakui menyarankan bahwa hal itu dimungkinkan.
"Dia monster, dia layak mati," kata seorang ibu di ibu kota Yaounde, mengomentari putranya yang berusia sembilan tahun dan menderita anemia sel sabit.
Ketika dia tahu dia menderita penyakit itu dua tahun lalu, pasangannya meninggalkannya dan dia tidak pernah lagi membawa bocah itu ke RS.
"Saya tidak akan meneteskan air mata pada kematian anak ini yang memisahkan saya dari suami saya," katanya.
Beberapa orang dengan penyakit itu mengatakan, orang tua mereka akan mengatakan kepada mereka: "Mengapa saya membawa Anda ke dunia? Anda seharusnya tidak hidup. Mati dan tinggalkan kami dalam damai."
Mereka disebut sebagai "mayat hidup ", "murid-murid setan" dan "penjaga neraka", kata mereka.
Hans Edgar, 24, yang hidup dengan penyakit itu, mengatakan bahwa ayahnya keluar dari keluarga setelah menolak membelanjakan satu sen untuk "anak tukang sihirnya".
Ibunya kemudian membawanya ke sebuah marabout, yang pada suatu hari menempatkan dia di atas perapian untuk membakar tubuhnya dari roh jahat.
"Saya masih kecil dan saya melompat dengan semua kekuatan putus asa untuk menyelamatkan kulit saya," katanya. "Dia ingin memanggangku seperti ayam."
Pencegahan
Kementerian kesehatan Kamerun memperkirakan, penyakit sel sabit bertanggung jawab atas 16 persen dari semua kematian anak-anak balita.
"Ini banyak sekali. Ini benar-benar masalah yang mengkhawatirkan," kata Etoundi Mballa, kepala divisi untuk penyakit dan epidemi Kementerian Kesehatan Kamerun.
Pada 2014, pusat perawatan pertama yang ditujukan untuk penyakit itu dibuka di sebuah rumah sakit di kota kedua Kamerun, Douala. Tetapi tidak seperti program HIV, tuberkulosis dan malaria, program ini tidak disubsidi oleh pemerintah.
Mballa mengatakan, departemen kesehatan menyiapkan program peningkatan kesadaran, vaksin gratis untuk infeksi tertentu dan tablet besi, serta antibiotik, untuk memerangi penyakit tersebut.
Kementerian juga merekomendasikan agar orang dewasa muda diuji untuk mengetahui membawa penyakit itu atau tidak, agar aman ketika menikah dan memiliki anak.
Tetapi orang-orang yang hidup dengan penyakit itu mengatakan, pemerintah harusnya bisa berbuat banyak untuk mereka yang terlanjur hidup bersama anemia sel sabit.
Di Douala, mereka yang selamat sampai remaja dan dewasa bertemu dua kali seminggu untuk saling menghibur, mendiskusikan masa depan, dan berbagi keprihatinan dan saran.
Untuk mengakhiri penyakit, mereka berpikir pemerintah harus membuat tes darah gratis dan wajib.
"Jika orang tua saya telah melakukan tes ini, saya tidak akan pergi berkeliling hari ini dengan penyakit yang menghancurkan hidup saya," kata Allan, seorang siswa berusia 17 tahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
BRIN Jelaskan Penyebab Dentuman dan Kilatan Cahaya Langit Cirebon: Benar Meteor?
-
Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Ajukan Perda untuk Perkuat Peran Pondok Pesantren
-
Kabar Meteor Jatuh di Cirebon Bikin Geger, Polisi Langsung Cek ke Lokasi
-
Instruksi Prabowo ke Cak Imin: Periksa dan Perbaiki Struktur Pondok Pesantren!
-
Cek Kebersihan MBG, Prabowo Minta BGN Segera Lengkapi Dapur dengan Test Kit
-
Minggu Malam di Kertanegara, Prabowo Temui Kepala BGN dan Sejumlah Menteri: Bahas Isu Apa?
-
Malaysia Ikut Buru Riza Chalid, Benarkah Buronan Kakap Ini Benar Jadi Menantu Keluarga Sultan?
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny Telan Puluhan Nyawa Santri, Ini Perintah Tegas Prabowo ke Menteri-Gubernur
-
Terjatuh Saat Terjun Payung di Rangkaian HUT TNI, Praka Marinir Zaenal Mutaqim Meninggal Dunia
-
BNPB Ungkap Kendala Evakuasi Santri Al Khoziny: Satu Beton 'Jebakan' Ancam Runtuhkan Sisa Gedung