Suara.com - Selain halal bi halal, ada satu tradisi yang kerap menghiasi layar handphone umat muslim di Indonesia ketika hari raya Idul Fitri tiba.
"Ketika tangan tak mampu berjabat. Ketika mulut tak dapat mengucap. Ketika kaki tak mampu melangkah. Mohon maaf lahir batin."
Ucapan yang familiar itu bak kacang rebus menjelang lebaran, laris manis meramaikan grup Whatsapp ataupun pesan singkat.
Tak ada yang tahu dari mana asalnya, siapa yang mengawali, tetapi pesan itu seolah telah menjelma menjadi tradisi.
Sayangnya, meski kerap berakhir menjadi lelucon, kalimat "Ketika tangan tak mampu berjabat" saat ini justru terasa seperti doa yang dikabulkan.
Lantaran virus corona menular dengan sangat mudah, manusia mau tak mau harus mengakalinya dengan cara menjaga jarak.
Alhasil, tradisi di tanah air seperti berjabat tangan berganti dengan salam siku, salam lutut, hingga salam namaste.
Untuk urusan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin jadi yang terdepan mempopulerkan salam siku, awal Maret silam.
Sementara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kebagian memperkenalkan salam namaste tak lama setelah itu.
Baca Juga: Menteri Prabowo: Covid-19 Musuh Mengancam Keselamatan Manusia
Tak berhenti sampai di sana, sesuai pesan yang populer itu, mulut pun seolah tak mampu mengucap karena tertutup masker. Sementara, kaki tak mampu melangkah karena kita terkurung di rumah masing-masing.
Tradisi Bulan Puasa yang Hilang
Virus corona membuat semua orang bersedih. Bukan hanya karena penularan yang masif dan dampak yang fatal hingga menyebabkan kematian, tetapi lebih dari itu: virus ini berhasil menghilangkan sebagian tradisi umat manusia.
Di Indonesia, tradisi bulan puasa seperti buka bersama, reunian, hingga halal bi halal terancam hilang lantaran masyarakat tidak diperbolehkan berkerumun.
Tak ada lagi undangan buka bersama di rumah makan. Tak ada keceriaan bertemu kawan lama. Tak ada perasaan cemas bercampur gembira saat teringat cerita-cerita lucu di masa lalu.
Semua itu dengan mudahnya hilang lantaran virus. Betapa tradisi manusia menjadi amat rapuh dan tak berdaya di hadapan pandemi.
Berita Terkait
-
Penyebab Thom Haye Tolak Jabat Tangan Pemain Lebanon, Mukanya Terlihat Kesal Banget
-
7 Syarat Sah Puasa yang Wajib Kamu Tahu! Jangan Sampai Puasamu Batal
-
Selain Kurma, Bingka Jadi Menu Wajib Warga Palangka Raya saat Berbuka
-
Tujuh Amalan Utama Ramadan: Raih Pahala Berlimpah di Bulan Suci
-
3 Lip Serum yang Bisa Gantikan Lip Balm untuk Bibir Kering, Wajib Punya!
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana