Suara.com - Budaya merariq diklaim sering disalahgunakan untuk meloloskan pernikahan paksa. Kekinian, tokoh adat bahu membahu dengan pegiat HAM menyelamatkan tradisi yang telah berusia ratusan tahun tersebut.
Lima belas menit berkencan, Helma Yani sudah mendapat lamaran nikah pada perjumpaan pertama. Dari pantai tempat kecan itu, dia dilarikan oleh sang bocah ke rumah calon mertua.
Hanya sebulan berselang, keduanya melafalkan ijab kabul. Mereka baru berusia 17 tahun.
Yani adalah satu dari 1,5 juta pengantin di bawah umur yang hidup di Indonesia. Menurut statistik PBB, jumlah tersebut merupakan yang terbesar kedelapan di dunia.
Pemerintah belum lama ini menaikkan batas minimal usia menikah dari 16 menjadi 19 tahun. Namun organisasi HAM mengkhawatirkan tradisi atau praktik nikah siri yang tidak terdaftar akan makin marak dan menjadi batu sandungan yang sulit dilalui.
Di kampung halaman Yani, Lombok, etnis Sasak masih merawat tradisi kuno kawin culik, di mana perempuan disembunyikan di rumah kerabat pria atas persetujuan lembaga adat.
Menyalahgunakan tradisi Merariq
Tradisi bernama 'merariq' itu sedianya membutuhkan persetujuan dari keduabelah pihak dan hanya dilakukan dalam pengawasan ketat tetua adat. Namun tidak sedikit yang menggunakannya untuk membenarkan praktik pernikahan dini.
"Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan ketika dia melamar. Maka saya bilang iya," kisah Yani. "Kami naik sepeda motor dari pantai ke rumah saudaranya."
Baca Juga: Inginkan Pesta Pernikahan saat Matahari Terbit, Calon Pengantin Ini Dihujat
Orangtua Yani tidak tahu keberadaannya selama berhari-hari sampai tetua desa datang membawa kabar pernikahan.
"Saya marah dan kecewa. Saya menangis tiada henti saat mencarinya," kata sang ibu, Nur Halima, sembari menimang bayi perempuan berusia dua bulan yang dia panggil cucu.
"Dia belum selesai sekolah. Tapi apa yang bisa saya lakukan kecuali mengizinkannya menikah? Jika dia bercerai, itu akan menjadi aib buat keluarga kami," kisahnya kepada Thomson Reuters Foundation seperti dikutip dari DW Indonesia.
Kisah Yani tidak unik di pulau Lombok. Namun kini aktivis bahu-membahu dengan tetua adat untuk menyelamatkan reputasi "merariq" sebagai tradisi Sasak.
Pernikahan Tak Tercatat
Organisasi hak perempuan Girls Not Brides melaporkan, sekitar 12 juta perempuan di seluruh dunia menjadi pengantin bocah setiap tahunnya.
Mereka yang menikah dini tidak hanya terancam oleh eksploitasi rumah tangga, tetapi juga kekerasan seksual atau bahkan kematian saat melahirkan.
Pemerintah menyebutkan, praktik pernikahan anak di Indonesia sering terjadi lantaran kemiskinan atau untuk merawat tradisi seperti di Lombok.
Saat ini Nusa Tenggara Barat bertengger di urutan atas daftar provinsi dengan kasus pernikahan anak terbanyak di Indonesia.
Tradisi kawin culik di Lombok sudah ada sejak beberapa generasi. Terkadang pihak pria berunding dengan keluarga perempuan setelah lamaran, berbeda dengan praktik penculikan pengantin di Kirgistan, Mali atau Ethiopia.
Dalam tradisi Sasak, calon pengantin pria akan membawa pengantin perempuan ke lokasi tertentu untuk berbicara satu sama lain, di bawah pengawasan anggota keluarga.
Namun kini ritual unik itu menghasilkan kisah muram seperti milik Yani dan menjadi alasan pernikahan paksa terhadap gadis muda.
"Ini dilakukan atas nama tradisi, sehingga warga menerima saja dengan buta terlepas dari salah atau tidak," kata Faozan, aktivis hak anak-anak di Lombok.
Menurutnya, pernikahan dini di Lombok menciptakan sejumlah masalah sosial, mulai dari perceraian atau kehamilan di luar perencanaan, kematian ibu muda saat melahirkan atau stunting alias perlambatan pertumbuhan.
Yani misalnya, diceraikan hanya satu bulan sebelum melahirkan. Dia kesulitan mendapatkan sertifikat kelahiran untuk sang bayi lantaran pernikahannya tidak terdaftar.
Menyelamatkan Tradisi Asli
"Saya sedih, malu dan marah," kata Muhamad Rais, tokoh adat suku Sasak. "Tradisi kami disalahgunakan oleh warga sendiri dan korbannya adalah perempuan-perempuan kami," imbuhnya.
Sejak 2016 dia bekerjasama dengan organisasi lokal untuk mengembalikan merariq ke tradisi aslinya dengan memperketat aturan pelaksanaan. Salah satu kuncinya adalah kembali mempraktikkan tradisi "belas", yang memisahkan kedua mempelai jika tidak cocok. Rais juga menetapkan batas minimal usia pernikahan, meski dengan cara unik.
Perempuan misalnya diwajibkan merajut 144 lembar kain dan pria harus membiakkan seekor kerbau yang sudah menghasilkan 25 keturunan. Dengan kata lain, kedua mempelai harus sudah dewasa terlebih dahulu.
Proyek yang dipandu Rais kini sudah dilaksanakan di empat desa sejak 2016. Setidaknya 20 pernikahan dini berhasil dihentikan dengan cara itu.
"Kita tidak bisa menyalahkan tradisi. Yang menjadi akar masalah adalah ketika pelaksanaannya menyimpang dari praktik aslinya" kata Baiq Zulhatina aktivis lokal.
"Apa yang berusaha kami lakukan adalah mengubah pola pikir masyarakat dan mengkampanyekan kepada mereka bahwa menghentikan pernikahan anak di bawah umur itu bukan sebuah aib."
Berita Terkait
-
Bukan dari Timur Tengah, Kain Mirip Cadar Ini Asli Budaya Lokal NTB
-
Serpihan Surga di Pesisir Mandalika itu Bernama Pantai Tanjung Aan
-
Mulai Digarap, Intip Pengerjaan Sirkuit Mandalika untuk MotoGP Indonesia
-
Inspirasi Belajar Sambil Bermain Demi Masa Depan Ribuan Anak Korban Gempa
-
Zohri Gagal Melejit di Kejuaraan Dunia 2019, Ini Penjelasan Pelatih
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
Terkini
-
Rayakan HLN ke-80, PLN Wujudkan Akses Listrik Gratis bagi Warga Pra Sejahtera di Bali
-
Tok! Gugatan Praperadilan Khariq Anhar Ditolak PN Jaksel, Ini Alasan Hakim Sulistyo
-
Biar Talas dan Sagu Tak Dianggap Makanan Kelas Bawah, Mendagri Minta Daerah Gandeng Ahli Kuliner
-
Usut Kasus CSR, KPK Panggil Politikus Nasdem Rajiv
-
Johnson Panjaitan Wafat: Advokat HAM Pemberani, Mobil Ditembak, Kantor Digeruduk Nyali Tak Ciut
-
Pemerhati Dorong Penegakan Hukum Humanis Bagi Korban Narkoba: Harus Direhabilitasi, Bukan Dipenjara
-
Geger WNA Israel Punya KTP Cianjur, Bupati Tegaskan 100 Persen Palsu: NIK Tak Terbaca Sistem
-
Dua Tersangka Kasus Suap Bupati Kolaka Timur Dipindahkan ke Kendari, Sidang Siap Dimulai!
-
WNA Israel Punya KTP Cianjur Viral di Medsos, Kok Bisa Lolos? Ini Faktanya
-
Baru Bebas, Dua Residivis Curanmor Nyamar Jadi Driver Ojol dan Beraksi Lagi