Suara.com - Fang Fang adalah seorang penulis China pemenang penghargaan yang mendokumentasikan hidupnya di Wuhan pada awal wabah virus corona melalui sebuah buku berjudul Wuhan Diary.
Menyadur BBC News, Fang Fang pertama mulai menerbitkan buku secara online pada bulan Januari, saat itu virus corona masih dianggap sebagai krisis lokal.
Buku tersebut banyak dibaca, menggambarkan sekilas kondisi kota tempat virus pertama kali muncul.
Pada Januari, Wuhan menjadi tempat pertama di dunia yang menerapkan lockdown sebagai langkah untuk menanggulangi virus.
Ketika itu, popularitas Fang Fang mulai tumbuh. Penerbit kemudian mengumumkan akan menyusun entri dan mempublikasikannya dalam beberapa bahasa.
Penulis berusia 58 tahun tersebut menjadi perhatian dunia ketika berita sedang sangat disaring dan sumber berita independen mengenai virus corona dan kondisi di China langka.
Fang Fang dengan cepat muncul sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan, tidak diragukan lagi didorong oleh latar belakangnya sebagai penulis terkenal.
"Negara ini membutuhkan penulis dengan hati nurani seperti Anda. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan kepada banyak media resmi, kata seorang pengguna di Weibo," menurut situs berita The Independent.
Saat Fang Fang menerima pengakuan internasional yang cukup baik,banyak orang China justru marah terhadap tulisannya. Bahkan ada pula yang menyebut dia pengkhianat.
Baca Juga: China Minta Penyelidikan Covid-19 Tunggu Pandemi Selesai, Ini Respons WHO
Tentang apa buku hariannya?
Dalam bukunya, ia menulis tentang segala sesuatu mulai dari tantangan kehidupan sehari-hari hingga dampak fisiologis dari isolasi yang dipaksakan. Penerbit HarperCollins mengatakan dia "menyuarakan ketakutan, frustrasi, kemarahan, dan harapan jutaan rekan warganya".
"Ia juga berbicara menentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, dan masalah-masalah lain yang menghambat respons terhadap epidemi dan membuat dirinya terlibat dalam kontroversi online." jelas penerbit tersebut.
Dalam satu kolom yang ditulis olehnya yang diterbitkan oleh Sunday Times, dia merinci sebuah contoh di mana dia pergi untuk menjemput putrinya dari bandara.
"Hampir tidak ada mobil atau pejalan kaki di jalan-jalan. Beberapa hari itu ketika kepanikan dan ketakutan mencapai puncaknya di kota. Kami berdua mengenakan penutup wajah," katanya.
Bagaimana China membenci Fang Fang?
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu