Suara.com - Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD meminta Presiden Joko Widodo mencabut Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur jumlah gaji anggota BPIP. Permintaan itu disampaikan langsung ke Jokowi dalam sebuah pertemuan.
Mahfud menjelaskan, hal itu disebabkan berkembangnya polemik gaji 'jumbo' anggota BPIP di tengah masyarakat. Dalam pertemuan itu, Mahfud ditemani beberapa tokoh.
"Kita akan minta agar Perpres itu dicabut, karena tidak boleh orang digaji tanpa hak. Saya kemarin sudah ketemu Presiden ditemani ibu Yenti Garnasih, lalu Rektor Undip Prof Yos Yohan, lalu Presiden ditemani oleh Ari Dwipayana, staf khusus," kata Mahfud di kantor BPIP, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (31/5/2018).
Mahfud mengatakan, dalam pertemuan itu, Jokowi menerangkan bahwa gaji pokok anggota BPIP sebenarnya hanya Rp 5 juta. Sedangkan sisanya merupakan dana tunjangan operasional.
"Kata Presiden, saya malah tidak enak membuat bapak-bapak dan ibu di sana menjadi serba disalahkan orang. Itu bukan gaji. 'Gaji pak Mahfud itu cuma Rp 5 juta'. 'Loh, kalau begitu kecil dong?' saya bilang, dibanding dengan yang lain," katanya menirukan obrolannya dengan Jokowi.
Ia pun membandingkan gaji anggota BPIP sekarang dengan gaji yang diterima oleh anggota DPR yang jumlahnya lebih besar.
"Saya pernah menjadi anggota DPR tahun 2004, di luar gaji pokok itu sudah membawa pulang rata-rata Rp 150 juta. Ini sudah 14 tahun berarti sudah lebih dari Rp 200 juta sudah pasti. Itu DPR ya," ungkapnya.
Ia pun mengaku heran kenapa tidak ada yang meributkan soal gaji yang diterima oleh anggota DPR setiap bulannya.
"Kalau gitu DPR dong yang diributkan, kalau mau. Tapi kan kita tidak pernah ribut. Malah sekarang DPR itu sudah tambah lagi satu komponen, uang serap aspirasi. Masing-masing anggota DPR Rp 1 miliar. Kenapa tidak itu yang diributin?" pungkasnya.
Oleh karena itu, Mahfud meminta kepada masyarakat untuk tidak meributkan lagi perihal besaran gaji anggota BPIP yang lebih kecil ketimbang lembaga yang lain.
"Ibu Sri Mulyani sudah menjelaskan bahwa (Rp 100 juta) itu bukan gaji. Gajinya itu cuma Rp 5 juta. Itu sudah mencakup gaji pokok Rp 5 juta, operasional Rp 13 juta, tunjangan kesehatan dan lain-lain," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Polemik BPIP, Mahfud MD: Gaji DPR Tinggi Tak Diributin
-
Sosok Cendekiawan Muslim Dawam Rahardjo di Mata Presiden Jokowi
-
Melihat Kembali Janji Jokowi-JK Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
-
Jokowi Akan Bertemu Korban HAM, Melanie Subono Menang Taruhan
-
Cerita Mahfud MD Tertawa Gembira saat Blokir Haters dan Buzzer
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Boni Hargens: 5 Logical Fallacies di Argumentasi Komite Reformasi Polri Terkait Perpol 10/2025
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?