Suara.com - Voltaire van Solo, begitulah Dawam Rahardjo mendapat julukan dari sohibnya, Hamid. Sama seperti François-Marie Arouet, ia bakal membela kaum yang dipersekusi atau ditindas, meski tak sependapat dengan kaum itu sendiri. Rabu kemarin, Voltaire dari Solo itu telah pergi.
Suatu siang pada akhir tahun 1994, Hamid Basyaib menerima telepon di kantor harian Republika. Orang di ujung telepon itu adalah Dawam Rahardjo. Mereka sama-sama bekerja di harian tersebut kala itu.
“Dawam bilang, ia sudah mendengar kontroversi yang melibatkan saya, dan bahwa saya akan diskors atau dipecat dari koran itu. Ia sudah bicara dengan Pak Habibie supaya terhadap saya tidak perlu ada tindakan disipliner dan sejenisnya,” kenang Hamid mengenai Dawam yang ditulis dan disebar melalui Facebook, saat mengetahui rekannya itu meninggal dunia, Kamis (31/5/2018).
Dawam lantas menyatakan maksudnya menelepon Hamid. Ia ingin minta penjelasan tentang tulisan Hamid yang menjadi sumber protes sejumlah ormas Islam itu.
"Apa sih isinya? Saya belum baca," kata Dawam, "Tapi saya tidak setuju dengan tindakan apa pun terhadap diri Anda! Saya perlu tahu detail kontroversi ini. Bisa nggak Anda ceritakan isi tulisan itu?"
Hamid lantas menjelaskan, inti artikel yang dibuatnya itu menyebut Nike Ardilla—penyanyi beken pada era 1990-an—sebagai contoh anak muda yang kaki kirinya masih di wilayah tradisionalisme/religius, sementara kaki kanannya mulai menapak di modernisme berkat popularitas yang tiba-tiba dinikmatinya sebagai penyanyi belia.
“Ambiguitas itu terlihat dari fakta bahwa di mobil yang dikendarainya (Nike), ia membawa mukena dan sajadah; dan malam itu ia pulang pukul 11 malam dari sebuah diskotik, dan mobil mengalami kecelakaan parah yang menyebabkan kematiannya,” terangnya.
Dawam memuji otentisitas artikel Hamid. Menurut Dawam, kata Hamid, penjelasan dirinya dalam artikel itu memakai metodologi sosiologis yang sangat baik.
“Sementara Inti protes ormas Islam adalah, tulisan itu seolah-olah menyatakan bahwa Tuhan tidur; padahal Dia tak pernah tidur, dan seterusnya. Lalu wakil-wakil dari 18 ormas Islam mendatangi kantor Republika,” kenangnya.
Baca Juga: AJI Jakarta Kecam Ratusan Kader PDIP Serang Kantor Radar Bogor
Perwakilan ormas-ormas itu diterima untuk berdialog dengan Dewan Redaksi Republika, termasuk Adi Sasono, Dawam Rahardjo, Quraish Shihab, Soetjipto Wirosardjono dan beberapa orang lain. Dialog berlangsung cukup panas. Hamid sendiri tidak boleh hadir.
Mereka juga memprotes Ihsan Ali-Fauzi, yang menurunkan tulisan bernada pujian kepada Ahmad Wahib dan catatan hariannya yang mashur, 'Pergolakan Pemikiran Islam."
Pada akhir 1994 itu, Dawam juga berkata melalui telepon: "Saya mungkin tidak setuju dengan pendapat Anda, tapi hak Anda untuk mengungkapkan pendapat itu akan saya bela sampai mati."
Perkataan terkenal “Voltaire”—nom de plume (nama pena) François-Marie Arouet—ternyata tak sekadar jargon bagi Dawam, tapi diamalkannya.
“Saya dengar ia melobi beberapa orang dekat Pak Habibie, bahkan menyempatkan diri membahas kasus itu kepada BJH sewaktu ia ikut rombongan BJH ke Jerman. Saya tidak jadi dipecat. Tidak perlu pula harus menulis surat pengunduran diri seperti salah satu opsi semula. Saya hanya diskors beberapa bulan; kalaupun menulis, nama saya tidak boleh muncul. Sebab urusannya sudah diambil alih Dirjen PPG Subrata, atas perintah Menteri Penerangan Harmoko,” tulis Hamid yang pernah menjadi koordinator Jaringan Islam Liberal.
“Saya diselamatkan oleh Monsieur Voltaire, yang kali ini berbentuk seorang pemikir ekonomi besar yang tekun, jujur dan berkomitmen penuh terhadap apa saja yang baik bagi Indonesia.”
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
Terkini
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi