Suara.com - Founder dan CEO Polmark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menyebut Majelis Taklim menjadi jaringan sosial paling penting di setiap Pemilu. Ini dipaparkan Eep dalam diskusi publik bertajuk "Dari Pilkada 2015-2018 dan Peta Baru Pilpres 2019" di Hotel Veranda, Pakubuwono, Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2018).
"Jadi majelis taklim 34,5 persen itu rata-rata di lima survei nasional. Lalu Nahdlatul Ulama 29,2 persen dan Muhammadiyah 6, 6 persen,” kata Eep.
“Untuk survei provinsi ada 42 survei, ketika di rata-rata Majelis Taklim menjadi jaringan sosial paling penting 31,8 persen, NU 23,4 persen dan Muhammadiyah 6,2 persen," Eep menambahkan.
Hal itu disampaikan Eep berdasarkan olahan data dari 106 survei PolMark Research Center dan PolMark Indonesia di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam rentang waktu 20 Mei 2013 sampai dengan 6 Juni 2018 dengan jumlah responden 96.930 orang.
Eep menyebut Majelis Taklim memiliki kategori yang berbeda dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Sebab NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi, sedangkan Majelis Taklim merupakan jaringan sosial.
"Keikutsertaan dalam jaringan ini tumpang tindih. Orang NU tidak mungkin orang Muhammadiyah dan sebaliknya, tapi orang NU boleh jadi peserta Majelis Taklim begitu juga orang Muhammadiyah. Survei itu pertanyaannya satu persatu organisasi misalnya NU anggota aktif," kata dia.
Tak hanya itu, berdasarkan survei-survei nasional menjelang Pilkada 2015 dan Pilkada 2018 di kategori karakter provinsi, Majelis Taklim tetap berada di urutan teratas dibanding NU dan Muhammadiyah.
Di provinsi yang jumlah pemilih muslimnya di atas 80 persen, Majelis Taklim berada angka 35,2 persen, NU 26,6 persen dan Muhammdiyah mendapat 6,4 persen. Kemudian, di karaktersitik pemilih muslim yang jumlahnya 67 sampai 80 persen, Majelis Taklim mendapat 17, 7 persen, NU sebesar 11,6 persen dan Muhammadiyah 6,0 persen.
Kemudian di karakteristik provinsi yang pemilih muslimnya di bawah 67 persen, Majelis Taklim hasil surveinya sebesar 20,1 persen, NU mendapat 6, 1 persen dan Muhammadiyah mendapat 4,5 persen.
Baca Juga: Ditahan KPK, Bupati Neneng Ternyata Sedang Hamil 4 Bulan
"Begitu juga pemilih muslimnya dibawah 67 persen, 20,1 persen hitungan margin erorr dari survei provinsi dengan 1200 responden per provinsi 2.9 persen. maka kurang lebih 17,7 dengan 20,1 persen angkanya adalah sama karena ada margin of erorr. Di tempat mayoritas muslim adalah jaringan yang menjangkau lebih dari sepertiga pemilih. Tapi di ditempat yang pemilih muslimnya tidak semutlak itu Majelis Taklim mencapai 20 an persen dalam daya jangkauanya," kata dia .
Oleh karena itu, ia menyebut Majelis Taklim tidak boleh dipandang remeh di Pemilu. Sebab Majelis Taklim selalu lebih besar jangkauan politiknya dibanding NU dan Muhammadiyah.
"Di dalam semua kategori Majelis Taklim selalu lebih besar daya jangkau politiknya dibanding NU dan Muhammadiyah. Karena itu di berbagai Pilkada menurut kami juga Majelis nggak bisa dipandang remeh dan, banyak penggalangan Pilkada yang keliru. Di Indonesia hasil diskusi ternyata penggalangan Majelis Taklim yang efektif belum menggalang pimpinan dan pengurus tapi menggarap jamaahnya karena tingkat kemandirian pemilih," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Dukung Revisi UU Hak Cipta untuk Lindungi Karya Jurnalistik, AMSI Serahkan Simbol Dukungan Ini
-
Prabowo Setujui Ditjen Pesantren, PDIP Siap 'Perkuat Narasi Patriotisme'
-
Polemik Utang Hingga Dugaan Markup Whoosh, PDIP Tugaskan Fraksi Lakukan Kajian
-
'Skema Mafia' Terbongkar: Rp 40 Miliar Digelontorkan untuk 'Beli' Vonis Lepas Korupsi CPO
-
Akui Sulit Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama, Bareskrim: Dikejar Lari-lari!
-
Bukan Cuma Iklan: 5 Bos Media Bongkar 'Revenue Stream' Ajaib di Era AI
-
Pakar Pidana Tegaskan Polemik Patok Kayu PT WKM Harusnya Tak Jadi Perkara Pidana
-
Kejagung Dalami Jejak Korupsi Chromebook Sampai ke 'Ring 1' Nadiem Makarim
-
Terungkap! Alasan Sebenarnya APBD DKI Jakarta Numpuk Rp14,6 Triliun! Bukan Deposito, Tapi...?
-
Kejati Jakarta Bongkar Skandal LPEI: Negara 'Dibobol' Hampir Rp 1 Triliun