Suara.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, industri rokok besar dengan produksi di atas 2 miliar batang per tahun, kecil kemungkinan menjual produknya dengan harga murah.
Sebab menurut Enny, mereka terkena aturan cukai dengan tarif lebih tinggi.
"Jadi, kalau ada rokok kretek asing dijual lebih murah dari rokok kretek produk domestik, harus dievaluasi kenapa hal itu bisa terjadi," kata Enny Sri Hartati, Jumat (15/3/2019).
Enny memberikan tanggapan terkait peluncuran produk rokok kretek dengan brand asing berinisial PM, yang dijual di pasar nasional dengan banderol Rp 12.000 per bungkus isi 12 batang.
Kata Enny, PM merupakan pemain besar di industri rokok dunia. Di Indonesia saja, angka produksinya di atas 2 miliar batang per tahun.
"Sesuai regulasi, PM seharusnya berada di golongan satu dalam tarif cukai. Sehingga, mestinya tidak mungkin mereka jual produk kretek lebih murah dibandingkan kretek menengah ke bawah produksi Indonesia," ucap Enny.
"Kalau hal itu dianggap merugikan, laporkan, karena mungkin ada aturan yang tidak mereka patuhi. Aturannya sudah ada, tinggal bagaimana penegakan hukum (law enforcement)-nya," lanjutnya.
Enny menambahkan, prinsip pertama, pada dasarnya setiap orang boleh berusaha, baik itu domestik maupun asing. Dengan catatan, semua harus mengikuti peraturan yang berlaku di negara tersebut.
Prinsip kedua, yang namanya rokok, kalau dilihat struktur biayanya, hampir 80 persen itu untuk regulasi.
Baca Juga: Aksi Bapak-bapak Merokok di Bioskop Ini Bikin Kesal Warganet
"Jadi, dalam satu batang rokok, biaya produksi hanya sekitar 20 persen. Sudah termasuk cukai dan sebagainya,"
tutur Enny.
Menurut Enny, kalau rokok tersebut diproduksi di luar negeri, lalu masuk ke dalam negeri, maka harus dikenai pajak.
"Artinya, jika struktur biayanya hampir sama dengan produk dalam negeri, bagaimana mungkin mereka jual lebih murah. Sebab, konten biaya produksinya pasti sama. Sehingga, hitungan ekonominya tidak mungkin lebih murah dibanding produk dalam negeri, karena ada cukai," urai Enny.
Sementara, jika rokok tersebut diproduksi di Indonesia dengan tembakau impor, Enny menyebut ada regulasi dari pemerintah.
"Kalau pemerintah mau melindungi petani tembakau dalam negeri, tentu tembakau impor harus dikenai tarif lagi seperti bea masuk, sehingga ekuivalen. Semua ada aturannya, tinggal ditegakkan atau tidak," tegasnya.
Ekonom senior ini menjelaskan, regulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Dalam industri rokok, yang memang harus dibatasi produksinya, salah satu instrumen pembatasnya adalah terkait penggunaan tembakau impor.
Berita Terkait
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
Terkini
-
Wamen KP hingga Menteri Ngaku Terbantu dengan Polisi Aktif di Kementerian: Pengawasan Jadi Ketat
-
Soal Larangan Rangkap Jabatan, Publik Minta Aturan Serupa Berlaku untuk TNI hingga KPK
-
FPI Gelar Reuni 212 di Monas, Habib Rizieq Shihab Dijadwalkan Hadir
-
Studi INDEF: Netizen Dukung Putusan MK soal Larangan Rangkap Jabatan, Sinyal Publik Sudah Jenuh?
-
FPI Siap Gelar Reuni 212, Sebut Bakal Undang Presiden Prabowo hingga Anies Baswedan
-
Sekjen PDIP Hasto Lari Pagi di Pekanbaru, Tekankan Pentingnya Kesehatan dan Semangati Anak Muda
-
Menag Klaim Kesejahteraan Guru Melesat, Peserta PPG Naik 700 Persen di 2025
-
Menteri PPPA: Cegah Bullying Bukan Tugas Sekolah Saja, Keluarga Harus Turut Bergerak
-
Menteri Dikdasmen Targetkan Permen Antibullying Rampung Akhir 2025, Berlaku di Sekolah Mulai 2026
-
Polisi Tangkap Dua Pengedar Sabu di Bekasi, Simpan Paket 1 Kg dalam Bungkus Teh