Suara.com - Lokataru Foundation dan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengecam keputusan pemerintah yang kembali menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation. Haris Azhar mengatakan, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Presiden No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, per 6 Mei 2020.
"Anehnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru mengeluarkan Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kebijakan ini akan berlaku bertahap dimulai pada 1 Juli 2020," ujar Haris dalam keterangannya, Rabu (13/5/2020).
Haris mengatakan melalui kebijakan Perpres terbaru ini, besaran iuran BPJS Kesehatan memang lebih rendah dari Perpres yang dibatalkan oleh MA.
Dalam Perpres terbaru, besaran iuran iuran bagi kelas III untuk kelas PBPU dan BP/kelas mandiri sebesar Rp 25.500 yang sebanyak Rp 16.500 dibayarkan oleh Pemerintah.
Namun, kebijakan itu hanya berlaku pada tahun 2020. Pada tahun 2021 besarannya akan naik menjadi Rp 35.000 dengan Rp 7.000 dibayarkan Pemerintah.
Bagi kelas II PBPU dan BP/kelas mandiri besaran iurannya menjadi Rp 100.000, lebih rendah Rp 10.000 dari Perpres yang telah dibatalkan oleh MA sebelumnya.
Sedangkan untuk kelas I jumlah besaran iuran menjadi Rp 150.000, lagi-lagi selisih Rp 10.000 dari Perpres sebelumnya.
Lokataru menilai pemerintah tengah mempermainkan warga yang menolak secara menyeluruh kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak awal.
Baca Juga: Naik Turun Iuran BPJS Kesehatan
Sejak wacana kenaikan iuran digulirkan hingga diberlakukannya Perpres 75 Tahun 2019 pada Januari silam, gelombang ketidaksetujuan warga telah diungkapkan melalui aksi 792.854 orang yang memilih turun kelas.
"Berkali-kali kami ingatkan, seharusnya Pemerintah tetap teguh berpegang pada prinsip pedoman hak atas kesehatan," tutur Haris.
"Salah satunya prinsip aksesibilitas keuangan yang memastikan layanan kesehatan harus terjangkau secara biaya oleh semua warga. Aksi protes turun kelas tersebut jelas mengabarkan bahwa warga kesulitan menjangkau besaran iuran yang baru secara finansial."
"Sayangnya, Pemerintah tidak memiliki sensitivitas dan kemampuan untuk membaca gelombang protes tersebut dan tetap memilih menaikkan iuran," Haris menambahkan.
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), kata Haris, sebagai pihak yang sebelumnya menggugat Perpres 75 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung juga kecewa dengan kenaikan besaran iuran khususnya kelas III PBPU/BP.
Pasalnya, di tengah pandemi COVID-19, gelombang PHK juga sedang marak terjadi.
Berita Terkait
-
Naik Turun Iuran BPJS Kesehatan
-
Minta Jokowi Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, DPR: Cabut Perpres 64 Tahun 2020
-
Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, DPR: Jokowi Jangan Mainkan Hati Rakyat
-
Din Syamsuddin: Jokowi Pernah Minta Tolong PP Muhammadiyah Menghadapi Mafia
-
Peserta BPJS Kesehatan Kelas III Dapat Subsidi dari Pemerintah
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Duka Sumut Kian Pekat, Korban Jiwa Bencana Alam Bertambah Jadi 369 Orang
-
Polisi Tantang Balik Roy Suryo dkk di Kasus Ijazah Jokowi: Silakan Ajukan Praperadilan!
-
Besok Diprediksi Jadi Puncak Arus Mudik Nataru ke Jogja, Exit Prambanan Jadi Perhatian
-
Mendagri: Pemerintah Hadir Penuh Tangani Bencana di Sumatera
-
Ancaman Bencana Kedua Sumatra: Saat Wabah Penyakit Mengintai di Tenda Pengungsian
-
METI: Transisi Energi Berkeadilan Tak Cukup dengan Target, Perlu Aksi Nyata
-
Kejagung Buka Kemungkinan Tersangka Baru Kasus Pemerasan Jaksa, Pimpinan Juga Bisa Terseret
-
Cuan dari Gang Sempit: Kisah PKL Malioboro yang Sukses Ternak Ratusan Tikus Mencit
-
MPR Dukung Kampung Haji, Dinilai Bikin Jemaah Lebih Tenang dan Aman Beribadah
-
KSAD Minta Media Ekspos Kerja Pemerintah Tangani Bencana Sumatra