Suara.com - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Supriyo mengaku tak kuasa saat mengetahui kasus pembunuhan anak di Sawah Besar yang dilakukan oleh remaja perempuan berusia 15 tahun. Ia bergidik ngeri ketika mengetahui kasus tersebut dari media.
"Saya turut berduka cita atau berbela sungkawa kepada keluarga korban. Kalau saya menyaksikan dan membaca berita dari media baik media mainstream maupun media sosial itu saya bergidik, pak Karni. Bergidik dan sadis sekali," ujar Agung saat diundang dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa malam (10/3/2020).
Meski demikian, Agung mengaku tak kaget dengan adanya kasus tersebut. Ia telah menduga jauh-jauh hari sebelumnya bahwa suatu saat akan ada sesuatu yang terjadi sebagai akibat dari tontonan yang bebas diakses oleh setiap orang saat ini.
"Namun, hal ini sudah kami prediksi bahwa pada suatu saat pasti akan terjadi sesuatu. Nah, kenapa kami bisa memprediksi hal itu?" kata Agung.
Ia lantas menjelaskan bagaimana dampak sebuah tontonan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini, ia mengaku bahwa KPI telah melakukan sejumlah langkah pencegahan agar hal seperti kasus pembunuhan yang menimpa bocah berusia enam tahun tak terjadi.
Menurut Agung, KPI memiliki empat macam kewenangan dalam mengatur dan mengawasi bentuk tayangan yang disiarkan oleh televisi dan radio. Namun, KPI tak memiliki kewenangan yang sama dalam mengatur tayangan yang disiarkan melalui media baru seperti Youtube atau kanal-kanal lain.
"Di lembaga penyiaran itu pada tahun 2019 ada 33 potensi pelanggaran. Tapi semuanya terjadi di lembaga penyiaran berlangganan atau Pay-TV [TV berbayar-red]. Kalau TV swasta itu relatif aman. Nah, apa yang dilarang oleh KPI di televisi itu ternyata ditayangkan di media baru, " ujarnya.
Agung lalu mencontohkan film favorit yang ditonton oleh pelaku yaitu Slenderman tidak tayang di televisi swasta maupun televisi berbayar di Indonesia. Ia menduga bahwa film tersebut telah ditonton si pelaku lewat media baru.
"Kalau saya melihat anak tadi, pelaku tadi, menonton Slenderman itu tahun 2018. Enggak mungkin ditayangkan sekarang di televisi swasta maupun Pay-TV. Pasti itu di media baru. Nah, sayangnya ini belum ada peraturan yang komprehensif."
Baca Juga: WNA Positif Corona Meninggal, Dirut: Bukan Pasien RSPI Sulianti Saroso
Agung berharap jika ke depan KPI diberi kewenangan untuk mengatur tayangan yang disiarkan oleh media baru sehingga kejadian seperti pembunuhan di Sawah Besar tak akan terulang kembali.
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Sopir Angkot Cegat Mikrotrans JAK41 di Velodrome, Dishub DKI Janji Evaluasi Rute
-
Ratusan Warga Prasejahtera di Banten Sambut Bahagia Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
Hasto PDIP: Ibu Megawati Lebih Pilih Bendungan dan Pupuk Daripada Kereta Cepat Whoosh
-
Putri Zulkifli Hasan Sambut Putusan MK: Saatnya Suara Perempuan Lebih Kuat di Pimpinan DPR
-
Projo Tetapkan 5 Resolusi, Siap Kawal Prabowo hingga 2029 dan Dukung Indonesia Emas 2045
-
Budi Arie Bawa Gerbong Projo ke Gerindra? Sinyal Kuat Usai Lepas Logo Jokowi
-
Cinta Terlarang Berujung Maut, Polisi Tega Habisi Nyawa Dosen di Bungo
-
Dua Tahun Lalu Sakit Berat, Kini Adies Kadir Didoakan Kembali di Majelis Habib Usman Bin Yahya
-
Makna Arahan Mendagri Tito Karnavian Soal Dukungan Pemda Terhadap PSN
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram