Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi menyebut delapan mahasiswa Papua ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat kepolisian. Mereka ditangkap atas tuduhan makar lantaran mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Simamora menuturkan satu dari delapan mahasiswa Papua yang ditangkap adalah juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Surya Anta. Menurut Nelson, Surya Anata ditangkap oleh dua orang aparat kepolisian berpakaian preman pada Sabtu (31/8) sekitar pukul 20.30 WIB di Plaza Indonesia. Apapun, penangkapan Surya Anata merupakan peristiwa keempat.
Pertama, aparat kepolisian lebih dulu menangkap dua mahasiswa Papua pada Jumat (30/8) di sebuah asrama di Depok, Jawa Barat. Kedua, penangkapan kembali dilakukan terhadap dua mahasiswa Papua saat melakukan aksi solidaritas untuk Papua di depan Polda Metro Jaya pada Sabtu (31/8) sore. Sedang penangkapan ketiga dilakukan oleh aparat gabungan TNI-Polri terhadap tiga orang mahasiswi di sebuah kontrakan mahasiswa Papua asal Kabupaten Nduga, di Jakarta pada Sabtu (31/8).
"Penangkapan dilakukan tanpa surat izin penangkapan dari polisi. Aparat gabungan juga mengancam tidak boleh ambil video atau gambar. Sementara mereka boleh mengambil gambar ataupun video dan aparat gabungan sempat memukul salah satu perempuan saat meronta," kata Nelson lewat keterangan resmi yang diterima Suara.com, Minggu (1/9/2019).
Nelson menilai penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap delapan mahasiswa Papua di lokasi yang berbeda menunjukkan adanya upaya menjadikan orang Papua sebagai target. Menurutnya, hal itu sangat berbahaya bagi nilai demokrasi di Indonesia.
"Selain dapat mengarah pada diskriminasi etnis, hal ini juga dapat meningkatkan tensi yang akan berujung membahayakan keselamatan warga sipil," ujarnya.
"Semua yang ditangkap telah dipindahkan ke Mako Brimob di Kelapa Dua," ujar Nelson.
Adapun delapan mahasiswa Papua yang ditangkap di antaranya;
1. Carles Kossay
2. Dano Tabuni
3. Ambrosius Mulait
4. Isay Wenda
5. Naliana Wasiangge
6. Wenebita Wasiangge
7. Norince Kogoya
8. Surya Anta
Baca Juga: Imbas Penangkapan 8 Mahasiswa Papua Bisa Bikin Makin Keruh Situasi
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi meminta aparat kepolisian menghentikan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap mahasiswa Papua. Sebab, hal itu dikhawatirkan justru akan memperburuk masalah yang terjadi di Papua. Nelson Simamora menilai seharusnya aparat kepolisian mengambil langkah inisiatif dalam menyeleksi konflik di Papua dengan upaya dialog dan damai. Bukan justru melakukan sweeping ke sejumlah asrama dan menangkap mahasiswa Papua dengan sewenang-wenang.
"Kami menghkhawatirkan upaya berlebihan yang dilakukan kepolisian yang dapat memperburuk masalah terkait Papua yang yang tengah terjadi," kata Nelson lewat keterangan tertulis yang diterima suara.com, Minggu (1/9/2019).
Nelson mengungkapkan kekinian setidaknya ada delapan mahasiswa Papua yang ditangkap dengan tuduhan makar. Satu di antaranya yakni aktivis Papua yang juga merupakan juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta Ginting.
Nelson menilai penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap delapan mahasiswa Papua di lokasi yang berbeda menunjukkan adanya upaya menjadikan orang Papua sebagai target. Menurutnya, hal itu sangat berbahaya bagi nilai demokrasi di Indonesia.
"Selain dapat mengarah pada diskriminasi etnis, hal ini juga dapat meningkatkan tensi yang akan berujung membahayakan keselamatan warga sipil," ujarnya.
Untuk itu, Nelson meminta aparat kepolisian untuk menghentikan sweeping ke asrama dan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap mahasiswa Papua. Dia juga mendesak agar aparat kepolisian dapat bertindak profesional.
Berita Terkait
-
Imbas Penangkapan 8 Mahasiswa Papua Bisa Bikin Makin Keruh Situasi
-
Lagi! 180 Pasukan Brimob Dikirim ke Papua
-
Senin Besok Kapolri dan Panglima TNI Akan Berkantor di Papua Selama Sepekan
-
Mahasiswa Papua Pengibar Bintang Kejora di Depan Istana Merdeka Ditangkap
-
Kapolri Sebut Jaringan Internasional Sebar Hoaks Sampai Papua Kerusuhan
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
Terkini
-
Menkum Sahkan Kepengurusan Mardiono, Mahkamah Partai Menggugat: Satu Syarat Formil Dilanggar
-
Menkum Supratman 'Tantang' Balik PPP Kubu Agus Suparmanto: Silakan Gugat SK Mardiono ke PTUN!
-
Polisi Larang Warga Berkerumun di Reruntuhan Ponpes Al Khoziny: Kasih Kami Kesempatan!
-
Komitmen TJSL, BNI Perkuat Ekonomi Kerakyatan dan Kelestarian Lingkungan di Desa Ponggok Jawa Tengah
-
MDIS Buka Suara soal Ijazah Gibran, PSI: Hentikan Polemik Jika Niatnya Cari Kebenaran!
-
Rizky Kabah Tak Berkutik di Kamar Kos, Detik-detik Penangkapan TikTokers Penghina Suku Dayak!
-
Sidang Praperadilan: Nadiem Makarim Masih Dibantarkan, Orang Tua Setia Hadir di Ruang Sidang
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Korban Jiwa Bertambah Jadi 9 Orang
-
Menteri Haji dan Umrah Datangi KPK di Tengah Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji, Bahas Apa?
-
Mengulik Pendidikan Gibran: MDIS Tak Keluarkan Ijazah, Hanya Jalankan Kurikulum Universitas Asing