Suara.com - Memasuki bulan ramadan, seringkali kita mendengar ayat Al-Qur'an yang berisi kewajiban menjalankan ibadah puasa seperti yang dijalani oleh orang-orang terdahulu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, seperti apa puasa yang dijalani umat terdahulu?
Dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 2 disebutkan "Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Dikutip dari NU.or.id, Selasa (28/4/2020), ada banyak penafsiran mengenai maksud 'sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu'. Sebagian ulama menyatakan penekanan tasybih atau perumpamaan di sana adalah kewajiban puasanya. Sedangkan ulama lainnya menekankan pada orang-orang yang berpuasa.
Meski demikian, kedua perbedaan pendapat di kalangan ulama tersebut tetap bermuara pada maksud orang-orang terdahulu termasuk cara, waktu dan lama puasa mereka.
Jika penekanannya ada pada orang-orang yang berpuasa seperti umat Muslim, maka jelas yang dimaksud adalah kaum Nasrani. Pasalnya, mereka juga diwajibkan berpuasa ramadan di mana waktu dan lamanya sama seperti puasa yang diwajibkan kepada muslim.
Hal itu seperti dikutip al-Thabari dari Musa ibn Harun, dari ‘Amr ibn Hammad, dari Asbath, dari al-Suddi yang mengatakan sebagai berikut.
"Maksud orang-orang sebelum kita adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa Ramadhan. Mereka tidak boleh makan dan minum setelah tidur (dari waktu isya hingga waktu isya lagi), juga tidak boleh bergaul suami-istri. Rupanya, hal itu cukup memberatkan bagi kaum Nasrani (termasuk bagi kaum Muslimin pada awal menjalankan puasa Ramadhan). Melihat kondisi itu, akhirnya kaum Nasrani sepakat untuk memindahkan waktu puasa mereka sesuai dengan musim, hingga mereka mengalihkannya ke pertengahan musim panas dan musim dingin. Mereka mengatakan, ‘Untuk menebus apa yang kita kerjakan, kita akan menambah puasa kita sebanyak dua puluh hari.’ Dengan begitu, puasa mereka menjadi 50 hari. Tradisi Nasrani itu juga (tidak makan-minum dan tak bergaul suami istri) masih terus dilakukan oleh kaum Muslimin, termasuk oleh Abu Qais ibn Shirmah dan Umar ibn al-Khathab. Maka Allah pun membolehkan mereka makan, minum, bergaul suami-istri, hingga waktu fajar."
Ada pula pendapat lain yang menyebut maksud orang terdahulu adalah ahli kitab, yakni kaum Yahudi. Pendapat ini merujuk pada riwayat Mujahid dan Qatadah yang mengungkapkan, "Puasa Ramadhan telah diwajibkan kepada seluruh manusia, sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang sebelum mereka. Sebelum menurunkan kewajiban Ramadhan, Allah menurunkan kewajiban puasa tiga hari setiap bulannya."
Namun, ketentuan wajib berpuasa tiga hari itu ditolah oleh sahaba lain. Menurut mereka, puasa tiga hari yang dijalani Rasulullah itu bukan wajib, melainkan hanya sunah karena tidak ada riwayat kuat yang dijadikan hujjah bahwa ada puasa wajib sebelum ramadan.
Baca Juga: Ini Alasan KPK Era Firli Cs Pertontonkan Koruptor saat Konferensi Pers
Dalam riwayat lain, selain puaa tiga hari dalam sebulan, Rasulullah juga menjalankan puasa 'Asyura yakni puasa yang biasa dilakukan oleh kaum Yahudi pada 10 Muharam. Hal ini seperti diriwayatkan Ibnu 'Abbas sebagai berikut.
"Sewaktu datang ke Madinah, Rasulullah mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau bertanya, ‘Hari apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini hari yang agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan bala tentara Fir‘aun. Maka kaum Yahudi pun puasa sebagai wujud syukur.’ Beliau lalu bersabda, ‘Aku tentu lebih utama terhadap Musa dan lebih hak menjalankan puasa itu dibanding kalian.’ Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan para sahabat berpuasa pada hari itu."
Ibnu Abi Hatim (w. 327) dalam Tafsîr-nya (Jeddah: Maktabah Nazar Musthafa al-Baz, Cetakan III, 2000, Jilid 1, h. 303) berdasarkan riwayat al-Dhahak, Ibnu Abbas, dan Ibnu Mas‘ud menyatakan puasa tiga hari setiap bulan juga biasa dilakukan oleh Nabi Nuh dan para nabi setelahnya, kemudian diikuti oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Mereka melakukan puasa selama tiga hari setiap bulannya dan berbuka pada waktu isya.
Dalam tafsir al-Tsa‘labi, (Beirut: Daru Ihya al-Turats, Cetakan I, 2002, Jilid 2, h. 62) juga disebutkan bahwa Nabi Adam juga pernah menjalankan puasa selama tiga hari. Saat diturunkan dari surga ke bumi, kulit Nabi Adam terbakar matahari hingga menghitam.
Malaikat Jibril memintanya untuk berpuasa pada tanggal 13, 14 dan 15. Saat menjalani puasa hari pertama, sepertiga tubuhnya memutih, puasa hari kedua dua pertiga tubuhnya memutih dan pada hari ketiga seluruh tubuhnya memutih. Oleh karenanya puasa ini disebut dengan puasa 'ayyamul bidl' atau 'hari putih'.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Imbas Kebakaran di Pasar Induk, Empat Rute TransJakarta Terdampak
-
KPK Panggil Zarof Ricar sebagai Saksi Kasus TPPU Hasbi Hasan
-
Ledakan Terdengar Dua Kali, Pasar Induk Kramat Jati Kebakaran Pagi Ini
-
Tiket Kereta Nataru 2025 Diserbu, Catat Tanggal Terpadatnya
-
DPRD DKI Galang Rp 359 Juta untuk Korban Bencana Sumatra
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera