Suara.com - Nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara mengaku masih khawatir untuk melaut pasca tsunami di Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam.
Terlebih, saat ini tengah berlangsung angin muson barat dan gelombang tinggi membuat sebagian nelayan memilih untuk bersandar.
Saiful (34) nelayan asal Indramayu mengaku sudah tiga hari ini tidak menebar jala. Selain khawatir pasca terjadinya tsunami di Selat Sunda, dia juga mengatakan terlalu beresiko jika memaksa melaut dalam keadaan angin kencang dan gelombang tinggi.
"Khawatir mah pasti apalagi saya waktu kejadian (tsunami Selat Sunda) juga kan lagi di tengah laut. Lagian juga ini kan musim angin barat gelombangnya memang tinggi, resikonya besar kalau maksa ke tengah laut," tutur Saiful saat di temui di Muara Angke, Jakarta Utara, Kamis (27/12/2018).
Saiful mengungkapkan, ketika kejadian tsunami di Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam, dirinya juga kebetulan sedang berada di tengah laut sekitar perairan Lampung Timur. Menurutnya, cuaca ketika itu memang cukup ekstrim.
Dengan kondisi gelombang tinggi dan arus yang kencang, Saiful memgatakan hasil tangkapan juga tidak akan maksimal. Justru, kata Saiful jika tetap memaksakan untuk pergi melaut malah akan menimbulkan kerugian saja.
"Kemarin saja kita enggak dapat tangkapan sama sekali. Malah kalau kita mau maksa ke tengah lagi itu malah rugi solar sama sembako bekal kita. Sedangkan tangkapan ikan boro-boro ada," ungkapnya.
Saiful mengatakan sebagian dari anak buah kapal (ABK) juga tengah kembali ke kampung halaman masing-masing sambil menunggu cuaca membaik.
Selain itu, sebagain dari kapal-kapal para nelayan di Muara Angke lebih memilih bersandar daripada memaksa untuk melaut dalam kondisi cuaca buruk seperti ini.
"ABK juga ada yang pulang dulu ini. Lagian juga lihat aja tuh, kapal-kapal juga banyak yang bersandar enggak ada yang mau ngambil resiko ke tengah," pungkasnya.
Pantuan Suara.com di Dermaga Muara Angke, Jakarta Utara pada Kamis (27/12/2018) sekitar pukul 09.00 WIB, ada sekitar ratusan kapan nelayan yang bersandar. Sebagian dari mereka mengaku tidak berani untuk melaut lantaran cuaca buruk.
Sambil menunggu, cuaca baik sebagian dari ABK kapal lebih memilih untuk memperbaiki kapal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 7 Parfum Wangi Bayi untuk Orang Dewasa: Segar Tahan Lama, Mulai Rp35 Ribuan Saja
- 3 Pelatih Kelas Dunia yang Tolak Pinangan Timnas Indonesia
Pilihan
-
Zahaby Gholy Starter! Ini Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Honduras
-
Tinggal Klik! Ini Link Live Streaming Timnas Indonesia U-17 vs Honduras
-
Siapa Justen Kranthove? Eks Leicester City Keturunan Indonesia Rekan Marselino Ferdinan
-
Menko Airlangga Ungkap Dampak Rencana Purbaya Mau Ubah Rp1.000 Jadi Rp1
-
Modal Tambahan Garuda dari Danantara Dipangkas, Rencana Ekspansi Armada Kandas
Terkini
-
Tak Ingin Insiden SMA 72 Terulang, Gubernur Pramono Tegaskan Setop Praktik Bullying di Sekolah
-
DPR Dukung BGN Tutup Dapur SPPG Penyebab Keracunan MBG: Keselamatan Anak-anak Prioritas Utama
-
BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem Selama Seminggu, Jakarta Hujan Lebat dan Angin Kencang
-
Setelah Gelar Pahlawan, Kisah Soeharto, Gus Dur, hingga Marsinah akan Dibukukan Pemerintah
-
Dari Kelapa Gading ke Senayan: Ledakan SMA 72 Jakarta Picu Perdebatan Pemblokiran Game Kekerasan
-
Terungkap! Terduga Pelaku Bom SMA 72 Jakarta Bertindak Sendiri, Polisi Dalami Latar Belakang
-
Skandal Terlupakan? Sepatu Kets asal Banten Terpapar Radioaktif Jauh Sebelum Kasus Udang Mencuat
-
GeoDipa Dorong Budaya Transformasi Berkelanjutan: Perubahan Harus Dimulai dari Mindset
-
Usai Soeharto dan Gus Dur, Giliran BJ Habibie Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan PT Sanitarindo, KPK Lanjutkan Proses Sidang Korupsi JTTS